Urusan Keluarga No.1, Urusan Pilpres No.2

Jakarta, KPonline- “Kalo nyang sekarang mah ya, gua belon ada pilihan. Soalnye nyang sekarang aje kagak bener kerjaannye. Pencitraan” ujar Wak Rusli seraya mengungkapkan kekesalannya terhadap rezim yang berkuasa saat ini. Agak diplomatis memang, maklum saja, sebagai anak tertua didalam silsilah keluarga, agak sedikit “jaim”, mencoba bijaksana dan sepertinya agak pragmatis oportunistis. Apa yang diungkapkan oleh Wak Rusli bukan tanpa dasar, pasalnya beliau mengungkapkan pula, bahwa pernah menaruh harapan pada sang penguasa saat ini.

Lain lagi dengan Encang Rahman, yang lebih akrab disapa dengan panggilan Om ini. Dengan tingkat pendidikan yang cukup lumayan tinggi dan sudah kenyang dengan asam garam pengalaman hidup, Om Rahman lebih bermanuver untuk mendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden dari kubu nomor urut 02. ” Nampak jelas, kalo pasangan yang berkuasa saat ini “disetir” oleh pihak-pihak yang lebih berkuasa diatasnya. Bisa dilihat dari kebijakan-kebijakannya. Buruh-buruh mah tau kan ya, nyang begituan?” seraya bertanya sambil menoleh ke arahku.

Bacaan Lainnya

“Ya nggak gitu juga kali. Dia kan juga bangun infrastruktur. Jalan-jalan tol, Kartu Indonesia Pintar, kartu-kartu yang lainnya juga ada kok” jelas Bibi Diah, si bungsu yang dulu juga pernah menjadi pengurus serikat pekerja, di salah satu pabrik bonafide di Bekasi. “Prestasi-prestasi” petahana dikedepankan, agar mampu mempengaruhi pilihan yang lain. Apakah mendapatkan pengaruh dari Om Kusno, suaminya yang sangat pro terhadap penguasa saat ini? Ya mungkin saja. Mungkin iya, mungkin juga tidak.


Tapi yang pasti, ketika Ibu saya mau mengacungkan 2 jari, dengan berseloroh dan bercanda tentunya, Bibi yang paling bungsu dengan sedikit “mengancam”, melipat jari tengah Ibu dan berkata, “Ehh..ehh.. Rin, masih mao gua bayarin arisan nggak pake uang kontrakan?” canda Bibi Diah kepada Ibuku, anak ke-2 dari 9 bersaudara. Dan semua hanya bisa tertawa, ada pula yang senyam-senyum tidak jelas, bahkan ada pula yang diam saja. Yang jelas, pilihan ada didalam diri masing-masing.

Ngobrol “ngalor-ngidul” semenjak ziarah ke makam almarhum Engkong Raim Bin Bain, minum es doger cincau, sampai Bibi-bibi yang “centil-centil” nge-vlog ala alay-alay zaman now. Dan kesemuanya itu bermuara kepada obrolan tentang pilpres yang akan datang. Akhir pekan yang luar biasa, di akhir Maret 2019 ini. Dan ada banyak hal yang saya dapat dari keluarga besar keturunan Betawi ini. Saya banyak belajar arti dari sebuah demokrasi, bahwa demokrasi akan terasa baik jika sudah paham dan saling memahami. Tidak ada paksa memaksa, tidak ada saling mempengaruhi dengan cara-cara yang tidak baik. Berdemokrasilah yang baik, itulah intinya.

Bagaimana dengan saya? Bagi saya, untuk urusan keluarga, adalah urusan yang nomer 1. Tidak bisa diganggu gugat. Tapi untuk urusan pilpres, bagi saya adalah nomer 2. Gitu aja kok repot. (RDW)

Pos terkait