Ini Pendapat Realistis KSPI Tentang Disparitas Upah Yang Harus Diperhatikan Oleh Gubernur Jatim

Surabaya ,KPonline – Dalam lima tahun terakhir KSPI Jawa Timur terus berupaya untuk mengilangkan Kesenjangan Upah (Disparitas Upah ) yang semakin lama semakin jauh antara Ring I dan diluar Ring I.

Di Tahun 2019 saja ,Selisih upah tertinggi di Kota Surabaya berbanding dengan upah terendah di Kabupaten Trenggalek mencapai 120% atau bila dalam nominal Rp. 2.107.784,96 .

Bacaan Lainnya

Kesenjangan upah minimum tersebut berdampak terhadap semakin tingginya kesenjangan ekonomi di Jawa Timur, serta tidak terpenuhinya rasa keadilan buruh antar Kab/Kota di Jawa Timur.

Ada juga Disparitas upah yang terjadi di dalam satu daerah misal Kabupaten Mojokerto Rp 3.851.983,38 dan Kota Mojokerto hanya sebesar Rp 2.263.665,07 ,selisih upah mencapai Rp.1.588.318,31.

Padahal jika mengacu pada aturan yang seharusnya,upah yang ditetapkan harus melalui mekanisme survey Komponen Hidup Layak yang sudah diatur dalam UU 13/2003.Dimana kenyataan dilapangan bahwa tidak ada perbedaan harga diantara daerah satu dengan yang lain,menurut KSPI, jika pun ada selisih upah antara Ring I dan luar Ring I mungkin hanya sekitar 500 ribu.

Ditambah dengan adanya sistem kenaikan Upah menggunakan PP78/2015,dipastikan disparitas upah tersebut akan semakin lebar mengingat dasar penghitungan yang sejak awal sudah terpaut jauh.

Ibaratnya Daerah dengan UMK tinggi akan mendapatkan kenaikan yang tinggi dan sebaliknya daerah dengan UMK rendah akan mendapatkan kenaikan tang rendah mengingat angka kenaikan dipatok sama berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi secara nasional.

KSPI menginginkan agar di dalam Penetapan UMK, Gubernur tidak hanya mampu menjadi Robot Kalkulator saja yang bisanya hanya menelan mentah mentah aturan Pemerintah Pusat dan tinggal mengalikan angka angka yang ditentukan Pemerintah Pusat,Gubernur harus punya konsep sendiri didalam tugasnya untuk menyejahterakan rakyat Jawa Timur .Harus turun langsung ke daerah untuk mengerti dengan mata kepala sendiri bagaimana daya beli masyarakatnya.

Sejak tahun 2000 an di daerah ring I (Gresik,Surabaya,Mojokerto,Pasuruan dan Sidoarjo) setiap kenaikan upah selalu dikawal oleh Serikat Pekerja yang turut melakukan Survey pasar sehingga melalui Dewan Pengupahan bisa bertarung data untuk mendapatkan nominal kenaikan yang seharusnya dan ditambah dengan adanya pengawalan melalui aksi aksi buruh.

Namun tidak demikian di luar Ring I,disana tidak ada survey pasar,diindikasikan nominal kenaikan hanya berdasarkan pada perkiraan saja oleh orang orang yang tidak berkompeten dalam pengupahan misal Satpol PP dan yang lebih menyakitkan lagi ini yang malah di tetapkan oleh Khofifah Indar Parawansa sebagai Upah Minimum Provinsi ,yang semakin menjelaskan bahwa Kepemimpinan nya tanpa konsep yang baik .

Khususnya terkait Disparitas Upah KSPI mengharapkan agar Khofifah bisa meneruskan Kebijakan Gubernur Jatim sebelumnya Soekarwo yang pada 2018 lalu berani menaikkan Upah hingga 24 % di Kota Pasuruan padahal Pemerintah Pusat mematok kenaikan hanya sebesar 8,03%.saja.

Sebagai pemimpin yang dipilih rakyatnya,seharusnya Khofifah lebih mementingkan nasib rakyat dibanding Takut kena Semprit (sangsi) dari Pemerintah Pusat,sebab saat rakyat Jawa Timur merasa dirugikan atas kebijakan Gubernur , mereka tidak punya wewenang dan kekuatan untuk “menyemprit ” balik.

Khofifah harus melihat Jawa Timur secara utuh bukan hanya melihat kota Surabaya saja.

Sebagai upaya lanjutan untuk menghapus Disparitas Upah ini KSPI Jatim ingin:
1.Melakukan Diskusi bersama Gubernur.
2.Ada Survey KHL di tiap kab kota.
3.Jangan karena tanda tangan 1 orang namun malah merugikan jutaan orang.

(Khoirul Anam)

Pos terkait