5 Tantangan Industri Manafaktur

Jakarta, KPonline – Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian I Gusti Putu Suryawirawan mengatakan ada lima tantangan yang dihadapi industri manufaktur di Indonesia. Hal ini disampaikan Putu dalam acara International Seminar Continued Suistainable Development di Balai Kartini, Jakarta, Rabu (8/3)

Pertama

Produktivitas tenaga kerja di Indonesia masih rendah dan tak sebanding dengan upah yang harus dibayarkan. Persoalan Upah Minimum Regional (UMR) itu dinilai menghambat investor masuk ke sektor industri. Menurut Putu, Investor jadi takut invest karena ada UMR sekian, di daerah ini sekian. Dibanding invest di Indonesia, investor pilih Malaysia karena UMR lebih stabil. Apalagi UMR di Indonesia bisa dijadikan politik.

Kedua

Terkait harga energi yang dijadikan komoditas pasar untuk sekadar mencari keuntungan. Akibatnya, sektor industri menjadi yang tidak kompetitif.

Ketiga

Persoalan logistik dan inftrastruktur. Dalam hak ini, pemerintah terus mengatasi masalah infrastruktur agar hasil produksi lebih mudah didistribusikan dan masyarakat memperoleh harga yang lebih murah.

Keempat

Masalah rantai pasok atau supply chain. Saat ini jarang sekali ada industri yang memproduksi seluruh komponennya dalam satu pabrik. Misalnya pabrik sepeda di Indonesia, dia mengambil rantai, ban, dan yang lainnya dari pabrik lainnya.

Kelima

Kurangnya sumber pendanaan atau limited financial resources pada sektor industri, khususnya manufaktur. Salah satu penyebabnya ialah suku bunga bank yang masih tinggi di Indonesia. Banyak orang mau usaha di Indonesia tapi bunga bank tinggi, sehingga mereka pinjam di Malaysia yang lebih murah.