Said Iqbal Desak Pemerintah Selesaikan Kasus Perburuhan di PT Smelting

Jakarta, KPonline – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) meminta pemerintah segera menyelesaikan masalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh PT Smelting Gresik terhadap 309 pekerja yang sebelumnya melakukan aksi mogok kerja karena diskriminasi upah.

“Pemerintah harus intervensi ke PT Smelting untuk tidak lakukan PHK karena dia satu-satunya pabrik smelter. Kenapa tidak dijaga?” ujar Presiden KSPI Said Iqbal saat konferensi pers di Hotel Mega Proklamasi, Jakarta, Selasa (7/3).

Bacaan Lainnya

Said menilai, penyelesaikan masalah PHK 309 pekerja PT Smelting Gresik menjadi penting, tak hanya demi menjamin kesejahteraan dan masa depan pekerja PT Smelting Gresik, namun bagaimana membuat aktivitas PT Smelting Gresik dapat terus berjalan dan memberi kontribusi kepada negara juga.

Baca juga: Buruh PT Smelting Gresik Blak-blakan Alasan Melakukan Mogok Kerja

Selain itu, penyelesaian masalah PHK PT Smelting Gresik mampu menjadi batu loncatan bagi penyelesaian masalah pemerintah dengan PT Freeport Indonesia (PTFI) yang terjadi sejak izin ekspor mineral konsentrat kepada PTFI dihentikan pemerintah.

Menurut Said, bila pekerja PT Smelting Gresik dapat bekerja kembali seperti dahulu, perusahaan pengolahan dan pemurnian hasil produksi tambang PTFI tersebut dapat melakukan produksi seperti sedia kala.

Artinya, dengan produksi PT Smelting Gresik yang berjalan normal akan mampu menyedot seluruh hasil produksi PTFI dan pekerja PTFI, yang kebetulan juga mengalami masalah PHK, dapat bekerja kembali. Lantaran, PTFI membutuhkan pekerja untuk kembali mengelola Tambang Grasberg, Papua.

Baca juga: Buruh PT Smelting Aset Penting, KSPI Minta Pemerintah Turun Tangan Cegah PHK

“Karena persoalan utamanya itu Freeport, persoalannya itu smelter. Bagi KSPI, dua persoalan tersebut ada keterkaitannya yang harus diperhatikan,” imbuh Said.

Said bilang, selama ini PTFI menjadikan alasan terhentinya aktivitas di PT Smelting Gresik sebagai salah satu penyebab pengurangan pekerja di Tambang Grasberg. Pasalnya, hanya sekitar 40 persen hasil produksi tambang PTFI yang masuk ke PT Smelting Gresik untuk dikelola.

Sementara, izin ekspor konsentrat mineral tak lagi dimiliki PTFI sejak habis izin pada 11 Januari lalu. Sehingga PTFI mampu menggunakan dalih keterbatasan produksi dan ekspor sebagai alasan pengambilan keputusan untuk melakukan PHK kepada ribuan pekerjanya.

Baca juga: Freeport Jangan Korbankan Karyawan

Oleh karenanya, Said meminta pemerintah segera menyelesaikan masalah PHK PT Smelting Gresik dan PHK pekerja PTFI serta tak hanya mementingkan status kontrak PTFI melalui perpanjangan masalah divestasi saham dan jenis kontrak yang dipegang oleh perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut.

Dalam penyelesaian masalah PHK kedua perusahaan tersebut, Said meminta pemerintah, dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) untuk segera mengambil sikap dan upaya penyelesaian dengan memanggil seluruh pihak yang terkait, baik dari sisi perusahaan hingga serikat pekerja.

Untuk diketahui, sebanyak 309 pekerja PT Smelting Gresik di PHK oleh perusahaan lantaran melakukan aksi mogok kerja. Dari PHK tersebut, perusahaan tak lagi memberi gaji pekerja sejak Februari lalu, tak memberi pesangon, dan mencabut seluruh fasilitas, termasuk akses kesehatan kepada pekerja yang di PHK.

Baca juga: Jangan Jadikan Kasus Freeport Sebagai Nasionalisme Semu

Sementara, sisanya, sebanyak 191 pekerja tetap melakukan pekerjaannya di PT Smelting Gresik. Hanya saja, perusahaan telah menghentikan aktivitas produksinya lantaran berkurangnya serapan dari PTFI dan berkurangnya pekerja yang beroperasi.

Adapun aksi mogok kerja yang dilakukan pekerja PT Smelting Gresik didasari oleh diskriminasi upah yang diterima oleh pekerja golongan I-IV di mana golongan tersebut hanya menerima kenaikan upah sebesar 5 persen. Sedangkan kenaikan upah yang diterima golongan V-VI lebih besar, bahkan mencapai 170 persen.

Pos terkait