Menanggapi Pernyataan Jari 98

Jakarta, KPonline – Seperti diketahui, kaum buruh yang tergabung Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan secara terbuka akan melakukan aksi Mogok Nasional (Monas) pada 2 Desember mendatang. Berbarengan dengan Aksi Bela Islam (ABI) III yang akan digelar di Monas.

Seperti diberitakan sejumlah media, rencana aksi KSPI yang dipimpin Said Iqbal yang digelar pada hari yang sama dengan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) mendapat tanggapan dari berbagai pihak. Salah satunya, dari aktivis 98 yang tergabung Jaringan Aktivis Reformasi Indonesia (Jari 98). Mereka menyayangkan sikap ngotot Said Iqbal yang menghiraukan himbauan Kapolri agar menunda aksinya tersebut.

Bacaan Lainnya

“Buruh KSPI ya legowo saja, ditunda dulu lah aksinya dengan hari lain. Jangan sampai mengganggu kekhusyu’an acara ibadah. Masa di Monas dzikir-dzikir, disebelah Balaikota dan Istana teriak-teriak orasi. Jangan lah ganggu kesucian ibadah umat muslim yang mendengarkan tausiyah dan istighosah akbar,” tegas Ketua Presidium Jari 98 Willy Prakarsa, seperti dikutip Berita Satu, pada Selasa (29/11).

Lebih lanjut, Willy memastikan tidak semua serikat buruh di Indonesia sepakat dalam aksi Monas yang digagas KSPI pada demo 212 tersebut. Dia menyakini suara buruh terpecah dengan konsep isu Monas KSPI.

“Saya yakin buruh juga berpandangan KSPI tidak arif dan bijaksana ketika memutuskan aksi Monas berbarengan dengan ABI III di 212,” ujarnya.

Tanggapan KSPI

Terkait dengan pernyataan Jari 98, Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, bahwa Willy Prakarsa tidak mengetahui persoalan. Menurut Iqbal, KSPI mendukung dan menghormati sepenuhnya apa yang di lakukan GNPF MUI. Hal ini, karena, ada irisan kepentingan yang sama antara apa yang diperjuangkan KSPI dan GNPF MUI. Sama-sama memperjuangkan penegakan hukum.

Iqbal membantah jika KSPI menganggu kekusyukan ibadah dzikir yang akan dilakukan GNPF MUI. Karena tempatnya terpisah. Lebih dari itu, jika GNPF MUI hanya sampai jam satu siang, KSPI akan melanjutkan aksinya hingga sore hari.

Pria yang saat ini menjabat sebagai pengurus pusat ILO ini meminta agar aksi KSPI tidak dipertentangkan dengan aksi yang dilakukan GNPF MUI.  “Karena kami memiliki tujuan yang sama,” katanya.

KSPI justru menuding, pihak-pihak yang ingin agar buruh tidak turun ke jalan pada tanggal 2 Desember, hendak mereduksi makna gerakan 212 hanya sebagai peristiwa keagamaan semata.  Semata-mata tausiyah dan istighosah akbar. Padahal, kata Iqbal, tuntutan dalam gerakan 212 tidak bergeser. Umat muslim menuntut agar Ahok di tahan. Sementara buruh mengusung dua tuntutan: Cabut PP 78/2015 dicabut dan Penjarakan Ahok.

KSPI melihat hal ini lebih karena persoalan penegakan hukum. Equality bofore the law. Setiap orang harus diperlakukan sama di hadapan hukum. Setinggi apapun jabatannya dalam pemerintahan.

Soal penistaan agama diatur dalam Undang-undang. Itu artinya, penistaan agama menjadi hukum positif di Indonesia. Lagipula, Ahok bukan satu-satunya yang ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus ini. Bahkan ada yang di vonis bersalah. Karena itulah, KSPI ikut mendesak agar proses hukum berjalan adil.

“Bukankah Ahok sudah ditetapkan sebagai tersangka. Proses hukum sedang berjalan. Percayakan pada aparat kepolisian,” kata sebagian orang.

Dalam hal ini, KSPI memiliki pengalaman pahit soal dugaan pelanggaran hukum yang diduga dilakukan oleh Ahok. Sebelumnya, KSPI juga memperkarakan dugaan korupsi yang dilakukan Ahok di RS Sumber Waras, dan sebagainya. Bahkan BPK sudah mengatakan ada kerugian negara. Tetapi kemudian Ahok dinyatakan tidak bersalah. Atas dasar itulah, KSPI tidak ingin kecolongan untuk yang kedua kali.

Hal lain yang harus diluruskan, tidak benar buruh mendompleng aksi umat Islam. Dalam aksi 212 nanti, buruh melakukan mogok nasional yang dilakukan dalam bentuk unjuk rasa nasional. Pemberitahuan ke Mabes Polri dilakukan terpisah, atas nama KSPI. Sedangkan GNPF MUI, pada hari yang sama, juga melakukan aksinya sendiri.

Kedua element yang akan melakukan aksi dalam waktu bersamaan ini tidak akan saling melemahkan.

Misalnya, tiba-tiba ada elemen petani yang juga akan melakukan aksi pada 212 untuk menyuarakan tuntutan mereka. Apakah kita akan mengatakan para petani itu akan mendompleng? Terlalu gegabah jika kita menyimpulkan demikian. Oleh karena itu, kita harus memaknai 212 adalah gerakan rakyat untuk keadilan. Gerakan untuk menyuarakan penegakan hukum.

 

Pos terkait