Konsolidasi PUK SPAI-FSPMI PT. Wintextile: Menyikapi RUU Omnibus Law Cipta Kerja Terhadap Masa Depan Buruh

Purwakarta, KPonline – Penolakan Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja terus digaungkan oleh kalangan buruh diberbagai daerah di Indonesia. sebab isi dari Omnibus Law tersebut, menyayat hati para buruh di Indonesia.

Hal tersebut terjadi karena dalam draf Rancangan Undang-undang Omnibus law itu sendiri, banyak mengubah Undang-undang ketenagakerjaan yang sudah ada saat ini dan merugikan bagi buruh itu sendiri, seperti:

Bacaan Lainnya

1.Hilangnya upah minimum kabupaten/kota.

2. Hilangnya pesangon.

3. Outsorching seumur hidup.

4. Waktu kerja yang exploitasi.

5. Tenaga kerja asing Unskill ( buruh kasar) masuk secara bebas ke Indonesia

6. Hilangnya jaminan sosial.

7. PHK yang dipermudah.

8. Hilangnya sanksi terhadap pengusaha.

Oleh karena itu, Jumat 28/02/2020. PUK SPAI-FSPMI PT. Wintextile mengadakan konsolidasi yang bertempat di kantor sekretariat PUK SPAI-FSPMI PT. Wintextile untuk menjelaskan akan bahayanya Omnibus Law itu kepada para anggota.

Sepulang kerja yang shift pagi para anggota bersama-sama menuju Sekretariat SPAI-FSPMI PT. Wintextile untuk mendengarkan langsung bahaya RUU tersebut bagi buruh.

Sebelum menerangkan tentang RUU Omnibus Law Cipta Kerja, terlebih dahulu Imam Hidayat selaku pengurus puk bidang 4 menerangkan beberapa program kerja dan perjuangan kedepannya yang masih panjang.

“Ayo kita saling bahu membahu dari jajaran pengurus PUK, Garda Metal, Pleno dan Anggota kita bekerja-sama untuk kemajuan organisasi yang sudah kita bangun bersama,” kata Imam.

Selanjutnya Agus Hermawan selaku pengurus PUK Bidang 1 menerangkan; “bahwa bahaya omnibus law itu bukan terdampak hanya kepada kita, kaum buruh saja. Bahkan bagi calon pencari kerja, mereka juga akan terkena dampaknya ketika omnibus law itu di sahkan,” ujarnya.

kita sebagai pekerja tetap bisa di PHK kapan saja dengan pesangon yang tidak lagi sesuai dengan ketentuan saat ini. Selain itu, bagi pekerja perempuan dalam RUU Omnibus Law berpotensi hilangnya cuti haid, padahal cuti haid itu sangat penting bagi pekerja perempuan. Bahkan ketika cuti menikah dan melahirkan pun bisa jadi tidak dibayar bila RUU tersebut disahkan, jelas Agus Hermawan.

Maka dari itu, penolakan RUU Omnibus Law Cipta Kerja seharusnya bukan dari kita saja, akan tetapi harus dari berbagai elemen masyarakat. Karena dampak dari RUU tersebut bukan hanya untuk pekerja saat ini saja, akan tetapi akan berpengaruh kepada generasi pekerja selanjutnya. Mulai saat ini ketika kawan-kawan berkumpul dengan komunitasnya, setidaknya selipkan obrolan tentang Rancangan Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja, tambah Agus Hermawan. (Imam Hidayat)

Pos terkait