Sekarang Saat yang Tepat Melaksanakan Jaminan Pensiun

Jakarta,KPOnline – Belum siapnya Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) jaminan pensiun ditenggarai sebagai salah satu bukti ketidak seriusan pemerintah dalam menjalankan jaminan pensiun di Indonesia. Benarkah demikian? Berikut wawancara lengkap dengan Rony Febrianto, Vice Presiden FSPMI dengan reporter KP.

Sampai hari ini RPP Jaminan Pensiun belum juga siap. Menurut anda apa latar belakang tertundanya RPP tersebut?

Roni Febrianto, Vice Presiden FSPMI
Roni Febrianto, Vice Presiden FSPMI

Ada beberapa faktor yang membuat RPP ini tertunda. Antara lain belum adanya perhitangan aktuaria yang jelas, Kementerian keuangan juga belum memberikan laporan detil. Disisi lain pemerintah yang seharusnya fokus menyelesaikan RPP jaminan pension, malah disibukkan dengan pembuatan aturan baru terkait pension PNS. Dalam hal ini pemerintah merencanakan tahun 2017 pensiun PNS bukan dari APBN lagi namun dibebankan pada iuran PNS. Artinya pemerintah tidak serius membuat RPP terkait pelaksanaan jaminan pensiun wajib untuk seluruh pekerja formal, pemerintah lebih memilih menyibukkan diri mengutak atik aturan yang sebenarnya sudah berjalan selama ini. Parahnya lagi perhatiaan pemerintah kembali teralihkan rencana penarikan subsidi, kenaikan harga barang dan lainnya. Sehinga skala prioritas kerja pemerintah dipertanyakan.

Menurut informasi yang kami terima masalah besaran iuran dan besaran manfaat yang diterima menjadi kendala utama mengapa hingga hari ini RPP tersebut belum selesai?

Benar sekali, pemerintah dan pengusaha mengusulkan besaran iuran pensiun 5 – 8 persen dengan manfaat sebesar 25 – 30 persen upah terakhir. Sedangkan buruh minta iuran minimal 15 persen dengan manfaat minimum 75 persen upah terakhir.

Apa alasan buruh menuntut demikian?

Jika menggunakan logika pemerintah dan pengusaha, sebagai ilustrasi dengan upah saat ini 1 juta rupiah, maka dengan rata-rata kenaikan upah 10 persen, maka tahun 2035 (asumsi pensiun tahun 2035) buruh hanya mendapat pensiun sebesar 1,4 juta rupiah (iuran 8 persen, manfaat 33 persen), jelas jumlah tersebut tidak rasional. Namun dengan menggunakan perhitungan buruh maka didapat uang pensiun tahun 2035 sebesar 4 juta rupiah (iuran 15 persen, manfaat 75 persen).

Alasan lain?

Kita juga tidak boleh lupa ada 3 hal penting yang menjadi alasan utama mengapa iurannya minimal harus 15 persen dengan manfaat minimum 75 persen upah terakhir. Pertama, rakyat harus tetap memiliki penghasilan yang cukup guna mememenuhi kebutuhan hidupnya saat memasuki usia pensiun, kedua, buruh harus dibiasakan untuk menabung, ketiga, pemerintah wajib mempertahankan daya beli masyarakat.

Apa yang akan dilakukan buruh, jika pemerintah bersikeras tidak mau mengakomodir keinginan buruh?

Kami tidak mau berandai-andai. Namun yang pasti saat ini kami sudah membentuk tim khusus yang menggarap jaminan pensiun. Tim tersebut akan melakukan pertemuan dengan DPR RI (direncanakan awal April 2015), Kementerian Keuangan dan Presiden RI. Sebagai catatan, pada perayaan May Day (1 Mei 2015) isu jaminan pensiun akan menjadi salah satu isu yang kami angkat. Seperti biaya perayaan May Day bisa dipastikan akan diikuti oleh ratusan ribu hingga jutaan buruh di seluruh Indonesia.

Anda yakin 1 Juli 2015 jaminan pensiun bisa terlaksana?

Kita harus optimis terlepas dari berbagai perdebatan yang saat ini terjadi. Karena sekarang merupakan waktu yang sangat tepat memulai jaminan pensiun di Indonesia. Berdasarkan proyeksi BPS tahun 2013 persentase usia produktif (18-55 tahun) berbanding usia tidak produktif (dibawah 18 tahun – diatas 55 tahun) adalah 75 persen : 25 persen. Tahun 2025 nanti akan menjadi 30 persen – 70 persen dan tahun 2035 menjadi 35 persen – 65 persen. Proyeksi ini menjelaskan tidak mungkin menunda-nunda pelaksanaan jaminan pensiun. Mumpung jumlah penduduk usia produktif di Indonesia masih sangat tinggi dan saya yakin pemerintah juga tahu akan hal ini.