Media Sosial Diblokir, Protes Akan Berpindah ke Jalan-jalan

Jakarta, KPonline – Media sosial adalah hiburan dan tempat curhatnya orang-orang kecil dan orang-orang bermasalah. Kalo ditutup, siap-siap aja tempat curhatnya pindah ke Istana negara, kantor-kantor Gubernur dan DPR. Kalo dilarang juga, ya curhatnya nggak usah jauh-jauh, di sekitar jalan-jalan besar dan protokol di sekitar rumah aja seperti Mei 1998. Semua warga/rakyat keluar dari rumahnya masing-masing tumpah ruah di jalan jalan raya (nggak usah sewa mobil segala).

Pernyataan ini disampaikan Deputy Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Muhammad Rusdi, menyikapi rencana pemerintah yang akan menutup keberadaan media sosial. Ini menyusul kebijakan Pemerintah Jokowi yang telah memblokir aplikasi Telegram. Dan bahkan, rencananya, Pemerintah Jokowi melalui Kementerian Komunikasi dan Informasi juga akan menutup beberapa media sosial lainnya, seperti: Facebook, Youtube, Twitter, dan Instagram.

Bacaan Lainnya

Terhadap sikap pemerintah tersebut, tidak heran jika hastag #Telegram menjadi trending topic di Twitter. Mayoritas dari komentar yang menggunakan Hastag tersebut terlihat marah dan kecewa terhadap sikap pemerintah yang memblokir aplikasi Telegram. Tidak hanya itu, hastag #BlokirJokowi juga menggema di dunia twitter. Gerakan netizen ini memblokir Presiden Republik Indonesia.

Menanggapi pemblokiran ini, Wakil Ketua DPR Fadli Zon memberikan sindiran keras. Menurutnya, tindakan pemerintah telah salah kaprah.

“Pemerintah memblokir aplikasi telegram dengan alasan yang tidak masuk akal, kalau alasan dipakai teroris kita asosiasikan dengan panci, panci kan juga dipakai teroris. Sekalian boikot panci. Jadi logika pemerintah janganlah semakin lama semakin bodoh,” kata Fadli dalam diskusi bertajuk ‘Cemas Perppu Ormas’ di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (15/7/2017).

Fadli juga menyayangkan pemblokiran terhadap telegram terjadi. Padahal, bisa saja sebagian masyarakat Indonesia menganggap telegram adalah hal yang penting untuk kepentingan bisnis.

“Aplikasi digital ini penting, sudah menjadi bagian dari kebutuhan primer, mungkin ada yang gunakan telegram untuk bisnis atau untuk kepentingan lain. Nah ini dengan adanya penghapusan apalagi tanpa sosialisasi dan dilakukan sepihak ini akan bahaya,” jelasnya.

Lebih lanjut, menurut Fadli, yang diperlukan adalah regulasi dalam aturan aplikasi telegram tersebut. Bukan langsung memblokir layanan dari telegram itu sendiri.

“Kita ini kan bukan pemerintahan otoriter, kita ini demokrasi ga bisa main bubarkan, bredel, hapuskan begitu saja kita mengkritik apa yang dilakukan sebelumnya kebebasan seperti itu, memang perlu ada regulasi,” kata politisi Gerinda ini.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *