Kita Kembali Berhadap-hadapan, Bung Denny Siregar

Jakarta, KPonline – Bung Denny Siregar, saya harap Anda tidak akan lupa dengan tuduhan yang Anda sampaikan kepada buruh, bahwa demo yang mereka lakukan adalah demo bayaran. Tetapi jika Anda lupa, ada baiknya Anda membaca lagi artikel ini: Denny Siregar Buka Aib Dirinya Sendiri

Kali ini kita kembali berhadap-hadapan. Anda mendukung Perppu Ormas, kami berada dalam barisan yang menolak kebijakan itu.

Perlu bung Denny Siregar ketahui, bukan hanya kelompok Islam yang menolak Perppu Ormas. Bahkan kami di gerakan buruh juga melakukan penolakan. Tidak hanya buruh, bahkan. Masih banyak elemen lain yang juga melakukan penolakan.

Jika kemudian kami berada dalam satu barisan dengan elemen lain, percayalah, itu karena satu hal. Sama-sama menyakini bahwa Perppu Ormas yang baru disahkan itu berpotensi menciderai demokrasi di negeri ini.

Anda mengatakan, sejak jatuhnya Ahok – yang diyakini sebagai titik terlemah untuk menjatuhkan Jokowi – sampai sekarang belum ada lagi ruang untuk menggoyangnya.

Saya prihatin dengan pandangan sempit Anda, yang selalu saja membawa-bawa nama Ahok dan Jokowi. Sudahlah, akui saja jika saat ini Jakarta memiliki pemimpin baru: Anies – Sandi. Juga, jangan sangkut pautkan mereka yang mengkritik Jokowi adalah orang yang ingin menjatuhkan Presiden, atau setidak-tidaknya (menurut Anda), orang-orang yang akan menjegalnya di 2019. Ini soal kebijakan, bukan Jokowi sebagai pribadi.

Jika kemudian memang ada yang mengarah kesana, barangkali itu karena Presiden Jokowi tidak bersedia mendengar aspirasi masyarakat. Wajar jika kemudian rakyat yang kecewa ini memberikan dukungan kepada calon yang lain, nanti. Tetapi jika Presiden Jokowi bekerja dengan baik, sudah barang tentu dia bisa naik hingga dua periode.

Kontrol sosial dari masyarakat sangatlah diperlukan, bung Denny Siregar. Dalam negara demokrasi seperti Indonesia, aspirasi harus di dengar. Termasuk yang kontra.

Tak masalah jika Anda gembira ketika pemerintah Jokowi berani mengeluarkan pernyataan pembubaran HTI. Tetapi alasan pembubaran HTI, tanpa kesalahan yang dibuktikan di pengadilan, sungguh kebijakan yang berbahaya. Ini bukan tentang HTI. Ini akan membuka ruang munculnya tirani.

Anda sendiri, bung Denny Siregar, yang mengatakan: jika mekanisme pengadilan diteruskan, maka pemerintah akan kalah telak dan akan menguatkan stigma bahwa pemerintah lemah. Masih menurut Anda, kekalahan pemerintah dalam masalah HTI ini akan menjadi bensin baru dalam membakar semangat kelompok radikal yang bertentangan dengan pemerintah.

Mengapa pemerintah kalah? Apakah Anda hendak menuduh pengadilan tidak netral? Atau memang, sebenarnya Anda ingin bilang: gunakan saja tangan besi jika tidak ada bukti bahwa perilaku HTI bertentangan dengan Pancasila dan mengancam NKRI?

Jika memang pemerintah memiliki bukti-bukti kuat, mustinya tidak masalah melalui proses yang sudah diatur dalam UU Ormas. Toh, tanpa Perppu sekalipun, sebenarnya Ormas bisa dibubarkan – asalkan melalui mekanisme pengadilan. Apa susahnya menempuh jalur litigasi?

Kenapa penting sekali dikeluarkan Perppu ? Jawaban Anda, karena Undang2 nomor 17 tahun 2013 tentang Ormas, tidak memasukkan unsur “anti Pancasila” sebagai dasar pembubaran Ormas. Yang ada disana hanyalah Atheisme, Marxisme dan Leninisme. Undang2 no 17 ini efektif menahan laju ormas yang masih berkaitan dengan komunisme, tetapi tidak bagi ormas yang anti Pancasila.

Meskipun tidak setuju dengan hal itu, mari kita coba ikuti cara berpikir Anda, bung Denny Siregar. Jika masalahnya adalah hanya sekedar anti Pancasila, mengapa Perppu juga mengatur cara pembubaran ormas yang semula melalui pengadilan menjadi tidak melalui pengadilan? Juga hal-hal lain seperti ketentuan pidana, hingga seumur hidup?
Lahirnya Perppu bukan hanya untuk HTI, bung Denny Siregar. Kita tahu itu. Karena itu, siapa saja yang merasa bahwa Perppu ini berpotesi membawa negara ini ke rezim otoriter dan diktator, sah untuk menolakya.

Sekali lagi, ini tidak ada urusan dengan 2019. Masalahnya sederhana, saat ini, Perppu Ormas diterbitkan dan masyarakat menilai itu berpotensi menjadi ancaman bagi demokrasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar

  1. ketakutan pemerintah dikarenakan sikap pemerintah sendiri dalam menjalankan roda pemerintahan tidak lagi berkiblat kepada pancasila dan UUD 1945 yang menjadi idiologi bangsa ini. antara janji dan pelaksanaan tidak berbanding lurus, antara ucapan dan kenyataanpun sama halnya. sama” bertolak belakang. ibarat gunung api yang setiap saat akan meletus itulah yang terjadi di masyarakat sekarang ini.