Cerpen : Dulu Aku Dipuji, Sekarang Aku Tersisih

“Ran, ayok kita break” Tia memanggil Rani untuk makan siang.
“Duluan aja, aku masih mau menyelesaikan pekerjaan ku” jawab Rani sambil terus fokus kearah komputer nya.

“Ya ampun, Rani… Rani, kamu kok kerja mulu sih. Jam istirahat ya istirahat. Perutmu juga harus di isi biar tetap sehat” Tia masih terus mengingatkan Rani agar ia juga memperhatikan jam makan siangnya. Tapi Rani masih saja fokus mengerjakan pekerjaan nya.

Bacaan Lainnya

Rani adalah seorang leader yang sangat rajin dan cekatan dalam bekerja. Bos mengagumi dia dan akhirnya mengangkat Rani menjadi supervisor. Tapi tentu tidak mudah untuk naik begitu saja. Rani harus mengerjakan pekerjaan supervisor dulu minimal satu tahun sebelum ia benar-benar naik grade ke supervisor. Mungkin karena itulah dia sangat rajin sekali.

Setiap meeting, bos selalu menjadikan Rani sebagai contoh tentang pekerjaan nya yang selalu selesai tepat waktu, kecerdasanya dalam mengatur operator sehingga produksi berjalan lancar. Barang reject nya yang tidak begitu banyak dan work order nya yang selalu close tepat waktu. Yah, Rani memang sangat rajin dan mempunyai dedikasi serta loyalitas yang tinggi terhadap perusahaan.

Kadang Rani loyalitas di perusahaan sampai tiga jam setelah jam pulangnya. Yang harusnya dia sudah bisa beristirahat dirumah, tapi dia masih saja di tempat kerja. Padahal dia kerja shift dan lawan shift nya juga sudah datang. Begitulah Rani, anaknya sangat candu bekerja tapi abai dengan tubuhnya sendiri.

Apa yang dilakukan Rani memang berbuah manis. Setiap tahun Rani pasti mendapatkan nilai paling tinggi sehingga kenaikan gajinya pun lancar. Karirnya berjalan dengan baik sesuai apa yang ia inginkan. Satu tahun kemudian dia naik grade dan di angkat menjadi supervisor.

Rani sangat bangga disaat bos mengumumkan kenaikan jabatan nya disaat meeting. Lagi-lagi Rani dijadikan contoh oleh bos untuk yang lain nya. Tiada hari tanpa menyebut nama Rani ketika meeting, sehingga yang lain pun menjadi bosan mendengar nya.

“Selamat ya Ran atas pencapaian mu, kamu pasti senang” ucap Tia memberi selamat kepada Rani dan ia ikut bahagia.

“Makasih Tia, tentu aku akan terus belajar untuk benar-benar memantaskan diri agar bisa sejajar dengan supervisor yang lain. Aku tahu kekurangan ku masih banyak”. Rani menanggapi Tia dengan wajah yang berbinar.

“Rani, menurut ku kamu itu sudah sangat bagus, untuk ukuran kita yang tamatan SMA bisa menduduki posisi supervisor seperti mu, itu suatu hal yang sangat luar biasa. Kamu hebat, aku kadang iri sama mu. Tapi sebagai sahabat mu aku tak bosan-bosan mengingatkan mu untuk bekerja sesuai porsinya. Istirahatlah di jam istirahat, dan pulanglah ketika sudah jam pulang. Badan mu juga perlu istirahat, makan tepat waktu, jaga kesehatan mu itu sebelum terlambat”

Tia orang yang tak pernah bosan untuk mengingatkan Rani. Kalau yang lain mah udah nggak peduli lagi karena sering nggak didengarkan kalau di nasehatin. Tak ada orang yang tak tahu kebiasaan Rani yang suka telat makan bahkan sampe tak makan siang. Isi kepalanya hanya kerja, kerja dan kerja.

***

“Tia, kamu tahu Rani sakit apa? Sudah tiga hari dia tidak masuk” bos bertanya disaat meeting.

“Iya Pak, kemaren diagnosa dokter dia terkena asam lambung pak, beberapa hari ini muntah terus setiap dia makan sesuatu” jawab Tia menjelaskan.

Tia dan Rani tidak hanya sahabatan, tapi mereka juga tinggal bersama di sebuah rumah sewaan yang tidak jauh dari tempat ia bekerja. Maka dari itu Tia cukup banyak tahu tentang Rani dan langsung ditanyain ketika Rani tidak masuk bekerja.

Dan ketika kedokter Tia juga yang mengantar Rani.

“Terus gimana perkembanganya? Apakah sudah membaik?” lanjut boss bertanya.
“Belum pak, masih sama saja selama tiga hari ini. Obatnya udah mulai habis, rencana besok mau dibawa kontrol lagi kedokter” jawab Tia.

“OK, terus update ke saya ya” ucap bos sambil mengakhiri meeting pagi itu.

***

“Ran, hari ini kita minta rujukan saja sama dokter ya. Aku lihat tidak ada perkembangan mu makan obat yang kemaren” ucap Tia diperjalanan menuju rumah sakit untuk membawa Rani kontrol.

“Tia, maafkan aku ya yang selama ini tidak mendengarkan nasehat mu. Aku selalu lalai untuk makan. Sekarang aku sakit, aku menyesal Tia” Rani berlinang air mata menyesali apa yang sudah terjadi.

Sepertinya Rani amat menyesal atas apa yang sudah dia perbuat selama ini. Tentu saja dia yang candu bekerja sangat tidak nyaman terbaring di rumah berhari-hari. Tapi apa hendak dikata, nasi sudah menjadi bubur, tidak kan bisa menjadi nasi lagi. Penyesalan selalu datang di akhir (kalua di awal namanya pendaftaran guys).

***

“Dok, boleh saya meminta rujukan ke specialis untuk memeriksakan diri lebih lanjut dok? Saya rasa tidak ada perubahan dengan obat yang kemaren. Perut saya masih belum bisa di isi dan selalu muntah setiap saya makan dok” pinta Rani ketika dokter selesai memeriksanya.

“Ini hanya asam lambung biasa, nanti saya resepkan obat yang paten buat ibuk, tapi memang ini harus beli sendiri diluar. Mudah-mudahan setelah minum obat ini kesehatan ibuk bisa membaik. Tapi ibuk harus selalau makan tepat waktu dan makan makanan yang sehat ya’ dokter menolak dengan halus permintaan rujukan Rani sambil menuliskan resep obat yang harus dibeli di luar.

Obat yang diresepkan dokter dengan mudah ditebus di apotik, tentu saja harganya lumayan mahal. Tapi bagi Rani saat ini uang tidk terlalu dipikirkan nya, yang penting dia sehat seperti semula. Sudah rindu sekali dia kembali bekerja dan mulai sangat membosankan dirumah. Tapi apa daya, badan nya yang sangat lemas tidak bertenaga tidak mungkin ia paksakan bekerja. Makanan yang ia makan selalu keluar lagi hingga tidak ada yang dicerna tubuhnya.

Hari ini sudah dua minggu Rani tidak bekerja. Badan nya mulai kurus, tulang pipinya sudah Nampak, wajahnya pucat dan kusam. Obat dari dokter sudah habis dimakan tapi belum juga ada perubahan. Setiap kali ke dokter yang dikasih obat dan obat lagi. Akhirnya Rani memutuskan untuk berobat pribadi memakai uang sendiri.

Rani menandatangi rumah sakit ternama di kota Batam dengan harapan ia bisa mendapatkan pengobatan yang lebih baik. Setelah satu minggu memakan obat yang diresepkan dokter, Rani masih belum sembuh juga. Akhirnya ia memutuskan untuk kembali berkonsultasi ke dokter.

“Dok, saya masih belum merasakan ada perubahan, sudah mau satu bulan saya berobat tapi masih belum sembuh dok. Kira-kira ada jalan lain nggak dok yang harus saya lakukan agar saya bisa sembuh?”

“Asam lambung yang ibuk derita sudah sangat parah. Ini butuh waktu yang lama untuk sembuh. Tapi jika ibuk mau, saya sarankan ibuk ke Malaysia untuk berobat. Disana ada dokter yang sangat ahli dalam menangani sakit yang seperti ibu derita.

Beberapa pasien saya yang saya kirim kesana sekarang sudah membaik” dokter menawarkan Rani berobat ke Malaysia.
Tanpa pikir panjang, Rani menyetujui saran dokter tersebut dan langsung mendapatkan jadwal konsultasi dari dokter karena dokter lnangsung menghubungi rumah sakit yang ada di Malaysia. Tabungan Rani mulai terkuras, tapi untuk saat ini hanya satu keinginanya, yaitu sembuh.

Keesokan hari Rani langsung berangkat ke Malaysia, dia mengabari bos nya meminta cuti beberapa hari untuk berobat ke Malaysia. Dan ternyata butuh waktu dua minggu untuk menyelesaikan proses pengobatan nya disana. Sementara cuti Rani hanya tersisa lima hari saja. Dia mengabari bos nya kalua dia butuh waktu lebih lama berobat. Bos nya hanya bilang nanti coba saja kasih surat berobatnya ke bagian HRD setelah pulang.

Singkat cerita, Rani mulai berangsur kesehatan nya. Tapi ia belum bisa makan yang keras, hanya bubur yang bisa ia makan. Rani pun sudah mulai masuk bekerja seperti biasa. Tapi ternyata surat berobat dia ditolak HRD. Menurut HRD Rani berobat ke Malaysia atas kemauan sendiri bukan rekomendasi atau rujukan dari dokter BPJS nya. Malang sekali nasib Rani, akhirnya dia tercatat absen lima hari berturut-turut. Tentu saja akan menjadi catatan hitam untuk daftar kehadiran Rani.

Disaat Rani menjelaskan ke bos nya, bos hanya menanggapi seadanya. Tidak seperti dulu sebelum-sebelumnya, apapun yang dibilang Rani selalu ditanggapi dengan cepat. Ada luka yang tak berdarah yang menggores hati Rani. Begitu cepat dunia berubah. Dia sekarang bukan Rani yang dulu lagi. Rani yang selalu dipuji dan dibanggakan sekarang bukan siapa-siapa lagi. Pekerjaan dia sudah ada yang menggantikan karena dia sudah hampir dua bulan tidak masuk bekerja.

Kedatangan Rani ketempat bekerja ternyata tidak seperti yang dia bayangkan. Dia pikir dengan dia bekerja bisa menjadi obat untuknya. Tapi yang ada malah rasa sedih mendapatkan perlakuan bos dan rekan kerja tidak seperti dulu lagi. Tentu saja bos dan rekan kerja nya tidak membebankan pekerjaan yang berat kepada rani karena Rani masih lemas. Rani ada seperti tidak ada.

Bahkan beberapa kali Rani pingsan ditempat kerja dan digotong ke klinik perusahaan. Bukan nya belas kasihan yang didapat, tapi bagian HRD malah marah kepada Rani dengan alasan masih sakit kenapa datang bekerja.

Selain itu, Rani juga harus ke kantin tiap dua jam untuk makan bubur. Dengan begitu tentu saja Rani sering meninggalkan area kerja. Tapi tidak ada juga yang peduli akan kehadiran nya. Ada nggak ada Rani sama saja. Perusahaan tetap saja berjalan seperti biasa. Semua yang dikerjakan Rani sudah dialihkan ke orang lain.Rani sekarang sudah tersisih. Tidak seperti dulu nama Rani yang selalu terdengar dipuji-puji disaat meeting. Sekarang, bahkan orang sudah terbiasa dengan tidak adanya Rani.

“Tia, aku mau resign saja. Rencana besok aku mau mengajukan ke HRD. Kalua sesuai aturan kan satu bulan setelah mengajukan hari terakhir bekerja. Setidaknya aku masih bisa dapat THR bulan depan” ungkap Rani sambil meminta tanggapan Tia sahabatnya. Saat itu bulan puasa bagi umat muslim. Tia yang beragama islam sedang makan sahur tapi Rani ikut menemani dan ikut makan meskipun ia tidak puasa. Rani beragama Kristen, lagipula ia juga lagi sakit dan dalam perawatan. Harus makan setiap dua jam sekali.

“Apa kamu sudah pikir matang-matang? Kan kamu sudah bersusah payah untuk mencapai posisi mu yang sekarang. Sudah banyak yang kamu korbankan termasuk sakit yang kamu derita saat ini” Tia mengaskan.

“Aku harus mengambil pilihan Tia. Aku mau berobat dulu sampai pulih dikampung. Mama ku juga menyuruh ku pulang. Kalau di ingat semua perjuangan ku memang sangatlah disayangkan, tapi aku merasa itu sudah tidak ada gunanya. Sekarang aku bukan siapa-siap lagi Tia. Aku tak di anggap lagi kayak dulu. Aku sudah tidak bisa diandalkan lagi. Aku penyakitan. Biarlah, mungkin belum rejeki ku, jika nanti Tuhan berkehendak, maka aku akan mendapatkan semua itu lagi walaupun bukan ditempat yang sama. Sekarang yang terpenting adalah kesehatan ku Tia”

Tari menangis terisak. Sepertinya ada luka yang tidak nampak. Hanya Rani yang merasakannya. Tia sebenarnya memang ingin Rani sembuh. Jadi tidak banyak yang bisa ia lakukan atas keputusan Rani. Ia hanya bisa berdo’a semoga ini menjadi keputusan yang terbaik untuk Rani. Semoga dikampung nanti Rani mendapatkan obat untuk sakitnya. Batin Tia dalam hati.

Keesokan harinya Rani menemui manejer nya dengan membawa surat resign dan menjelaskan alasan nya yang mau berobat dikampung. Manajer nya tidak banyak komentar. Surat resign nya langsung ditandtangani sambil berucap “Semoga dikampung bisa lebih cepat sembuh ya Rani, lain kali jaga kesehatan”. Sambil menyodorkan surat yang sudah ditandatangani nya.
Lalu Rani ke bagian HRD menyerahkan surat tersebut dan menanyakan tanggal terakhir dia bekerja untuk memastikan saja. Sebenarnya dia tahu secara aturan sebulan setelah surat dimasukan.

“Rani, silahkan keruangan bu Lala ya, bawa surat ini sekalian” admin HR menyarankan dan Rani langsung menuju ruangan yang dimaksud..

“Rani, kamu sudah begitu lama sakit dan catatan MC kamu cukup banyak. Saya tahu kamu sedang ada sakit yang serius dan kamu harus berobat secepatnya. Jadi, saya akan meyetujui surat ini dan hari terakhir kamu bekerja bisa besok. Besok kamu datang sekalian clearance” Bu Lala manager HRD menjelaskan keputusan hari terakhir Rani bekerja.

Sontak Rani kaget, tidak seperti yang ia bayangkan. Ternyata perusahaan memang menginginkan dia cepat-cepat pergi. Harapan untuk dia mendapatkan THR bulan depan sirna sudah. Waktunya hanya tinggal besok. Besok dia akan datang ke tempat kerja hanya sekedar mengucapkan selamat tinggal kepada teman-temannya dan menyelesaikan segala administrasi yang diperlukan.
Miris sekali memang, dedikasi Rani yang dulu tidak ada harganya. Loyalitas Rani kepada perusahaan tidak ada yang peduli. Pengabdian Rani selama delapan tahun diperusahaan tinggal kenangan dalam sekejap mata. Begitulah hidup, kadang tidak seindah yang dibayangkan.

Penyesalan yang sangat mendalam yang Rani rasakan. Betapa menyesalnya dia dulu melalaikan jam makan siangnya, makan malamnya hanya demi menyenangkan hati bos, demi pujian, demi naik jabatan hingga ia sakit. Dan setelah sakit dia menjadi tidak berguna lagi. Tapi kepada siapa ia akan mengadu selain berdo’a kepada Tuhan nya.

Selama delapan tahun bekerja, Rani tidak pernah mau bergabung dengan serikat pekerja yang ada diperusahaan itu. Dia takut akan menjadi penghambat karirnya nanti. Dan sekarang, tentu saja dia malu untuk mengadu keserikat atas apa yang ia alami. Akhirnya dia memilih diam dan menerima apa yang terjadi. Dan pengurus serikat juga tidak bisa melakukan pembelaan apa-apa terhadap Rani.

Sebenarnya tidak ada kerugian jika bergabung dengan serikat pekerja, setidaknya ketika ada masalah akan didampingi dan di advokasi. Semoga pengalaman Rani tidak terjadi pada pembaca cerpen ini. Ayo berserikat sebelum terlambat!.

Maryam Ete – Devisi Sastra  Media Perdjoeangan Nasional

Pos terkait