Tuduhan Seword.com dan Hal-hal yang Perlu Diluruskan Terkait Said Iqbal

Jakarta, KPonline – Tulisan dalam seword.com penting untuk ditanggapi. Terutama yang berjudul ‘Said Iqbal, Presiden “Buruh” Pembakar Bunga Untuk Ahok-Djarot Ternyata Kader PKS’  yang diterbitkan pada tanggal 2 Mei 2017. Situs seword.com memang dikenal dengan artikel-artikelnya yang mendukung penuh Presiden Jokowi.

Sebenarnya saya tak mempermasalahkan posisi itu. Di era kebebsan dan keterbukaan informasi ini, siapapun boleh memberikan pernyataan dukungan. Baik terbuka maupun secara sembunyi. Hanya saja, yang patut disayangkan, jika dukungan yang diberikan membuat gelap mata dan menyampaikan pernyataan secara membabi buta yang menjurus pada fitnah.

Bacaan Lainnya

Salah satu yang “diserang” oleh seword.com adalah Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sekaligus Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Said Iqbal. Jika kita cermati, ada banyak tulisan tentang ini. Dugaan saya, hal ini disebabkan karena Said Iqbal terbilang sangat berani dalam mengkritisi kebijakan Presiden Jokowi.

Tidak semua hal dalam tulisan itu akan saya tanggapi. Saya hanya ingin meluruskan beberapa keliruan mendasar dalam artikel yang ditulis oleh Nafys.

Pertama, seword.com menyebut Said Iqbal sebagai Presiden KSPI  sekaligus Presiden FSPMI yang “buruhnya” membakar karangan bunga kepada Pak Ahok-Djarot pada peringatan Hari Buruh kemarin ??? 

Nafys membuat kekeliruan yang sangat mendasar, sejak dalam pembuat judul. Mustinya Nafys mengecek lagi, benarkan pembakaran bunga itu dilakukan oleh “buruhnya” Said Iqbal? Bahwa benar, Said Iqbal adalah Presiden KSPI dan FSPMI. Tetapi fakta di lapangan, pembakaran karangan bunga untuk Ahok-Djarot itu tidak dilakukan oleh anggota KSPI maupun FSPMI.

Dalam aksi peringatan hari buruh itu ada banyak elemen buruh yang hadir. KSPI hanya salah satu elemen yang turun ke jalan. Namun demikian, tidak bisa dikatakan, bahwa KSPI lah yang melakukan pembakaran.

Lantas siapa yang melakukan? Nafys dan seword.com bisa searching sendiri soal ini. Saya tidak mengajarkan bagaimana caranya.

Kedua, seword.com menyebut Said Iqbal sebagai salah seorang kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS)

Said Iqbal tidak membantah, bahwa dia pernah menjadi caleg PKS dari Kepulauan Riau pada tahun 2009. Tetapi Said Iqbal bukanlah anggota, apalagi kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Kepesertaan Said Iqbal menjadi caleg 2009 adalah mewakili unsur buruh, dan bukan mewakili anggota PKS. Keinginan Said Iqbal menjadi caleg pada saat itu karena dia diminta oleh buruh di Kepri untuk memperjuangkan aspirasi kaum buruh melalui jalur parlemen. Said Iqbal menyakini, suara buruh harus terdengar di ruang-ruang pengambilan keputusan. Tetapi setelah itu, Said Iqbal tidak pernah lagi ikut Pemilu. Baik dari PKS atau partai lain.

Hal ini juga ditegaskan oleh Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahudin yang juga merupakan adik kandung Said Iqbal menjelaskan, bahwa Said Iqbal tidak pernah menjadi anggota parpol manapun sejak lahir. Menurutnya, Pemilu 2009 dengan persyaratan menjadi caleg pada Pemilu 2009 berbeda dengan syarat caleg pemilu 2014. Pemilu 2009 tidak mewajibkan caleg menjadi anggota parpol yang mengusulkannya, sedangkan Pemilu 2014 caleg wajib menjadi anggota parpol bersangkutan.

Dalam Pemilu 2014, Said Iqbal kembali ditawari oleh banyak parpol untuk menjadi caleg, tetapi dia menolaknya. “Saya bukan anggota partai politik, bukan pengurus partai. Perjuangan ini hanya semata memperjuangkan nasib buruh,” ujar Said Iqbal.

Namun demikian, Said Iqbal tidak anti partai.  Said Iqbal bahkan mendorong kader-kader KSPI untuk terlibat dalam Pemilu 2014, sebagai bagian dari apa yang disebutnya ‘Buruh Go Politik’. Secara spesifik, dia tidak mengarahkan ke partai politik tertentu. Beberapa kader KSPI yang kemudian terpilih menjadi anggota DPRD antara lain Nurdin Muhidin (melalin PAN) dan Nyoemarno (melalui PDI-P). Tahun ini, dalam Kongres FSPMI-KSPI memutuskan untuk mendukung Obon Tabroni untuk maju dalam Pilkada Kabupaten Bekasi melalui jalur independen. Said Iqbal aktif mendorong kaum buruh untuk mendukung Obon dan bahkan sempat ikut terjun ke lapangan untuk mengumpulkan KTP.

Jika benar Said Iqbal adalah kader PKS (dan memang Said Iqbal bukan anggota PKS), pastilah Said Iqbal akan menyuruh kader-kader FSPMI dan KSPI untuk maju melalui PKS. Buktinya, Said Iqbal tidak melakukan hal itu.

Ketiga, seword.com mengatakan Said Iqbal “memprovokasi” buruh untuk melawan Ahok.

Setiap pemimpin buruh melihat persoalan dari sudut pandang buruh. Pun begitu juga dalam mengorganisir perlawanan. Selalu, cara-cara gerakan buruh yang dipakai. Lihat kata-kata yang digunakan: aksi, demo, mogok, kepung. Terkesan seram, memang. Tetapi itu adalah hal biasa dalam pegerakan.

Saya tahu, jika para pendukung Ahok akan panas kuping ketika mendengarnya. Terlebih hal itu menyangkut junjungannya. Menyinggung kepentingannya. Sejak negeri ini masih di ketiak kolonial, seruan si Raja Mogok Suryopranoto pun banyak yang tak menyukai. Beragam cara digunakan untuk melemahkan.

Zaman orde baru? Jangan ditanya. Buruh dipaksa masuk ke barak, eh pabrik. Jangan ngomong politik dan mengkritik rezim. Persis saat ini lah, ketika kaum menengah ngehek ngomporin bahwa urusan buruh cuma sekedar bisa kerja.

Zaman berubah. Said Iqbal berbeda. Dia nyaris tak pernah kompromi dengan kebijakan penguasa yang dianggapnya salah. Bagi saya, ini semacam kesadaran, bahwa yang utama untuk memperbaiki kebijakan yang salah boleh dengan melakukan demonstrasi. Sebab sekedar mengirimkan do’a adalah selemah-lemahnya iman.

Kembali ke soal Ahok. Ini adalah tentang kebijakannya. Dalam petisi yang disampaikan pada saat longmarch berjalan kaki dari berbagai penjuru Jakarta, jelang peringatan Kemerdekaan RI, KSPI merilis 10 kegagalan Ahok. Dalam hal ini, sebagai bagian dari elemen masyarakat, buruh merasa perlu untuk menyuarakan aspirasinya.

Saat itu KSPI khawatir, ketika Ahok kembali memimpin Jakarta, kebijakan reklamasi, penggusuran, dan upah murah akan dilanjutkan.

Melawan Ahok berarti berdiri di samping nelayan yang kehilangan laut untuk mencari ikan. Melawan Ahok berarti sebuah upahya untuk menghentikan ketimpangan si kaya dan si miskin yang menurut BPS Jakarta semakin lebar.

Jadi, ini bukan provokasi. Ini adalah semacam kontrol sosial dari gerakan buruh agar masyarakat DKI Jakarta tidak mengalami dua kali kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat, seperti penggusuran dan reklamasi.

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *