Melawan Takut Menyuarakan Kebenaran

Purwakarta, KPonline – Keberanian dan kepercayaan diri melawan ketidakadilan, seharusnya bisa dijadikan sikap kaum buruh atau kelas pekerja untuk menyikapi kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak.

Walaupun konsekuensinya dalam keberanian menyuarakan kebenaran, terkadang hanya mendapatkan kenyataan pahit dan menyakitkan.

Bacaan Lainnya

Era Jokowi, Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja hadir ditengah tengah kelas pekerja atau kaum buruh. Hadirnya kebijakan tersebut, ternyata merugikan kelas pekerja atau kaum buruh.

Buruh pun melawan. Lewat Judical Review (JR) ke Mahkamah Kontitusi (MK), mereka menang. Namun sayangnya, legitimasi terjadi. Dimana, PP 36/2021 yang berinduk pada UU Cipta Kerja melalui mekanisme “Omnibus Law” yang dinyatakan Inskontitusional oleh MK, bisa diterapkan. Dan mempersilahkan Gubernur untuk patuh dalam menetapkan upah.

Padahal, seharusnya penetapan upah buruh yang akan berdampak luas bagi ratusan juta orang angkatan kerja tidak boleh dibuat berdasar UU Ciptaker itu melalui turunannya yaitu PP 36/2021.

Kembali lagi, alhasil, meskipun kaum buruh menang. Namun, kemenangan gugatan kaum buruh di Mahkamah Kontitusi (MK) yang menolak akan Omnibus Law tersebut bisa dikatakan dongeng sebelum tidur.

Diam tertindas atau bangkit melawan. Keberanian melawan rasa takut menyuarakan kebenaran, perlu dilakukan. Terlebih, menghadapi ketidakadilan adalah kebenaran.

Imam Abu Ali Ad Daqqooq An Naisaburi Asy Syafi’i berkata :
“Orang yang berdiam diri dari (menyampaikan) kebenaran, maka ia adalah Syaithon Akhros (yakni setan yg bisu dari jenis manusia). Dan orang yang menyampaikan kebathilan ia adalah setan yang berbicara”.

(Disebutkan oleh imam An-Nawawi di dlm Syarah Shohih Muslim).

Pos terkait