FSPMI Desak Kemenaker Selesaikan Kasus Diskriminasi Upah dan PHK Sepihak di Smelting

Jakarta, KPonline – Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) meminta Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) untuk menyelesaikan kasus diskriminasi upah dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dilakukan PT Smelting Gresik terhadap pekerja operator, team leader, dan engineer.

Zainal Arifin, Ketua Pimpian Unit Kerja Serikat Pekerja Logam (PUK SPL) FSPMI Smelting Gresik mengatakan, serikat pekerja telah melaporkan permasalahan ini kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jawa Timur (Jatim). Hanya saja, Disnakertrans belum memberikan solusi untuk penyelesaian kasus ini.

Bacaan Lainnya

“Kami sudah melaporkan ke Disnakertrans Jatim tapi belum ada follow up-nya. Kami juga mempertanyakan peran pemerintah,” ucap Zainal di Jakarta, Selasa (7/3).

Menurut FSPMI, Disnakertrans Jatim menginginkan agar perusahaan dan serikat pekerja duduk bersama dalam wadah mediasi yang diselenggarakan oleh Disnakertrans. Namun, hal tersebut tak bisa diterima oleh FSPMI lantaran perusahaan telah menyalahi aturan PHK.

Muhammad Ibnu Shobir, Sekretaris Jenderal PKU SPL FSPMI Smelting Gresik menerangkan, mulanya sebanyak 309 pekerja melakukan mogok kerja lantaran menerima diskriminasi upah dari perusahaan.

Kemudian, perusahaan mengambil tindakan dengan melarang aksi mogok di dalam perusahaan sehingga pekerja hanya bisa menunjukkan aksi mogok di luar perusahaan.

Lalu, manajemen Smelting Gresik mengaku telah memberikan surat pemberitahuan PHK kepada 309 pekerja tersebut sejak Januari lalu. Sehingga perusahaan sudah tidak memberi gaji kepada pekerja mulai Februari lalu, tak memberi pesangon PHK, dan memutus semua fasilitas pekerja, termasuk asuransi kesehatan.

Manajemen Smelting Gresik, lanjut Ibnu, kemudian memberitahu Disnakertrans Jatim mengenai bukti surat pemberitahuan PHK tersebut. Namun, sebenarnya, tak seluruh pekerja menerima surat tersebut. Lantaran, selama ini pekerja tak diperbolehkan masuk ke dalam perusahaan sedangkan surat diberikan ke sekretariat serikat pekerja yang terletak di dalam perusahaan.

Sehingga, menurut FSPMI perihal PHK tak sesuai dengan prosedur dan dilakukan sepihak oleh perusahaan. Belum lagi, FSPMI melihat sinyal kebohongan dari perusahaan yang mengaku menerbitkan surat pemberitahuan PHK.

“Mereka bohongi Disnakertrans tapi anehnya, indikasi dari pihak Disnakertrans justru mau mencoba mengabulkan permintaan perusahaan untuk mediasi (dengan serikat pekerja),” terang Riden pada kesempatan yang sama.

Oleh karenanya, FSPMI meminta kepada Kemenaker agar mengusut dan memberikan solusi yang adil atas kasus ini. Adapun dalam penyelesaiannya, FSPMI berharap pemerintah tak hanya menyelesaikan masalah PHK sepihak, namun mengusutnya lebih dalam terkait diskriminasi upah yang menjadi latar belakang aksi mogok 309 pekerja.

Diskriminasi Upah

Ibnu menjelaskan, buntut masalah PHK pekerja Smelting Gresik bermula dari diskriminasi upah yang dilakukan perusahaan. Menurutnya, sejak April 2016 lalu, perusahaan memberikan besaran kenaikan upah yang tak sesuai dengan kesepakatan, yakni berdasarkan laju inflasi untuk semua golongan.

Perusahaan, kata Ibnu, memberikan kenaikan upah sebesar 5 persen atau sekitar Rp600 ribu sampai Rp700 ribu untuk pekerja golongan I yang diisi oleh pekerja bidang keamanan dan supir, golongan II pekerja operator, golongan III team leader, dan golongan IV engineer staff.

Sementara, untuk golongan V manajerial dan golongan VI departemen manajer diberikan kenaikan gaji hingga 170 persen atau sekitar Rp10 juta sampai Rp23 juta.

“Kalau 2015 itu sama semua (kenaikan upah) untuk semua golongan. Jadi, 2016 itu sudah fantastis sekali diskriminasi upahnya, sudah di luar formula (sesuai inflasi),” jelas Ibnu.

Alhasil, sebanyak 309 pekerja yang berasal dari golongan I-IV melakukan aksi mogok dan berujung pada PHK oleh manajemen.

Secara total, jumlah pekerja Smelting Gresik dari seluruh golongan berjumlah 500 pekerja, 309 pekerja melakukan mogok kerja, 130 pekerja tak ikut mogok lantaran berasal dari golongan V-IV yang tak mendapat diskriminasi upah, dan 61 pekerja lainnya tetap bekerja. Hanya saja, imbas dari mogok kerja tersebut, produksi Smelting Gresik tak berlanjut.

Sumber: CNN Indonesia

Pos terkait