Krisis Adab, Sopan Santun Dan Kepedulian Kepada Sesama

Bogor, KPonline -“Silahkan, Mbak” ucap seorang ibu paruh baya, sambil menyodorkan amplop peduli yatim dan dhu’afa kepada para pengunjung yang lalu-lalang disebuah mall terbesar di seputaran Cibubur. Ibu yang aku perkirakan berusia sekitar 50 tahuanan itu berdiri di pintu masuk mall tersebut setiap hari. Setiap hari!

Kuperhatikan senyum getir ibu tersebut, tatkala amplop yang disodorkannya ditolak dengan cara yang paling halus ataupun dengan tidak diindahkan keberadaan dirinya. Namun dengan semangatnya, dia tetap saja menyodorkan amplop-amplop tersebut ke para pengunjung yang asik dengan dunia mereka masing-masing. Berharap para pengunjung mall menerima dan mengisi amplop tersebut dengan rupiah.

Bacaan Lainnya

Miris. Orang-orang seolah-olah tidak melihat keberadaan ibu tersebut. Melirik pun tidak. Menjawab dengan sekedar senyuman atau anggukan pun enggan. Dianggap ataupun tidak, sang Ibu tetap berdiri, dan tetap tersenyum walaupun dengan penuh kegetiran.

Ku hampiri si ibu dengan senyum getirnya. Dia membalas sekedarnya. Agak acuh. Entahlah, mungkin karena si Ibu mulai bosan, karena banyak orang yang tidak memberi. Dan aku menganggap, sungging senyumanku ini sebagai bentuk kata “maaf” buat si Ibu. Diluar harapanku, si ibu tidak menyodorkan sebuah amplop pun kepadaku. Dan tanpa sadar, aku meminta amplop tersebut kepadanya.
Setelah selesai mengambil sejumlah uang di ATM di salah satu sudut mall tersebut. Aku menyelipkan sedikit uang jajanku. Tak banyak memang.
Aku memberikan kembali amplop tersebut kepada ibu tadi begitu keluar pintu mall. Si ibu memperlihatkan mimik wajah senang dan bahagia. “Terima kasih banyak. Terima kasih” ujarnya singkat.
“Semoga selalu terlihat senyum itu” harapku dalam hati, sambil mengangguk menjawab ucapan terima kasihnya.

Hal-hal seperti ini yang menarik perhatianku. Kadang-kadang muncul perasaan merasa sedih, menyaksikan pemandangan yang menguras air mata. Begitu banyak pengunjung mall, tak sedikit dengan tujuan bersenang-senang dan menghamburkan uang. Tapi merasa tidak peduli dengan orang yang meminta bantuan seikhlasnya dari kita.

Apakah ada dari sekian banyak pengunjung yang memikirkan ibu itu?
Apa ibu itu sudah makan? Atau sekedar memberinya seteguk air minum untuk melepas dahaga dan rasa haus, atau mungkin lebih dari itu, juga sekaligus melepas rasa lapar.
Aku mulai menaiki motor yang dikemudikan oleh adikku. Sambil memikirkan hal-hal tadi.

Ada banyak hal terlintas dalan fikiranku setelah melihat kejadian tadi. Ada hal yang positif dan juga hal yang negatif, yang mulai berperang di pikiran dan alam bawah sadarku.

“Mungkin orang-orang membawa uang pas-pasan” pikirku. Mungkin saja bukan. Tapi aku kesal begitu mengingat mereka mengacuhkan ibu itu.

“Mungkin mereka sudah beramal diluar sebelum menerima amplop yang disodorkan si ibu”. Tapi aku geram, mengingat tak ada sedikit pun senyuman yang diperlihatkan oleh para pengunjung untuk ibu tersebut.

Seberapa susah mereka sekedar bilang ma’af, atau sekedar mengangkat sedikit tangan sebagai isyarat atau lemparkan senyuman sebagai bentuk dukungan moral. Atau merogoh kocek dan kantong, menyelipkan sedikit rupiah diamplop-amplop yang disodorkan.

Ah…. Ternyata di negeri ini, disini, disekitarku, masih terjadi krisis adab dan sopan santun. Juga masih rendahnya rasa peduli kepada sesama. (Vina)

sumber gambar : hetanews.com & muslimobsession.com

Pos terkait