Anggota Dewan Pengupahan Nasional: “Menaker Jangan ngaco. Nggak ada UMK di bawah UMK!”

Vice Presiden KSPI, Iswan Abdullah

Jakarta, KPonline – Anggota Dewan Pengupahan Nasional dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Iswan Abdullah melakukan protes keras terhadap wacana penetapan upah sektor padat karya di Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Bogor, Kota Bekasi, dan Kota Depok. Menurutnya, tidak ada upah minimum yang nilainya di bawah upah minimum.

“Menaker angan ngaco. Nggak ada itu upah minimum di bawah upah minimum,” tegasnya. Memang ada yang namanya upah sektoral. Tetapi berdasarkan Undang-Undang, nilainya harus lebih tinggi dari nilai UMK, bukan lebih rendah.

Bacaan Lainnya

Menurut Wakil Presiden KSPI ini, upah minimum adalah upah terendah untuk pekerja yang memiliki masa kerja di bawah 1 tahun. Fungsinya adalah sebagai jaring pengaman (saftey net), agar tidak ada pekerja yang upahnya dibayar di bawah upah minimum.

Lebih lanjut, menurutnya, upah minimum berlaku per tanggal 1 Januari. Dengan demikian, sejak 1 Januari, tidak boleh ada lagi pekerja yang mendapatkan upah di bawah upah minimum. Oleh karena itu, jika saat ini pemerintah mengeluarkan kebijakan yang secara sengaja menetapkan upah di bawah upah minimum, maka hal itu adalah sebuah pelanggaran.

Sebagai anggota Dewan Pengupahan Nasional, Iswan Abdullah mengatakan bakal melakukan protes keras. Terlebih lagi, Dewan Pengupahan Nasional tidak diajak bicara. Sehingga terkesan kebijakan ini adalah kebijakan yang dipaksakan melalui tangan besi kekuasaan.

Sebagaimana diketahui, sistem penetapan upah minimum di Indonesia menggunakan prinsip saftey net ( jaring pengaman sosial) dan tidak berdasar pada “work conpentation” atau konpensasi kerja. Maka konsepsi jaring pengaman sosial agar buruh mendapat upah secara layak dan dapat hidup secara layak seharusnya dilakukan dengan konsisten, apapun jenis produk yang dihasilkan.

Dalam kaitan dengan itu, Iswan Abdullah juga meminta agar pemerintah tidak menjadikan upah buruh sebagai “kambing hitam” penyebab perlambatan pertumbuhan ekonomi. Sebab krisis yang terjadi akibat kesalahan kebijakan ekonomi pemerintah yang melepas harga-harga ke mekanisme pasar sehingga daya beli masyarakat jatuh.

“Turunnya daya beli masyarakat membawa dampak pada penerimaan pajak menurun sehingga negara bergantung kepada utang luar negeri,” katanya. Lebih lanjut dia mengatakan, “Paket kebijakan ekonomi IV yang memasukkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan adalah sebuah pencarian kambing hitam terhadap ketidakmampuan pemerintah dalam mengelola perekonomian negara.”

Terkait dengan hal ini, menurut Iswan, KSPI dan kaum buruh Indonesia akan terus melakukan langkah-langkah tegas untuk menyatakan penolakan terhadap pemberlakukan upah minimum sektor padat karya yang nilainya lebih rendah dari upah minimum. Tidaklah logis ketika Indonesia dengan kekayaan alam berlimpah dan pangsa pasar yang sangat besarnya dijadikan tujuan investasi dunia dan telah mendongkrak perekonomian Indonesia masuk dalam 10 besar perekonomian dunia, namun upah minimum di Indonesia jauh tertinggal dengan negara tetangga.

“Upah kita jauh tertinggalnya upah minimum Indonesia dengan negara tertangga, bahkan di beberapa negara perbandingannya seperti langit dan bumi, berarti ada yang salah dalam sistem penetapan upah dan penentuan KHL ( kebutuhan hidup layak ),” ujarnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *