Purwakarta, KPonline-Kecemasan dan kegelisahan melanda kaum buruh di Jawa Barat menjelang tahun 2025. Pasalnya, Pj. Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin tidak menetapkan Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK) untuk tahun 2025 dengan sebagaimana mestinya. Dimana hanya menetapkan UMSK untuk dua daerah saja, yakni; Subang dan Depok.
Oleh karena itu, gabungan serikat buruh se-Jawa Barat dan DKI Jakarta mengancam akan menggelar aksi mogok kerja dan demo di depan Istana Negara selama tiga hari pada 24, 27, 28 Desember 2024.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menuturkan, aksi tersebut akan diikuti 50 ribu buruh. Ia menilai, Istana Negara merupakan lokasi strategis. Mengingat Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar dianggap melawan arahan Presiden Prabowo Subianto dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang penetapan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) sebesar 6,5%.
“Akan melakukan aksi sekitar 50 ribu orang buruh se-Jawa Barat dan DKI, gabungan. Paling banyak Jawa Barat. Ada 50 ribu buruh Jawa Barat dan DKI, bahkan lebih,” kata Said dalam konferensi pers virtual pada Kamis (19/12/2024).
Said juga meminta Prabowo untuk segera mencopot Bey Machmudin dari jabatan Pj Gubernur Jabar. Ia pun meminta Pemprov Jabar segera menandatangani Surat Keputusan (SK) Pj Gubernur Jabar terkait penetapan UMSK di 18 Kab/Kota se-Jawa Barat yang telah direkomendasikan oleh Pj Bupati/Walikota Jabar.
Presiden KSPI tersebut pun mengungkap beberapa kabupaten/kota di Provinsi Jabar yang belum menetapkan UMSK, diantaranya Bekasi, Bogor, Karawang, Purwakarta, Cianjur, Subang, Cirebon, Bandung Raya, Cimahi dan lainnya. Ia juga mengaku aneh, lantaran dari 18 kabupaten/kota hanya Depok yang telah menetapkan UMSK.
Pun demikian, Said menegaskan bahwa aksi tersebut menjadi solusi terakhir jika Pemprov Jabar tak kunjung menetapkan UMSK 2025.
Bagi kelas pekerja atau kaum buruh, Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK) dianggap sebagai instrumen penting untuk menyesuaikan upah dengan kondisi ekonomi lokal dan sektor-sektor tertentu yang memerlukan perhatian lebih, seperti industri manufaktur atau jasa yang ada di tiap kabupaten.
Tentu saja akibat dari keputusan Bey Machmudin menambah ketidakpastian bagi pekerja yang sebelumnya berharap ada perbaikan signifikan pada upah pekerja.
Dipastikan kaum buruh pasti merasa sangat kecewa. Tidak adanya UMSK untuk 2025 adalah sebuah langkah mundur yang merugikan pekerja di sektor-sektor yang membutuhkan perhatian khusus.
Banyak pekerja, terutama yang bekerja di sektor industri, baik itu padat karya maupun padat modal, merasa bahwa upah minimum yang berlaku tidak lagi mencerminkan kebutuhan hidup yang semakin meningkat. Beberapa daerah di Jawa Barat dengan sektor ekonomi yang kuat, seperti Karawang dan Bekasi, menganggap UMSK menjadi alat penting untuk mengatasi disparitas upah di level kabupaten.
Singkatnya, Kondisi ini memicu seruan aksi kelas pekerja atau kaum buruh yang berencana melakukan unjuk rasa untuk menuntut peninjauan kembali kebijakan tersebut. Mereka menuntut agar pemerintah memberikan perhatian lebih terhadap kesejahteraan pekerja dan segera mengembalikan sistem UMSK yang dinilai sangat penting bagi kesejahteraan kelas pekerja disetiap daerah kabupaten/kota di wilayah Jawa Barat.
Dengan adanya keputusan ini, masa depan kesejahteraan pekerja di Jawa Barat semakin terancam, sementara kekecewaan dan ketidakpastian terus menghantui mereka menjelang tahun 2025.