Serikat Pekerja Desak Keadilan Iklim: KSBSI, KSPI, dan DTDA Gelar Konferensi Multi Pemangku Kepentingan Bahas Pekerjaan Hijau dan Kebebasan Berserikat

Serikat Pekerja Desak Keadilan Iklim: KSBSI, KSPI, dan DTDA Gelar Konferensi Multi Pemangku Kepentingan Bahas Pekerjaan Hijau dan Kebebasan Berserikat
Fhoto Bersama Peserta Konferensi Multi Pemangku Kepentingan yang di hadiri oleh Perwakilan KSPI dan KSBSI di Hotel BW Hotel & Convention Kemayoran Jakarta. Rabu (25/6/25). Fhoto : Dimas

Jakarta, KPonline – Dalam rangka merespons perubahan iklim dan mendorong legislasi pekerjaan hijau yang berkeadilan, Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), dengan dukungan Danish Trade Union Development Agency (DTDA) dari Denmark, menyelenggarakan Konferensi Multi Pemangku Kepentingan bertema “Respon Indonesia terhadap Perubahan Iklim dalam Perjanjian Paris dan Kontribusi Nasional Indonesia untuk Undang-Undang Pekerjaan Hijau”. Rabu (25/6/25).

Kegiatan dua hari yang digelar di BW Hotel & Convention Kemayoran, Jakarta Pusat ini mempertemukan serikat pekerja, pemerintah, serta organisasi internasional untuk menyatukan pandangan dalam mewujudkan transisi energi yang adil (just transition), menjamin kebebasan berserikat, serta memperkuat hak-hak pekerja dalam menghadapi perubahan iklim.

Bacaan Lainnya

Hari Pertama: Pekerjaan Hijau adalah Isu Pekerja

Konferensi dibuka oleh Presiden KSBSI, Elly Rosita Silaban, yang menegaskan bahwa perubahan iklim bukan semata isu lingkungan, tetapi juga menyangkut masa depan pekerjaan dan kehidupan buruh. “Buruh harus menjadi bagian dari pengambilan keputusan dalam kebijakan transisi energi dan pekerjaan hijau,” ujarnya.Suasana Konferensi Multi Pemangku Kepentingan yang di hadiri oleh Perwakilan KSPI dan KSBSI di Hotel BW Hotel & Convention Kemayoran Jakarta. Rabu (25/6/25). Fhoto : Dimas

Dalam sesi panel yang dimoderatori oleh Nikasi Ginting (FPE-KSBSI), tiga narasumber utama tampil:

Yuke dari Bappenas menyampaikan pentingnya partisipasi buruh dalam perencanaan kebijakan iklim dan mengungkap bahwa hanya 2% buruh Indonesia mengetahui tentang pekerjaan hijau, menandakan perlunya edukasi yang lebih luas.

Elly Rosita Silaban menegaskan bahwa serikat harus menjadi agen perubahan, bukan korban perubahan.

Kahar S. Cahyono, Wakil Presiden KSPI, menekankan urgensi perlindungan sosial dalam transisi. “Kami mendorong legislasi yang mengatur pekerjaan hijau secara adil dan berpihak pada buruh,” tegasnya.

Peserta dari KSBSI dan KSPI — masing-masing 15 orang — aktif berdiskusi dan menyuarakan berbagai tantangan dari sektor mereka masing-masing. Dialog ini membuka ruang pemahaman yang lebih kuat bahwa krisis iklim tidak bisa dijawab tanpa keadilan sosial.

Hari Kedua: Memperkuat Hak Serikat di Tengah Transisi

Hari kedua berfokus pada isu kebebasan berserikat dan strategi penguatan organisasi buruh menghadapi tantangan baru dalam ekonomi hijau.

Empat narasumber utama turut hadir:

1. Sofyan Abd Latief (Ketua Umum FSP PARREF KSPI / Majelis Nasional KSPI) menekankan bahwa tanpa kebebasan berserikat, buruh tidak memiliki kekuatan tawar dalam menghadapi perubahan struktural akibat transisi energi.

2. Pipit Savitri dari ILO Better Work Indonesia menjelaskan pentingnya dialog sosial dan komitmen tripartit untuk memperkuat kebebasan berserikat di tempat kerja.

3. Carlos Rajagukguk, Ketua Umum NIKEUBA KSBSI, memaparkan strategi perekrutan anggota dalam isu just transition.

4. C. Heru Widianto, S.E., M.M., Direktur Kelembagaan dan Pencegahan Perselisihan Hubungan Industrial Kemnaker sekaligus Ketua Umum DPN Asosiasi Mediator Hubungan Industrial, menekankan komitmen negara dalam perlindungan hak berserikat dan pentingnya sistem mediasi yang responsif.

Peserta kembali menunjukkan partisipasi aktif dengan bertanya dan berdiskusi dalam setiap sesi. Pada sesi penutupan, mereka menyampaikan sejumlah usulan kebijakan kepada pemerintah, antara lain:

Pelibatan aktif serikat dalam penyusunan kebijakan iklim dan transisi energi;

Jaminan perlindungan sosial dan pelatihan ulang bagi pekerja terdampak;

Legislasi khusus pekerjaan hijau yang adil dan pro-pekerja;

Penguatan literasi iklim dan kebijakan hijau di kalangan pekerja.

 

Konferensi Multi Pemangku Kepentingan yang di hadiri oleh Perwakilan KSPI dan KSBSI di Hotel BW Hotel & Convention Kemayoran Jakarta. Rabu (25/6/25). Fhoto : Dimas

Kesimpulan: Keadilan Iklim Harus Berakar dari Keadilan Sosial

Konferensi ini menjadi bukti bahwa buruh bukan sekadar korban perubahan iklim, tapi juga pemangku kepentingan yang memiliki posisi strategis dalam menentukan masa depan yang berkelanjutan. Kolaborasi antara KSBSI, KSPI, dan DTDA menandai komitmen bersama untuk mendorong kebijakan yang tidak meninggalkan siapa pun dalam proses transisi.

Serikat pekerja Indonesia menyerukan bahwa transisi energi hanya bisa disebut adil jika menjamin hak, pekerjaan, dan masa depan para pekerja.

Pos terkait