Ini Alasan Buruh Meminta 14 Minggu Cuti Melahirkan

Buruh menuntut 14 (empat belas) minggu cuti melahirkan.

Jakarta, KPonline – Dalam peringatan Hari Perempuan Internasional yang jatuh setiap tanggal 8 Maret, buruh menuntut cuti melahirkan 14 minggu. Tentu saja, tuntutan ini tidak asal-asalan.

Tuntutan cuti melahirkan selama 14 minggu diatur dalam konvensi ILO Nomor 183. Konvensi ini memperjuangkan persamaan wanita di dunia kerja ini juga aktif dalam memperjuangkan kesehatan dan keselamatan ibu dan anak dengan tujuan agar tak lagi dibedakan dalam hal ekonomi, kehidupan bermasyarakat, dan perlakuan hukum. Konvensi ini menetapkan cuti melahirkan (maternity leave) seharusnya minimal 14 minggu (7 minggu masa istirahat sebelum masa persalinan dan 7 minggu setelah masa persalinan).

Bacaan Lainnya

Cuti melahirkan butuh waktu cukup lama, karena faktor kesehatan ibu maupun bayi yang baru lahir.

Melahirkan, meski prosesnya terbilang singkat tapi merupakan hal besar yang mengancam nyawa. Rasa sakit yang dialami oleh sang ibu ketika melahirkan sangat luar biasa. Bahkan dikatakan bahwa melahirkan adalah rasa sakit yang paling menyakitkan sepanjang kehidupan. Hal ini mempengaruhi kondisi mental dan fisik dari tiap perempuan yang baru saja melahirkan. Trauma pasca melahirkan, serta rasa sakit setelah berjuang bertaruh nyawa ini tidak lenyap begitu saja. Bayangkan jika mereka langsung kembali bekerja, justru jadi tidak maksimal karena kondisi tidak prima.

Selain ibu, juga menyangkut kesehatan bayi. Bayi terlahir dengan kondisi yang berbeda-beda, ada yang bisa langsung dibawa pulang atau justru ada yang harus menjalani perawatan intensif. Mereka membutuhkan perhatian dan perawatan khusus, karena kondisinya yang masih rentan. Di samping itu, selama beberapa bulan pasca lahir, mereka hanya boleh mengkonsumsi ASI saja atau susu formula dalam kasus tertentu.

Aksi buruh perempuan menuntut 14 minggu cuti melahirkan di depan Gedung DPR/MPR

Negara-negara Eropa cenderung lebih toleran dan memberi masa istirahat dalam waktu yang lama. Di Bulgaria misalnya, hak cuti diberikan selama 410 hari kepada ibu yang bekerja, dengan pemberian gaji sebesar 90 persen. Setelah masa cuti itu selesai, mereka bisa mengambil satu tahun lagi dengan pemberian gaji minimal sesuai aturan. Cuti di sana bahkan bisa ditransferkan kepada ayah atau kakek nenek yang masih bekerja, dari sang bayi.

Tidak heran jika studi di Eropa menunjukkan, angka kematian bayi usia 2–12 bulan berkurang sangat siginifikan, begitu pula usia 1–5 tahun, sejak peraturan cuti dengan tetap digaji diterapkan di sana. Menurut Huffington Post, sebenarnya masih belum jelas mengapa orang tua yang mengasuh anak di rumah berpengaruh terhadap baiknya pertumbuhan anak. Namun, berdasarkan riset, anak yang orang tua atau ibunya cuti melahirkan minimal tiga bulan, cenderung lebih jarang sakit, di antaranya berkat pemberian ASI ekslusif.

Sedangkan ibu yang kembali bekerja setelah cuti kurang dari tiga bulan, berakibat anak akan memiliki masalah perilaku dan rendahnya kemampuan kognitif pada usia empat tahun. Inilah yang menjadi bukti nyata betapa pentingnya cuti melahirkan ini. Tidak berhenti pada proses hamil kemudian melahirkan saja, membangun generasi yang kuat juga tak kalah penting.

Christopher Ruhm, dalam jurnal berjudul ‘Parental Leave and Child Health’, menyebutkan cuti melahirkan paling ideal adalah selama 40 minggu, demi kesehatan fisik dan mental anak, juga sang ibu. Jadi, aturan cuti di Indonesia yang hanya 3 bulan, apakah sudah cukup, ya? Yuk, share pendapatmu di kolom komentar!

Negara Dengan Cuti Melahirkan Terbaik

Aksi buruh perempuan di depan Gedung DPR/MPR medesak Konvensi ILO No 183 segera diratifikasi. (Foto: Herveen)

Menurut data yang dirilis oleh Institut Kesehatan dan Sosial, Universitas McGill, ternyata ada beberapa negara yang memberikan jatah cuti melahirkan lebih lama dibanding negara lain pada umumnya. Berikut ulasannya dilansir dari laman Business Insider, Senin (5/9/2016)

5. Serbia

Di Serbia, ibu yang baru melahirkan dapat mendapat cuti selama 20 hari. Di waktu tersebut, sang ibu juga tetap mendapat gaji tiap bulannya. Sementara itu, ayah mendapat jatah cuti satu minggu penuh. Setelah dua minggu cuti, ia masih bisa mendapat satu tahun cuti, namun gaji yang diterima tidaklah lagi penuh. Besaran gaji ditentukan dari jumlah cuti yang diambil oleh sang ibu.

4. Norwegia

Sistem di Norwegia sangat fleksibel dan menguntungkan bagi pasangan yang baru memiliki anak. Ibu dapat mendapat cuti selama 35 minggu penuh. Ia juga dapat memilih untuk mengambil cuti selama 45 hari dengan bayaran gaji yang dipotong sebesar 20 persen. Sang ayah bisa mengambil cuti hingga 10 minggu tergantung pendapatan dari sang istri.

3. Hungaria

Wanita yang baru melahirkan di Hungaria bisa mendapat jatah cuti selama 24 minggu penuh dengan potongan 30 persen pendapatan tiap bulan. Setelah 24 minggu tersebut, orang tua dapat mengambil 156 minggu cuti tambahan.

2. Estonia

Di sini, seorang ibu yang baru melahirkan bisa mendapat jatah cuti hingga 140 hari. Jatah tersebut bisa diambil 30 – 70 hari sebelum hari kelahiran tiba. Sang ayah bisa mendapat dua minggu penuh untuk cuti untuk menghabiskan waktu bersama sang anak. Setelah jatah cuti melahirkannya habis, kedua orang tua kembali mendapat tambahan 435 hari cuti yang dapat dibagi berdua tergantung dari rata-rata pendapatan yang dihasilkan.

1. Lithuania

Peringkat pertama ditempati oleh Lithuania. Ibu yang baru melahirkan mendapat jatah cuti sebanyak 18 minggu penuh. Sementara sang ayah mendapat jatah cuti sebanyak empat minggu. Setelahnya, kedua orang tua kembali mendapat jatah cuti sebanyak 156 minggu yang bisa dibagi berdua.

Fotografer: Herveen

Pos terkait