Persiapan Mental Dalam Menyambut Masa Pensiun

masa tua bahagia ( image : ww.bankonyourself.com)

Jakarta, KPOnline- Bagi karyawan, ada 2 macam pensiun : pensiun reguler atau pensiun normal dan satu lagi pensiun dipercepat. Pensiun reguler adalah ketika karyawan memasuki usia tertentu, 55 tahun atau 56 tahun bagi karyawan pada umumnya dan bisa lebih maupun kurang untuk profesi lainnya.

Ada lagi pensiun dipercepat, atau karyawan memasuki masa purna bhakti sebelum usia yang seharusnya tadi. Pensiun dipercepat ini ada dua macam lagi : ‘dipaksa’ pensiun atau dengan sengaja mengambil pensiun lebih awal, dengan berbagai alasan.

Bacaan Lainnya

Lepas dari itu semua, yang harus dipahami oleh karyawan adalah masa pensiun bukanlah akhir dari hidup dan ujung dari semua karya. Pada sebagian orang, masa pensiun justru adalah ‘kurva kedua’ dalam hidupnya, yakni masa produktif berikutnya setelah masanya sebagai pegawai usai. Contohnya adalah profesi akademik dan ahli kesehatan seperti dokter dimana sebelumnya mereka mengabdi sebagai pegawai.
Ada yang melanjutkan sebagai pengajar, penulis buku, menuntut ilmu baru, membuka klinik dan layanan konsultansi. Di negara maju seperti di Jepang dan negara Eropa, usia 70 tahun masih merupakan fase berpenghasilan dan bermanfaat bagi lingkungan.

Namun, di sekitar kita lebih banyak lagi yang kemudian ‘mandeg’ ketika memasuki masa pensiun. Kehilangan gairah dan produktifitas. Selanjutnya menjadi beban dan sakit-sakitan. Sementara ladang amal dan karya masih terbuka luas di luar kehidupan rutinnya selama ini bekerja sebagai karyawan. Bahkan, sebelum memasuki masa pensiun pun, sebagian karyawan telah dihantui ketakutan, khawatir terhadap kehidupannya setelah non-aktif.

Yang paling besar adalah tekanan psikologis : perasaan tidak berguna di hadapan keluarga dan tetangga, perasaan tak mampu lagi mencari sumber penghasilan, perasaan tidak ada lagi yang menghargai karena mungkin selama bekerja posisinya cukup tinggi secara jabatan.

Ini diluar kenyataan juga bahwa ketika memasuki masa pensiun kondisi makin tua dan tubuh mungkin akan dihinggapi penyakit degeneratif, kemampuan seks yang menurun, keharmonisan rumah tangga yang makin hambar, kemampuan dan kapasitas otak serta tubuh untuk berkarya juga semakin menurun. Tapi hal psikis memang paling banyak ditemukan menjadi sebab menurunnya kondisi karyawan yang memasuki masa pensiun.
Untuk ‘bertahan’ banyak kisah mengelabui diri sendiri, dimana para pensiunan mencoba ‘tampak berarti’ di hadapan tetangganya dengan cara tetap keluar rumah setiap pagi, seolah sedang berangkat kerja.

Sorenya kembali ke rumah berlagak pulang kerja. Ini paling sering terjadi pada karyawan yang diminta pensiun mendadak oleh perusahaannya. Ia tak siap mental dan belum punya aktivitas pengganti di luar pekerjaannya. Efeknya, tekanan psikologis terasa sangat menyiksa dan biasanya merembet pada kesehatan tubuhnya.

Sementara itu, para pegawai yang lebih mungkin mengabdi hingga akhir masa tugasnya, seperti Pegawai Negeri Sipil, atau karyawan BUMN yang menganut “Long Life Employment” (masuk kerja hingga pensiun di tempat yang sama), banyak pula yang tak bersiap diri. Padahal banyak sekoci yang ia bisa persiapkan sejak lama, misalnya :
1. Bekal keuangan yang cukup dan tertata.
2. Ilmu pengelolaan keuangan yang mumpuni.
3. Aktivitas berikutnya yang dibangun sejak awal, seperti aktivitas sosial-kemasyarakatan dan bisnis

Betul perlu kesungguhan untuk mempersiapkan masa pensiun agar menjadi masa indah berikutnya dalam kehidupan. Yang pasti, jauh lebih mudah jika mempersiapkannya sejak dini. Contoh, bagi pegawai negeri atau karyawan BUMN, bekal keuangan (pesangon/ dana pensiun, jaminan hari tua, dana kesehatan) telah diatur oleh perusahaannya atau lembaga keuangan pihak ketiga, sehingga ketika memasuki masa pensiun, ia tinggal ‘menikmatinya’.

Jika ia ingin masa tuanya lebih terjamin secara finansial, maka perbesar saja alokasi dana untuk investasi misalnya. Atau mulai merintis bisnis rumahan untuk ia tekuni lebih jauh saat pensiun nanti.
Demikian juga investasi dalam bentuk lain, seperti kesehatan dan kebugaran, jaringan sosial/ networking, aktivitas informal dan lainnya. Semua bisa jadi bekal memasuki masa pensiun tanpa ragu akan kehilangan kehidupan rutin yang selama ini dijalani. Malah menjadi ruang berekspresi baru dengan leluasa karena masa pensiun berarti tak lagi ada ikatan jam kerja seperti selama ini menjadi pegawai.

Apakah pensiun itu? “Jika kita mengibaratkan hidup ini sebagai sebuah perjalanan, pensiun adalah titik berhenti, untuk kembali melanjutkan perjalanan seseorang bisa saja pensiun karena memang usianya sudah masuk dalam kriteria tersebut. Ataupun karena dia memutuskan untuk pensiun. Jadi pada dasarnya, berkarir di perusahaan lain atau berbisnis lewat perusahaan Anda sendiri, Anda perlu berhenti sejenak untuk menata ulang tujuan hidup Anda.

Pemerintah lewat PP No.32/1979, tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil, menetapkan bahwa usia pensiun di kisaran angka 56. Kebijakan ini tentu saja diikuti oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia. Nyaris 34 tahun kemudian peraturan ini tidak banyak berubah. Hanya terjadi ‘perpanjangan’ batas pensiun untuk PNS yang menduduki eselon I , eselon II ataupun jabatan profesional yang awalnya maksimal hanya sampai usia 60 tahun menjadi 62 tahun.

Batas usia pensiun bagi pebisnis bisa jadi akan lebih fleksibel tergantung dari skill dan knowledge yang dimilikinya. Namun berapapun usia pensiun yang Anda pilih, persiapan yang matang dalam menyambut pensiun mutlak ada lakukan.

Inilah istilah yang kerap ‘menjerumuskan’ orang bahwa masa pensiun adalah masa-masa emas yang menyenangkan untuk dinikmati. Benarkah? “Golden age hanya semacam istilah,” ujar Viko yang sepakat bahwa masa pensiun bisa menjadi masa emas ketika kita sudah menyiapkannya dengan baik. Yang sering dilupakan orang adalah proses menuju masa keemasan itu.”

Seseorang bisa disebut berada dalam level golden age ketika seseorang bisa mempertahankan standar hidupnya sama seperti sebelum ia pensiun. “Kebanyakan masyarakat Indonesia hanya concern pada tahun saat dia berhenti bekerja. Pada kata pensiunnya.Untuk sebagian orang, momen ini dimanfaatkan untuk berpindah kuadran atau pindah karir. Inilah yang disebut kuadran kedua.

Contoh, setelah pensiun sebagai seorang eksekutif pemasaran, Anda bisa pindah kuadran menjadi seorang dosen. Atau berbisnis. Di sisi lain ada pula yang setelah pensiun mencoba meneruskan kembali passion nya yang terbengkalai karena kesibukan berkarir.

Ketika Anda berhenti berkarir dan memutuskan untuk mendalami kegiatan sosial atau lebih fokus pada kegiatan keagamaan, landasan finansial Anda mutlak harus kuat. Keluarga harus menjadi prioritas nomor satu. Setelah itu, Anda boleh menuruti kata hati

Mana Dulu: Mental atau Finansial?

Jika pemerintah menyiapkan dana pensiun untuk para pegawai negeri sipil dan perusahaan menyediakan tunjangan pensiun untuk karyawannya, lucunya tidak satu pihakpun yang membantu persiapan mental mereka yang memasuki masa pension, Ini yang sering dilupakan.

Kebanyakan orang hanya menyiapkan segi finansial. Padahal persiapan mental itu sangat penting.. Sebagai kepala rumah tangga, Anda tetap akan memikul tanggung jawab sebagai pemimpin keluarga. Ketika dari segi finansial Anda tercukupi, namun ada kesenjangan dalam hal persiapan mental, kemungkinan besar finansial Anda akan terkuras lebih banyak, untuk pengobatan karena sakit yang diakibatkan stres ataupun karena Anda dan keluarga melakukan impulsive buying besar-besaran.

Sayangnya, baik pemerintah sebagai ‘bos’ dari para PNS dan perusahaan-perusahaan, tidak memberikan pembekalan mental menjelang pensiun. “Perusahaan hanya berkewajiban memberikan tunjangan pensiun sesuai peraturan Departemen Tenaga Kerja. Tapi tidak wajib memberikan pembekalan.

Kalaupun ada perusahaan yang memberikan pembekalan tersebut, itu merupakan bentuk kepedulian dari perusahaan kepada karyawannya.Hal yang perlu disoroti bahwa perusahaan tidak melakukan itu karena tidak ada profit untuk perusahaan. “Padahal sebetulnya ada. Dengan diadakannya pembekalan itu para karyawan akan sangat loyal terhadap perusahaan. Dia akan berpromosi terus bahkan hingga dia pensiun bahwa perusahaan tempatnya pernah bekerja adalah perusahaan yang bagus.Namun jika tidak, ini akan menjadi perjuangan Anda sendiri.”

Pensiun Bukan Bencana

Sebagian orang masih melihat fase pensiun sebagai bencana. Ia merasa semakin tua, tidak berdaya, tidak berguna dan orang-orang di sekitarnya tidak lagi menghargainya seperti ketika ia masih menjabat.
Pada titik inilah biasanya muncul power post syndrome. Hal ini sebagai hukum tabur tuai. Ketika Anda masih menjabat Anda sering membuat keputusan yang tidak bijak dan berlaku semena-mena, sudah pasti orang-orang akan berteriak kegirangan ketika Anda pensiun.

Saat terlambat menyadari itu, Anda kontan akan merasakan sindrom tersebut. Jadi jangan salahkan pensiun Anda ketika hal itu terjadi.”Pensiun menjadi berkah dalam hidup Anda ketika Anda bisa menikmati kebahagiaan sekecil apapun yang datang kepada Anda.(ardi/Koran Perdjoeangan )

Pos terkait