Jakarta,KPonline – Saat lagu Indonesia Raya menggema di ruang sidang PN Jakarta Pusat, tempat ke-26 aktivis diadili, saat itu juga saya tak bisa menahan air mata. Saya menangis. Bukan karena kesedihan, tetapi karena rasa haru yang menusuk kalbu.
Tentang 26 orang aktivis yang kini menjadi terdakwa, saya tidak mengenal semuanya. Hanya beberapa saja yang dekat. Tetapi, diluar kedekatan secara personal, saya tahu apa yang sedang mereka perjuangkan. Di Istana Negara, tanggal 30 Oktober 2015, buruh melakukan aksi besar bertajuk #BuruhKepungIstana. Tujuannya adalah menuntut Pemerintah untuk mencabut PP No. 78 Tahun 2015.
Hari itu, Polisi melakukan pembubaran.
Saudara, jangan bayangkan ada aksi anarkis seperti halnya yang terlihat dalam demo sopir taksi kemarin. Hari itu, buruh melakukan aksi dengan damai. Bahkan ketika jelas-jelas polisi menembakkan gas air mata, memukuli, bahkan merusak mobil komando. Intruksi yang disampaikan masih sama: jangan anarkis, jangan melawan, mundur teratur.
Lalu sekarang kawan-kawan kita dihadapkan ke pengadilan sebagai terdakwa. Hanya karena sebuah tuntutan tentang kesejahteraan melalui sebuah aksi yang damai.
Disitulah saya menangis. Begitu mahal harga yang dia bayar untuk sesuatu yang diyakininya sebagai kebenaran.
Indonesia Raya yang dinyanyikan para pengunjung sidang, menjadi semacam pesan bahwa perjuangan ini bukan untuk kepentingan perorangan. Karena itulah, penting bagi kita untuk memastikan menjadi bagian dari 26 aktivis.
Kita akan bersama-sama menghadapi semua ini! Sederhana saja caranya. Mari hadiri persidangan ke 26 aktivis, Senin tanggal 28 Maret 2016. (*)