77 Tahun Indonesia Merdeka, Tapi Tidak Dirasakan Ke-35 pekerja PT. Nozomi Otomotif Indonesia

Jakarta, KPonline – 77 tahun Indonesia merdeka, namun belum dirasakan sebagian rakyatnya. Khususnya, kelas pekerja atau kaum buruh. Dan itu terjadi di PT. Nozomi Otomotif Indonesia, Subang- Jawa Barat.

Dimana, kemerdekaan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan dijamin oleh Undang- undang Ketenagakerjaan, ternyata belum memihak kepada 35 pekerja PT. Nozomi Otomotif Indonesia yang di PHK sepihak oleh Perusahaan.

Bacaan Lainnya

“Siapa yang merdeka, hari ini yang merdeka adalah pengusaha (PT. Nozomi Otomotif Indonesia),” kata Ade Supyani, Ketua PUK SPAMK-FSPMI PT. SIWS dalam aksi unjuk rasa Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) di Kantor Pusat PT. Nozomi Otomotif Indonesia, Komplek Duta Merlin Blok D 14-16, Jl. Gajah Mada No. 3-5 RT. 2/RW.8, North Petojo, Gambir, Central Jakarta City, Jakarta. Selasa (27/9/2022).

Kemudian, Ia pun menyatakan bahwa kita (Buruh) tidak lebih dari sekedar budak-budak. Dimana, jelas-jelas PT. Nozomi telah melakukan penindasan, mem-PHK pekerja yang sedang menjalankan kerja dan tugas organisasi yang dilindungi undang-undang serta sewenang-wenang mengabaikan perintah Bupati untuk melakukan Audiensi terkait masalah tersebut.

Selanjutnya, Ade Supyani pun berharap kepada para dinas terkait untuk segera memfasilitasi pertemuan antara Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) dengan pihak PT. Nozomi Otomotif Indonesia, membicarakan serta mencari solusi terbaik atas permasalahan hubungan industrial yang sedang terjadi.

Senada dengan hal yang sama, Riden Hatam Aziz sebagai Presiden FSPMI menyampaikan bahwa permasalahan ini berawal dari keterlambatan pembayaran upah buruh periode bulan April – Mei 2022 yang seharusnya dibayarkan paling lambat tanggal 1 Juni, tetapi upah dibayarkan tanggal 3 Juni. Keterlambatan upah kembali terjadi pada periode bulan Mei-Juni.

“Upah yang seharusnya dibayarkan tanggal 1 Juli mengalami keterlambatan pembayaran dan dicicil 2 kali. 70% pada tanggal 7 dan sisanya 30% dibayarkan tanggal 12 Juli,” lanjutnya

Untuk menyelesaikan permasalahan mengenai pembayaran, kenaikan upah tahun 2022, dan struktur skala upah pada tanggal 12 Juli serikat pekerja mengajukan permohonan berunding kepada pihak perusahaan.

Surat tersebut oleh perusahaan dibalas pada tanggal 15 Juli 2022. Intinya, perusahaan tidak bisa memberikan kepastian jadwal perundingan.

Menanggapi surat perusahaan, tanggal 18 Juli, serikat pekerja kembali mengirim surat yang intinya menanti kepastian jadwal perundingan dari pihak perusahaan.

“Karena surat tanggal 18 Juli tidak ada balasan, tanggal 22 Juli serikat kembali mengirimkan surat perundingan terkait mekanisme pembayaran, kenaikan, dan struktur skala upah,” kata Riden.

Bukannya kepastian jadwal perundingan, pada tanggal 29 Juli, sebanyak 35 orang buruh di PHK dengan cara dipanggil per 8 orang. Mereka diberikan pesangon 0.5 kali ketentuan sebagaimana ketentuan UU Cipta Kerja.

“Kami dengan tegas menolak PHK tersebut dan menuntut semua buruh yang di PHK dipekerjakan kembali,” tegas Riden.

Dia menambahkan, ini sekaligus membuktikan bahwa omnibus law UU Cipta Kerja berdampak buruk bagi buruh. Selain memudahkan PHK, juga memberikan nilai pesangon yang rendah

Sampai unjuk rasa berakhir, hasil tidak sesuai ekspektasi. Dikarenakan, pihak pengusaha tidak ada ditempat alias meliburkan diri. Rencananya, FSPMI akan menggelar aksi lanjutan.

Pos terkait