Ada Cinta Di dalam Semangkuk Soto Mie

Ada Cinta Di dalam Semangkuk Soto Mie

Bogor, KPonline, – “Bagaimana rasanya? Enak ?” tanyaku kepada seorang wanita yang ada disampingku. Dengan berbalut hijab berwarna merah hati, kaos hitam lengan panjang berbahan katun dan ada logo serikat buruh tingkat internasional di bagian depannya. Dipadu dengan celana putih berbahan nylon-polyster bercorak garis-garis vertikal, sangat kontras dengan warna hijab yang dia kenakan.

“Ihh, pake jeruk nipis yaa. Nggak mau ahh.” Dan suasana pun tiba-tiba hening.

Bacaan Lainnya

Soto mie merupakan salah satu kuliner yang populer di Indonesia. Kuliner khas Bogor yang biasanya dijual di gerobak ini menggunakan tetelan sapi dan kikil sebagai bahan dasar. Selain itu, soto mie dilengkapi dengan potongan risoles, bihun, mie kuning, emping, dan sambal. Tambahan cuka, kecap manis, dan sambal membuat hidangan khas kota hujan ini lebih nikmat.

Berbeda dengan kuah soto pada umumnya, yang bening atau pakai santan, kuah Soto Mie Bogor terlihat berwarna kemerahan yang timbul dari campuran cabai merah dalam bumbunya. Rasanya semakin pedas menggigit karena disajikan dengan sambal yang merupakan campuran cabai rawit dan cuka, serta potongan jeruk limau untuk menambah kesegaran rasanya.

“Aku kepengen bakso. Tapi yang dipikul” bola matanya menari-nari tanpa meliuk-liukan tubuh. Rasa penasarannya membuat dirinya harus berjingjit menembus padatnya halaman parkir Masjid At Ta’awun, Puncak, Bogor. Rona wajahnya yang teduh, minus polesan wajah dan pemulas bibir, menambah rasa takjubku akan dirinya yang sangat keibuan.

“Mau kemana? ujarku ketika perempuan berusia 36 tahun itu mulai akan beranjak dari meja tempat kami bercengkerama. “Nyari tukang bakso pikul” jawaban ketusnya membuatku mulai merasa bersalah. Langkah kakinya begitu tergesa-gesa, seakan-akan memburu sesuatu. “Disana juga ada, tapi nggak dipikul. Pake pikulan juga sih, tapi nggak dipikul” sebisanya kuucapkan apapun yang bisa kuucapkan, hanya agar ia melambatkan langkah kakinya.

2 jam sebelumnya, kami menyempatkan diri singgah ke Trainning Center, didaerah Cisarua, Bogor. Hanya untuk sekedar berswa-foto dan memenuhi keinginannya. Menyusuri jalan setapak Warung Kaleng sekira 300 meter jauhnya, menghindari bebatuan sebesar genggaman tangan, yang ada disana-sini. Lubang besar dan jalan yang mulai menurun.

“Sini, masuk aja” agak berteriak Rahmat sang penjaga asset organisasi kami, ketika kami mulai gaduh didepan gerbang Trainning Center. “Udah disini saja Bang. Cuma mau foto-foto doang kok” jawabnya singkat saja. Aku pun mulai menyapa dan menyalami Bang Rahmat, salah seorang yang cukup penting dalam mengurus dan menjaga asset berharga organisasi kami ini.

“Kamu nggak jadi makan Soto Mie?” dengan penuh harap kusodorkan Soto Mie Bogor yang baru, dan tanpa jeruk nipis tentunya. Dia hanya menggelengkan kepala, lalu kembali diam seribu bahasa. Ada rasa bersalah dalam diri, hanya karena sepotong jeruk nipis, impiannya untuk menyantap makanan kesukaannya hilang dalam sekejap.

Setelah membeli beberapa oleh-oleh dan bersiap diri, dirinya pamit ke semua kawan-kawan buruh yang ada disana. “Antar aku pulang ya. Sampai Cianjur juga nggak apa-apa” senyum simpul nan manja tersungging disudut bibirnya. “Sebelum Isya’ ada konsolidasi di rumah anggota. Bisa kan?” matanya yang teduh seakan-akan berharap tanpa berbicara. “Bahkan, tanpa diminta pun, aku pasti akan mengatakan hal sama padamu” batinku bergumam, seperti bercakap-cakap dengan jiwanya yang lembut. Meskipun, tak jarang, banyak kawan yang menganggap dirinya sebagai perempuan yang keras kepala.

Maafkan aku. Perjalanan kali ini, tak tersedia Soto Mie kesukaanmu. Tapi aku berjanji dalam hati ini. Aku akan menemani kemana pun langkah kakimu pergi.

“Hei, ayo” ditepuknya pundakku. Membuyarkan khayalan semangkuk Soto Mie yang terasa nikmat di lidah. Kuraih jaket barisan garda terdepan kaum pekerja yang kumiliki. Kukenakan dan bersiap mengantarkan dirinya, untuk kembali pulang. (RDW)

Pos terkait