Upah Di Bawah UMK: Miskinkan Pekerja Secara Struktural Dan Bukan Jaminan Perusahaan Akan Mampu Bertahan

Di PHK, buruh PT Dada Indonesia berjuang menuntut hak-haknya.

Purwakarta, KPonline – Rabu, 9 Oktober 2019. Kebijakan upah murah melalui upah di bawah UMK, telah mendorong banyak pengusaha dan salah satunya PT. Dada Indonesia untuk mendirikan usaha garmen yang terintegrasi secara global serta strategis dalam menjangkau pasar asia dengan upah buruh murah di Kabupaten Purwakarta. Akibat kebijakan upah murah, pengusaha yang bergerak di dalam sektor industri garmen tersebut bisa meraih keuntungan besar yang memiskinkan buruh secara struktural untuk selanjutnya.

Dalam pelaksanaannya dan merupakan bagian dari suatu strategi untuk bisa memberikan upah murah, PT. Dada Indonesia mencoba tanpa rasa malu membentuk opini publik yang meyakinkan. Dengan alasan tidak akan mampu melanjutkan usaha atau akan melakukan relokasi, bila pemerintah memaksakan sistem pengupahan dengan upah minimum kabupaten atau kota (UMK).

Bacaan Lainnya

Selain daripada itu, demi menciptakan lapangan kerja dan menjaga keberlangsungan pekerja untuk tetap bekerja serta merawat iklim investasi adalah jargon yang paling sering mereka ajukan. Tak lain dan sebetulnya hal tersebut mereka lakukan hanya untuk mendapatkan dukungan semata dari pemerintah. Agar mereka bisa mempertahankan upah murah yang bisa diberlakukan kepada pekerja.

Lambat laun, seiring berjalannya waktu. Setelah membayarkan upah pekerja di bawah upah minimum kabupaten atau kota (UMK), pabrik garmen yang berada di Purwakarta tersebut pun gugur alias tutup. Celakanya setelah tutup, mereka mencoba pergi tanpa ragu dan kembali pura-pura tidak mampu melaksanakan kewajiban mereka sesuai pasal 156 undang-undang ketenagakerjaan no. 13 tahun 2003 dimana selaku pelaku usaha, mereka wajib untuk memberikan hak pekerja yaitu berupa uang pesangon.

Elni Susanti selaku pekerja PT. Dada Indonesia dan sekaligus ketua PUK SPAI FSPMI PT. Dada Indonesia mengatakan kepada awak media perdjoeangan bahwa sebelum perusahaan mereka tutup. Sejak tahun 2014, PT. Dada Indonesia mulai melakukan penangguhan upah kepada pekerja. Padahal para buyer dan brand besar mereka tidak setuju atas upah di bawah UMK yang dilakukan oleh perusahaan. Sehingga akibat hal tersebut, para buyer dan brand besar yang salah satunya adalah adidas pun menarik orderan dari PT. Dada Indonesia.

Dengan perginya para buyer dan brand besar seperti adidas, membuat PT. Dada tidak mampu bertahan. Kemudian dimanakah tanggung jawab mereka selaku pelaku usaha kepada pekerja dan pemerintah, atas hal yang sudah mereka lakukan dan berhujung tutupnya perusahaan? Bukankah pemerintah telah menyetujui keinginan mereka dengan kebijakan upah di bawah UMK.

“Seharusnya pemerintah lebih tegas dalam bersikap untuk mengambil tindakan kepada perusahaan yang memberikan upah di bawah UMK. Apabila ada ijin memberlakukan upah di bawah UMK, melalui penangguhan. Maka Pemerintah dan Disnakertrans wajib kroscek ulang. Lalu apakah setelah batas waktu penangguhan, pengusaha melaksanakan kewajibannya dalam membayarkan selisih upah yang harus diberikan kepada pekerja,” ucap Elni.

Dengan begitu, bisa ditarik kesimpulan bahwa upah di bawah UMK hanya akal-akalan pengusaha saja. Walau sudah diberi keringanan oleh pemerintah dengan alasan yang sudah mereka ajukan, buktinya kini mereka tutup pabrik dan tidak melaksanakan kewajiban mereka kepada pekerja dengan sebagaimana-mestinya, seperti apa yang sudah mereka lakukan sebelum tutup pabrik.

Elni berharap dan berpesan kepada pemerintah; “Jangan selalu percaya atas laporan yang sudah diberikan oleh pengusaha. Kemudian pemerintah juga harus memperhatikan segala ketentuan normatif yang telah diatur dalam peraturan undang-undang ketenagakerjaan yang berlaku. Sehingga untuk selanjutnya, pekerja/buruh, buyer dan pengusaha bisa bekerja sama dengan baik. Di bawah pengawasan atau monitoring pemerintah yang benar, bersih dan tidak memihak ke satu arah atau satu sisi,” tambahnya.

Pos terkait