Terkait Peraturan Eksport yang Baru, Freeport Ancam Lakukan PHK Besar-besaran

Jakarta, KPonline – Juru Bicara Freeport Indonesia Riza Pratama mengakui bahwa peraturan ekspor mineral baru yang dirilis pemerintah, membuat manajemen perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) itu mempertimbangkan untuk mengurangi jumlah pekerjanya. Keleluasaan ekspor yang dipangkas, menurut Riza membuat Freeport berencana mengurangi produksi menjadi 40 persen dari kapasitas semula. Angka ini disesuaikan dengan kapasitas smelter milik PT Smelting yang merupakan penyerap konsentrat utama Freeport di dalam negeri.

Namun, dengan pemangkasan produksi, tentu saja perusahaan akan mengurangi biaya operasionalnya.

Bacaan Lainnya

“Ya, tentunya nanti kalau tidak bisa ekspor kan tentu akan menurunkan produksi kami sampai 40 persen. Nantinya, tentu ada beberapa biaya yang dikurangi. Tetapi, mudah-mudahan sih tidak ke arah situ (lay off),” katanya.

Kendati demikian, Riza menuturkan, perusahan tidak menutup kemungkinan akan merumahkan karyawannya. Toh, hal itu diklaim sudah dipersiapkan oleh induk usaha, Freeport McMoran Inc.

DPR Papua Minta Jangan Ada PHK

Terkait dengan rencana PHK besar-besaran itu, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Papua meminta PT Freeport Indonesia untuk tidak melakukan pengurangan jumlah pekerja dengan alasan tidak banyak melakukan kegiatan produksi.

“Masalah internal perusahaan jangan dijadikan sebagai dasar melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran terhadap pekerja, dan sub kontraktor,” kata Anggota Komisi I DPRD Papua Wilhelmus Pigai, dikutip dari kantor berita Antara, Kamis (16/2).

Menurut Wilhelmus rencana pengurangan pekerja Freeport menyusul pemangkasan produksi tambang sebesar 60 persen, sebetulnya bukan jalan terbaik. Pengurangan pekerja, kata dia, seharusnya menjadi opsi paling terahir.

“Silahkan perusahaan berjuang, tetapi pikirkan dampak jika dilakukan PHK. Menurut saya, PHK seharusnya menjadi opsi terakhir oleh perusahaan,” ujarnya.

Dia mengemukakan, perusahaan tambang emas, tembaga, dan perak itu sudah hampir setengah abad (49 tahun) menanamkan investasi di Tanah Papua. Tentu menurutnya, keuntungan yang diperoleh perusahaan tersebut tidaklah sedikit.

“Saya pikir segala keuntungan yang telah diperoleh Freeport selama ini, sudah cukup untuk membiayai kepentingan usaha perusahaan tersebut,” katanya.

Pos terkait