Penangguhan Upah, Ini Sebetulnya Yang Wajib Dilakukan Pengusaha Dan Perlu Diketahui Pekerja

Purwakarta, KPonline – Apabila pengusaha tidak mampu untuk membayar upah minimum pekerja sesuai dengan ketentuan atau peraturan Undang-undang Ketenagakerjaan yang berlaku, maka mereka harus memenuhi segala ketentuan dalam pelaksanaan dan persyaratannya.

Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: KEP. 231/MEN/2003, penangguhan upah dijelaskan dan diatur dalam setiap pasalnya.

Bacaan Lainnya

Salah satunya adalah dalam pasal 4 yang berbunyi:

1. Permohonan penangguhan pelaksanaan upah minimum harus disertai dengan:

a. naskah asli kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan serikat pekerja/serikat buruh atau pekerja/buruh perusahaan yang bersangkutan;

b. laporan keuangan perusahaan yang terdiri dari neraca, perhitungan rugi/laba beserta penjelasan-penjelasan untuk 2 (dua) tahun terakhir;

c. salinan akte pendirian perusahaan;

d. data menurut jabatan pekerja/buruh;

e. jumlah pekerja/buruh seluruhnya dan jumlah pekerja/buruh yang dimohonkan penangguhan pelaksanaan upah minimum;

f. Perkembangan produksi dan pemasaran selama 2 (dua) tahun terakhir, serta rencana produksi dan pemasaran untuk 2 (dua) tahun yang akan datang;

2. Dalam hal perusahaan berbadan hukum laporan keuangan perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b harus sudah diaudit oleh Akuntan Publik.

3. Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), apabila diperlukan Gubernur dapat meminta Akuntan Publik untuk memeriksa keadaan keuangan guna pembuktian ketidakmampuan perusahaan.

4. Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 (satu), Gubernur menetapkan penolakan atau persetujuan penangguhan pelaksanaan upah minimum setelah menerima saran dan pertimbangan dari Dewan Pengupahan Provinsi.

Pertanyaannya apakah selama ini bila dalam suatu perusahaan, sedang mengalami krisis keuangan. Dan untuk selanjutnya, pengusaha dalam meminta penangguhan upah minimum kepada pemerintah, sudahkah mereka sebagai pelaku usaha melakukan hal yang telah diatur dalam ‘KEPMEN’ tersebut?

Kemudian di dalam pelaksanaannya, apakah dari pihak pemerintah itu sendiri melalui dinas terkait juga sudah melakukan tugasnya dengan benar dan baik atas hal tersebut diatas?

Bagi pengusaha upah dapat dipandang menjadi beban. Menurut mereka, semakin besar upah yang dibayarkan kepada pekerja, semakin kecil proporsi keuntungannya. Berbanding terbalik atau bertolak belakang dengan buruh, mereka beranggapan bahwa upah bukanlah suatu beban bila dalam nominalisasi pendapatannya sesuai dengan kebutuhan hidup layak. Dan benar akan menjadi sebuah beban, bila upah yang diterima proporsinya kecil atau tidak sesuai. Sehingga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup layak mereka beserta keluarga.

Bisa ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya upah merupakan kepentingan utama dari dua subjek yang berbeda. Bagi buruh atau pekerja dan pengusaha, upah bisa juga dikatakan, “bagaikan urat nadi” yang memiliki peran penting dalam kehidupan manusia.

Taat serta patuh dan dimana untuk selanjutnya bisa menjalankan peraturan perundang-undangan yang berlaku merupakan ciri dari warga negara yang baik.

Apalagi sebagai umat beragama, kita sebagai manusia diajarkan untuk tidak boleh melanggar aturan-aturan atau segala ketentuan yang sudah ditetapkan oleh sang Pencipta. Dan di dalam ajaran muslim, Alloh SWT pun telah menjelaskan pada ayat 59 Surah An-nisa, melalui firmanNya:

﴿یا أَیُّهَا الَّذینَ آمَنُوا أَطیعُوا اللَّهَ وَ أَطیعُوا الرَّسُول … ﴾
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul-(Nya) dan ulil amri di antara kamu.”

Pos terkait