Kesejahteraan yang Terpenjara

Kesejahteraan yang Terpenjara

Purwakarta, KPonline-Di tengah gemerlap kemajuan ekonomi dan pembangunan infrastruktur, banyak yang beranggapan bahwa kesejahteraan masyarakat, khususnya kelas pekerja atau kaum buruh otomatis ikut meningkat. Kenyataannya, dibalik tembok megah pertumbuhan ekonomi, tersembunyi realitas yang jarang disorot: “kesejahteraan yang terpenjara”. Sebuah ironi dimana indikator ekonomi menunjukkan angka-angka menjanjikan, tetapi banyak individu, baik itu masyarakat pada umumnya maupun buruh/pekerja pada khususnya, masih terjebak dalam lingkaran kesenjangan sosial dan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi sering kali diidentikkan dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat/ kelas pekerja. Kota-kota besar dipenuhi pusat perbelanjaan mewah, gedung pencakar langit, dan teknologi canggih. Tetapi, dibalik kemewahan itu, ada kelompok masyarakat (kaum buruh) yang kesulitan memenuhi kebutuhan dasar.

Bacaan Lainnya

Mereka yang bekerja keras siang malam sering kali hanya menerima upah yang tak sebanding dengan beban kerja, tanpa perlindungan sosial yang memadai. Dan itu berarti kesejahteraan bagi mereka bukanlah kenyataan, melainkan sebuah fatamorgana.

Distribusi kekayaan yang tidak merata menciptakan jurang pemisah antara si kaya dan si miskin. Akses terhadap pendidikan berkualitas, layanan kesehatan, dan upah yang layak masih menjadi ilustrasi bagi sebagian besar kelas pekerja. Sementara, segelintir orang (pengusaha) menikmati fasilitas terbaik, tidak sebanding dengan kaum pekerja, dimana banyak yang harus berjuang keras hanya untuk sekadar bertahan hidup. Kesenjangan ini menjadi belenggu yang mengurung potensi dan harapan mereka.

Tidak jarang kebijakan yang dibuat untuk meningkatkan kesejahteraan malah menjadi penghambat. Regulasi yang rumit dan birokrasi yang berbelit-belit sering kali mempersulit kelas pekerja untuk berkembang. Jangankan untuk kaum buruh, lara pelaku usaha mikro dan kecil, misalnya pun harus berhadapan dengan perizinan yang kompleks dan pungutan liar, membuat mereka sulit tumbuh dan berdaya saing. Alhasil, kesejahteraan yang seharusnya dinikmati bersama justru terkunci dalam sistem yang tidak berpihak.

Tak hanya itu, pekerja yang terjebak dalam sistem, dimana banyak pekerja yang terperangkap dalam sistem kerja yang tidak manusiawi. Jam kerja panjang, upah rendah, dan minimnya jaminan kesehatan menjadi masalah kronis. Mereka bekerja bukan untuk mengejar mimpi, melainkan untuk bertahan hidup. Hak-hak pekerja sering kali diabaikan, sementara produktivitas mereka dimanfaatkan sebesar-besarnya demi keuntungan segelintir pihak. Inilah bentuk nyata dari kesejahteraan yang terpenjara dalam sistem kapitalisme yang tidak adil.

Sehingga, untuk membebaskan kesejahteraan dari jerat ketidakadilan, dibutuhkan perubahan mendasar. Pemerintah harus memperkuat kebijakan yang berpihak pada rakyat kecil, memperluas akses pendidikan dan kesehatan, serta menciptakan lapangan kerja yang layak. Di sisi lain, masyarakat juga harus diberdayakan agar mampu mandiri dan tidak terus-menerus bergantung pada bantuan. Keadilan sosial harus menjadi fondasi dalam setiap kebijakan pembangunan.

Kesejahteraan sejati adalah ketika setiap individu memiliki kesempatan yang sama untuk hidup layak dan berkembang. Saatnya meruntuhkan tembok yang mengurung kesejahteraan dan membangun jembatan menuju kehidupan yang lebih adil dan sejahtera bagi semua.

Pos terkait