Kebijakan Upah di Bawah UMK, Sama Saja Mendirikan Negara di Atas Negara.

Purwakarta, KPonline – Sejak 2013 hingga 2019 terjadi gelombang kebijakan penangguhan upah minimum di berbagai wilayah padat industri di Indonesia. Di antaranya, Banten, Jawa Barat dan DKI Jakarta. Pada ketiga provinsi tersebut, kebijakan penangguhan upah dikeluarkan melalui edaran Surat Keputusan Gubernur.

Jelas saja akibat dari hal tersebut, terjadi berbagai bentuk perlawanan buruh melalui serikat pekerja atau serikat buruh (SP/SB). Mulai dari aksi unjuk rasa dengan melakukan somasi kepada Gubernur hingga menggugat kebijakan tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Bagi buruh, kebijakan tersebut merugikan buruh dan melanggar hukum.

Bacaan Lainnya

Selain penangguhan upah, 2016 adalah tahun dimana hadirnya kebijakan upah padat karya. Telah kita ketahui bersama, bahwa kebijakan upah tersebut nilainya di bawah UMK. Dengan kata lain, kebijakan tersebut mengangkangi undang-undang.

Upah padat karya seperti ‘mendirikan negara di atas negara’. Karena ada proses pengupahan di luar ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan.

Berbagai alasan liar diarahkan untuk membentuk opini guna membenarkan upah padat karya. Mulai dengan alasan relokasi pabrik hingga tutup pabrik.

Penangguhan upah yang dilakukan pengusaha sektor garmen masih terus dilakukan, tanpa penyelesaian pembayaran selisih upah kepada pekerja. Bahkan meskipun penangguhan upah sudah dilakukan, ujung-ujungnya perusahaan pun tutup.

Jadi kata siapa membayar upah murah akan menjamin perusahaan tidak tutup? Meski upah dibayar setengah dari nilai UMK, tetapi toh para pekerja ini tetap saja di PHK.

“Seharusnya pemerintah bertindak tegas kepada perusahaan yang membayar upah pekerja di bawah UMK. Apabila memang ada ijin penangguhan upah, maka pemerintah melalui dinas terkait wajib mengecek/monitoring, apakah proses penangguhan upah tersebut dijalankan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ” ucap Elni selaku ketua PUK SPAI-FSPMI PT. Dada Indonesia kepada Media Perdjoeangan.

Pekerja PT. Dada Indonesia merupakan salah satu korban dari kebijakan pemerintah yang berhujung sangat merugikan pekerja. Sejak tutupnya PT. Dada Indonesia 31 Oktober 2018 lalu dan berada di wilayah Sadang-Purwakarta, mereka pernah merasakan upah padat karya serta upah di bawah UMK dan kini pun mereka harus mengalami rasa pahit yang baru dimana sejak pabrik mereka tutup, hingga saat ini mereka belum mendapatkan hak mereka yaitu berupa uang pesangon.

Pos terkait