FSPMI Jepara Pertanyakan Keterpihakan Pemerintah Di Tengah Wabah COVID-19

Jepara, KPonline – Pemerintah Kabupaten Jepara Dinas Koperasi UKM Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Diskopukmnakertrans) mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor : 560/538/2020 tentang Pendataan Pemetaan Kartu Prakerja, Kamis (2/04/2020).

Surat edaran tersebut dibuat dan ditandatangani oleh Kepala Dinas Koperasi UKM Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Jepara Eriza Rudi Yulianto, S. Sos. pada 2 April 2020.

Bacaan Lainnya

Dalam edaran tersebut ia meminta kepada perangkat daerah dan desa yang ada di Jepara untuk melakukan pendataan warganya sebagai langkah awal implementasi kartu Prakerja sesuai hasil rapat koordinasi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Tengah pada 1 April 2020.

Selain itu, di dalam surat edaran tersebut turut dimuat informasi mengenai 4 kriteria yang akan menerima kartu Prakerja yaitu pekerja ter PHK, pekerja yang dirumahkan, Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) yang tidak jadi berangkat dan pekerja yang pulang ke daerah dikarenakan dampak Corona.

Seperti yang marak diberitakan beberapa pekan terakhir, mempercepat peluncuran program kartu Prakerja selalu dikaitkan oleh buruh dengan akan terjadinya gelombang PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) skala besar ditengah merebaknya wabah Covid-19.

Lebih lanjut, adanya surat edaran dari pemerintah daerah Kabupaten Jepara No : 443.2/1486 tentang Pembatasan Jumlah Karyawan dan Pengendalian Penyebaran Corona Virus Diseasi Covid-19 disinyalir akan memberi peluang kepada pengusaha untuk melakukan PHK. Hal itu sesuai dengan salah satu isi dari surat edaran tersebut yaitu

“1. Membatasai jumlah karyawan pada perusahaan sampai batas minimal (jumlah karyawan, waktu kegiatan dan prioritas operasional) sehingga tidak terjadi penumpukan karyawan pada shif, jam masuk dan pulang karyawan.”

Hal seperti ini jelas menimbulkan tanda tanya besar berbalut kecemasan bagi buruh di Indonesia dan Jepara khususnya. Mengapa demikian?

Pasal 151 Ayat 1 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatakan bahwa :

“Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja.”

Jadi dalam hal ini seharusnya pemerintah turut hadir dalam mengusahakan dan mencegah supaya PHK tidak terjadi kepada buruh. Namun dengan adanya surat edaran mengenai pembatasan jumlah karyawan dan pendataan penerima kartu prakerja kembali menyisakan tanya peran pemerintah dalam mencegah terjadinya PHK dan bagaimana keterpihakan pemerintah kepada buruh di tengah kecemasan terhadap wabah Covid-19 dan ancaman PHK.

Beberapa pengurus serikat pekerja yang ada di Jepara tidak diam dan turut berbicara mengenai situasi yang tengah terjadi saat ini, mulai

Thomas Veno pengurus Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Jepara memaparkan supaya pemerintah lebih tegas kepada perusahaan yang berdiri di Jepara dengan cara turut hadir menyelesaikan permasalahan supaya PHK tidak terjadi. Permasalahan PHK yang sudah terjadi diselesaikan dan jangan memberikan peluang kepada perusahaan untuk melakukan PHK, karena kartu Prakerja bukan solusi terbaik bagi buruh yang ter PHK.

Lebih lanjut, dia juga mengingatkan bahwa buruh yang diliburkan berhak atas pemberian upah sebagai bentuk tanggung jawab oleh perusahaan sesuai Pasal 93 Ayat 2 poin F UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

“Pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tapi pengsaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha.”

“Perusahaan jangan memanfaatkan wabah Covid-19 untuk melakukan PHK dan harapannya jangan sampai terjadi PHK. Tentunya, pekerja yang dirumahkan atau diliburkan tetap mendapatkan upah 100%.” imbuh Thomas Veno.

(Ded)

Pos terkait