Inilah Alasan Buruh Jawa Tengah Lakukan Aksi Keprihatinan di Depan Kantor DPRD Jateng

Semarang, KPonline – Lagi dan lagi, Buruh di Jawa Tengah terus menyuarakan penolakannya terhadap Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, hal ini disampaikannya pada saat aksi keprihatinan buruh di depan Kantor DPRD Provinsi Jawa Tengah pada hari Kamis (6/2/2020).

Aksi keprihatinan buruh yang ditandai dengan pemasangan spanduk ini diprakarsai oleh Achmad Zainudin yang merupakan aktivis buruh dari Semarang. Yang rencananya akan berlangsung selama 9 hari sampai dengan hari Jum’at (14/2/2020).

Bacaan Lainnya

Zainudin mengemukakan alasannya menolak Omnibus Law, dikarenakan dalam konsep Omnibus Law ini salah satunya adalah akan menghilangkan sanksi pidana bagi pengusaha yang merupakan ancaman serius bagi para buruh. Dan ini adalah pelanggaran serius terhadap UUD 1945.

“Membebaskan perusahaan swasta dari kewajibannya yang diterapkan oleh pemerintah (negara), tidak peduli sebanyak apa kerugian sosial yang diakibatkannya adalah pelanggaran terhadap UUD 1945.” ucapnya.

“Apalagi Dinas Ketenagakerjaan sebagai representasi negara tak bisa berbuat banyak ketika simbol negara dilecehkan oleh pengusaha akibat payung hukum yang lemah, dikarenakan dalam posisi ini kaum modal memiliki kekuatan yang lebih
dari pada buruh. Dari sisi ekonomi, sosial, politik bahkan hukum, kaum modal dapat ‘mengatur’ segalanya.” lanjutnya kemudian.

Kenyataan kasat mata ini sangat dirasakan bagi massa rakyat pekerja, sehingga
kehadiran negara diperlukan untuk memberikan perlindungan dan berjalannya hak atas rakyat. Aktivis yang juga Ketua DPD FSP KEP KSPI Jawa Tengah ini juga menilai bahwa hak politik buruh hanya digunakan secara selebrasi di forum pemilu.

“Parlemen yang memiliki fungsi legislasi, penganggaran dan pengawasan belum nampak perannya dalam menyelesaikan persoalan-persoalan buruh. Cilakanya Omnibus Law yang mengancam nasib buruh dan masyarakat adalah produk parlemen juga.” tandasnya.

“Bahkan berkaitan dengan investasi, buruh selalu dikambinghitamkan sebagai penghambat jalannya usaha di Indonesia. Sementara faktor utamanya menurut Word Economic Forum (WEF) adalah masalah korupsi, birokrasi pemerintah yang tidak efisien, infrastruktur yang tidak memadai, akses terhadap pembiayaan, dan inflasi. Bukan persoalan ketenagakerjaan.” jelasnya.

Menurut Zainudin, Omnibus Law yang akan direalisasikan dapat dipastikan tidak akan adil, mengingat yang duduk di DPR RI mayoritas adalah pengusaha maka mereka pun akan memihak kepada kemauan pengusaha.

Berikut adalah beberapa poin yang akan masuk ke Omnibus Law atas desakan pengusaha kepada pemerintah. Diantaranya akan mengurangi hak pesangon, adanya upah dibawah UMK untuk padat karya, jam kerja akan dibuat fleksibel (upah didasarkan jam kerja), kontrak dan outsourcing dipermudah/diperluas, penghilangan jaminan sosial, tenaga kerja asing dipermudah, penghilangan sanksi pidana bagi pengusaha nakal, dan penghilangan label halal pada produk makanan.

Untuk itulah Zainudin bersama elemen buruh lainnya menolak adanya Omnibus Law dan memberikan solusinya.

“Solusinya adalah batalkan rencana pembuatan Omnibus Law dan perbaiki kualitas regulasi ketenagakerjaan yang sudah ada. Karena jika Omnibus Law jadi disahkan sama halnya Negara melegalkan perbudakan rakyatnya sendiri.” tegasnya.
(sup)

Pos terkait