Keluarga Kecil dan Rezeki yang Tak Disangka-sangka

Keluarga Kecil dan Rezeki yang Tak Disangka-sangka

Sidoarjo, KPonline – “Assalamualaikum,” kataku saat sampai di depan rumah, setelah kerja shift malam. Tetapi tidak ada jawaban. Akhirnya kubuka pintu perlahan . Mataku menyisir ruang tamu dan ruang kecil tempatku biasa menyalurkan hobby menggambar dan menulis.

Biasanya bila tak ada jawaban salam, istri dan anakku yang masih berumur satu tahun itu bersembunyi untuk memberi kejutan. Tetapi tidak untuk kali ini.

Bacaan Lainnya

Langsung aku beranjak menuju kamar tidur. Kulihatnya Arsy, anakku, tertidur pulas dengan wajah imutnya. Satu tangannya tertindih pipi bakpaonya. Rambutnya masih sedikit basah, mungkin tadi sore habis di mandikan bundanya..

Dengan perlahan kudekati gadis kecilku. Hati-hati. Karena aku tahu, dia mudah terbangun. Bahkan oleh suara knop kompor gas yang dinyalakan.

Aku tak ingin anakku terjaga. Kucium perlahan pipinya. Kupanjatkan doa di dalam hati.

Tiba-tiba terlintas di pikiranku , betapa besarnya nikmat yang diberikan Tuhan padaku. Anak perempuan yang cantik, anak laki-laki yang penurut ,istri yang pengertian meski kadang suka marah-marah jika melihatku berbuat salah.

Rumah kecil yang kubangun dengan keringat sendiri, perabot rumah tangga dan seperangkat komputer, dua buah sepeda motor .

Semua begitu cepat kumiliki, padahal aku lahir dari keluarga tidak berpunya. Teringat dulu untuk sekolah STM sejauh 15 Km saja aku harus naik sepeda onthel tua pemberian kakek atau terkadang harus nggandol trek.

Lulus sekolah aku bekerja di pabrik. Berpindah dari satu pabrik ke pabrik lain, lantaran sulit untuk jadi karyawan tetap. Pada akhirnya hanya sebatas jadi karyawan outsourcing dengan segala kelemahnya termasuk gampang di berhentikan (PHK) bila pengusaha sudah tidak suka.

Namun meski jadi karyawan Outsourcing di perusahaan terakhir tempatku bekerja ini upahnya lumayan namun yang tidak habis pikir pada kondisi bujang itu aku tidak bisa memiliki barang barang impianku. Bahkan untuk beli sepeda motorpun tidak bisa.

Hingga di akhir 2008 aku menikah. Padahal saat itu aku masih belum siap secara ekonomi. Istriku tidak saya ijinkan untuk bekerja. Namun anehnya meski dengan pendapatan yang sama aku justru bisa membeli sepeda motor, ketika anak pertamaku lahir ku diangkat menjadi Karyawan tetap. Di tahun ke tiga berumah tangga aku bisa mendirikan rumah. Cita cita untuk punya komputer sendiri juga terwujud yang akhirnya secara otodidak aku belajar design padahal tadinya cuman bisa pegang komputer di warnet warnet terdekat.

Dengan bisa komputer aku coba bikin usaha kaos kecil kecilan, dari situ aku pun bisa menambah perabot rumah tangga lain seperti kulkas,almari almari dan lainya.

Beberapa saat kemudian aku tersadar dari lamunan. Kulihat anakku terbangun sambil berkata, “Ayyyah… “. Dia menggeliat sambil mendekap boneka Masha.

Perjalanan lamunanku sedikit berlanjut. Ternyata benar adanya, bila engkau mau menikah maka Tuhan akan mencurahkan rejeki yang berlipat dari arah yang tak kau sangka sangka.

(Sidoarjo 04/09/2017).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.