Terjebak Hawa Nafsu Pengusaha, Buruh Garmen PT. Dada Indonesia Menjadi Korban

PUK SPAI FSPMI PT Dada Indonesia memberikan penjelasan hasil audiensi.

Purwakarta, KPonline – Pengusaha yang baik merupakan idaman bagi para pekerjanya. Karena itu merupakan salah satu jalan menuju kesejahteraan pekerja beserta keluarganya. Pada hakikatnya, baik merupakan sikap terpuji yang harus dimiliki oleh kita sebagai insan manusia yang telah dianugrahi sang pencipta.

Namun bila hawa nafsu tidak baik dan sudah mempengaruhi akal sehat serta pikiran, berbagai hal yang merugikan akan terjadi. Baik itu untuk diri sendiri maupun orang lain.

Bacaan Lainnya

Sudah menjadi budaya bagi kita mungkin saat ini sebagai pekerja atau buruh untuk bekerja dengan menerima bayaran (upah) berapapun nominalnya. Tidak bisa dipungkiri, akibat dari hal tersebut tentu bisa menjadi celah bagi para pengusaha untuk meraih keuntungan besar tanpa menyeimbangkan rasa kemanusiaan.

Seperti begitulah para pelaku usaha di bidang sektor industri garmen. Nafsu besar untuk meraih keuntungan apa dan bagaimana pun caranya, tidak peduli dengan apa yang dialami oleh para pekerja mereka dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Beberapa waktu dasawarsa belakangan ini dengan beragam alasan seperti tidak sanggup membayar upah minimum dan karena biaya produksi tinggi hingga perusahaan pailit.

Mereka akhirnya mampu mengangkangi peraturan normatif seperti Undang-Undang Ketenagakerjaan yang secara sah dan Konstitusi seharusnya wajib untuk mereka patuhi. Akibat dari hal tersebut, negara dengan tidak langsung kembali dijajah melalui ekonomi tanpa menyadari.

Di PHK, buruh PT Dada Indonesia berjuang menuntut hak-haknya.

PT. Dada Indonesia (Korea Selatan), mereka begitu mudah melenggangkan kaki untuk melangkah pergi tanpa menunaikan kewajiban mereka sebagai pelaku usaha yang baik.

Menurut ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan, bilamana perusahaan tutup dan tidak lagi beroperasi, pengusaha wajib memberikan hak pekerja yaitu berupa uang pesangon.

Seperti kita telah ketahui, perusahaan tersebut sudah lebih dari dua dasawarsa membuka usaha di Kabupaten Purwakarta. Melihat hal tersebut tentunya sangatlah menyedihkan, terlebih peran serta pemerintah terkesan seperti fatamorgana dalam menyelesaikan permasalahan atas perselisihan hubungan industrial antara pekerja dengan pengusaha.

Investasi memang penting, karena dengan adanya investasi kemajuan sebuah negara dari segi ekonomi bisa terealisasi. Dengan hadirnya investasi melalui sektor industri, bisa dipastikan roda ekonomi akan berputar secara masive dan kehadirannya mampu membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari dengan bekerja di pabrik.

Tetapi jangan hanya karena hal tersebut pengusaha bisa seenaknya bernafsu ‘menang banyak’ tanpa mengedepankan rasa kemanusiaan, apalagi untuk tidak mematuhi ketentuan dan peraturan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang berlaku.

Kesannya, ada indikasi berkolaborasi dengan oknum pemerintah untuk mencoba menghadirkan kemiskinan kepada para pekerja secara struktural melalui konsep upah murah atau tidak layak melalui sebuah kebijakan.

PT. Dada Indonesia adalah perusahaan garmen dengan produksi pakaian dan diantaranya adalah jaket (Baju Hangat). Dengan label/merk Calvin Klein, pabrik tersebut bisa membuat ratusan jaket dalam sepekan dengan harga yang cukup mahal berkisaran di atas @ Rp500.000 per-piecenya.

Dengan kisaran harga jual tersebut seharusnya pihak pengusaha mampu memberikan kehidupan layak bagi para pekerja melalui upah ataupun hal lainnya, namun yang terjadi disini sungguh sangat di luar dugaan dan sebaliknya.

Sebelum pabrik tersebut tutup, pekerja merasakan upah yang tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan atau Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan, dimana para pekerja hanya menerima upah dibawah UMK.

“Bekerja lebih dari sepuluh tahun, setiap minggu kita memproduksi jaket kurang lebih sekitar ratusan piace. Namun dedikasi serta loyalitas kami sebagai pekerja kepada perusahaan mendapat imbalan yang tidak mengenakan, mulai dari mendapatkan upah tidak sesuai UMK hingga mendapatkan hal yang sangat menyakitkan, dimana PT. Dada Indonesia mencoba lari dari tanggung jawab mereka, dengan tidak membayarkan uang pesangon setelah sang direktur utama menutup pabriknya.” ujar N. S. (karyawan PT. Dada Indonesia)

Selama tidak ada peran serta pemerintah melalui sikap dan tindakan tegas untuk melindungi masyarakatnya atau dalam hal ini buruh atau pekerja dari para bandit pengusaha yang mencoba meraih keuntungan dengan tidak sewajarnya dalam mendapatkan keadilan sosial dan kesejahteraan, tentu hidup layak dan sejahtera hanya menjadi angan-angan para pekerja.

Pos terkait