Fakta Tentang Said Iqbal (Bagian 2 dari 5 Tulisan)

Hingga saat ini, serikat buruh masih terus menyuarakan penolakan terhadap PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. | Foto: Tim Media FSPMI

Jakarta, KPonline – Faktanya, Iqbal memobilisasi massa buruh untuk melakukan demo di Jakarta.  Hal yang wajar dilakukan, karena Istana Negara adanya di Jakarta. Judicial review PP 78/2015 dan UU Tax Amnesty di lakukan di Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi, juga di Jakarta. Jika lembaga itu adanya di Bekasi, tentu Iqbal akan memobilisasi massa buruh kesana.

Satu hal yang perlu dicatat, demo yang dilakukan Iqbal bukan demo bayaran. Massa buruh mendanai dirinya sendiri. Serikat buruh memiliki iuran. Mereka bergerak karena dalam dirinya telah tumbuh sebuah kesadaran untuk berjuang melakukan perubahan.

Bacaan Lainnya

Tentang aksi ke Balaikota DKI Jakarta yang dilakukan buruh-buruh dari Tangerang, Bekasi, dan Bogor, bagi buruh itu adalah bentuk solidaritas lintas batas. Teritorial bukanlah sekat pembatas. Ketika melihat ketidakadilan, kaum buruh dimanapun berada, punya kewajiban untuk menyuarakan penolakan. Dalam bahasa lain, kami adalah saudara walau tak sedarah.

Jangan lupa, DKI Jakarta adalah Ibukota Negara. Ada banyak kebijakan yang terkait dengan daerah lain. Ambil contoh, tentang upah. Jika upah di DKI Jakarta rendah, maka upah di daerah juga akan cenderung rendah. Akan ada anggapan, di Ibukota Negara saja upahnya kecil, kok di daerah minta upah tinggi. Atas dasar itulah, buruh di daerah bersolidaritas dengan buruh di Jakarta untuk mendesak agar upah di Ibukota Negara menjadi layak, yang pada gilirannya akan berimbas pada upah di daerah lain.

Ada yang mengatakan, Jokowi menaikkan upah tinggi. Itu pandangan yang salah kaprah. Kenaikan itu buah dari perjuangan kaum buruh yang saat itu melakukan mogok nasional dan aksi besar-besaran hampir di semua wilayah, dan terjadi di era Presiden SBY.

Dalam hal ini, Iswan Abdullah menulis kesaksian. Sejarah kenaikan upah yang signifikan pada tahun 2013 akibat mogok nasional bulan Oktober 2012. Saat itu, pimpinan serikat buruh bertemu oleh Menko Perekonomian Hatta Radjasa.

Setelah pertemuan itu, Hatta Radjasa memanggil seluruh Gubernur se-Indonesia termasuk Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo untuk menaikkan Upah Minimum di atas Rp.2 juta, yang akhirnya UMP DKI 2013 naik dari Rp.1.529.200, menjadi Rp.2.200.00. Naik 43% dari sebelumnya. Namun demikian, prosentase kenaikan ini bukan apa-apa jika dibandingkan dengan UMK Bogor, yang naik  83% dari tahun sebelumnya.

Sekali lagi, kenaikan upah minimum pada tahun 2013 merupakan kemenengan gerakan buruh. Saat itu, kaum buruh berhasil memaksa Perintahan SBY agar meninggalkan kebijakan upah murah. Salah satunya adalah ditandai dengan revisi Permenaker 17 Tahun 2005 menjadi Permenaker 13 TAhun 2012. Perubahan tersebut berisi tentang jumlah ítem KHL dari 46 menjadi 60 item. Rata-rata kenaikan upah secara nasional juga naik signifikan. Tahun 2011 hanya 8%, meningkat menjadi 10,12% pada tahun 2012, meningkat menjadi 19,10% pada tahun 2013, dan pada tahun 2014 menjadi 22,17%.

Akhir tahun 2014, terbentuk pemerintahan baru dibawah Presiden Joko Widodo. Namun keberpihakan kepada wong cilik tidak nampak pada pemerintahan baru ini. Dengan alasan menjaga iklim investasi, pemerintah kembali menurunkan kembali tingkat kenaikan upah.Terlihat, tahun 2015 upah naik 13% dan terus turun pada tahun 2016 menjadi 11,59%. Ditambah dengan adanya PP 78/2015, tingkat kenaikan upah akan tetap rendah.

Justru Jokowi-Ahok lah yang menjadikan UMP DKI sampai sekarang lebih rendah dari daerah sekitar Bekasi, Karawang dan sekitarnya. Ketika upah minimum DKI Jakarta lebih rendah dari Karawang dan Bekasi, wajar jika buruh menjuluki Ahok sebagai bapak upah murah. Alasannya? DKI Jakarta Ibukota Negara, bung.

Catatan: Tulisan ini untuk menanggapi Qisha Fadira yang menulis di bacakabar.com dengan judul, ‘Membongkar Kedok Said Iqbal, Presiden KSPI Mantan Caleg PKS, yang Ajak Buruh Demo Tuntut Cabut UU Tax Amnesty dan Tolak Ahok’. Tulisan tersebut mengungkapkan persepsi yang salah atas sikap Presiden KSPI. Kesalahan ini perlu diluruskan, agar publik dan khususnya kaum buruh bisa memahami apa yang sesungguhnya sedang diperjuangkan oleh KSPI.

Tulisan terkait:

Fakta tentang Said Iqbal (Bagian 1 dari 5 tulisan)

Fakta tentang Said Iqbal (Bagian 2 dari 5 tulisan)

Fakta tentang Said Iqbal (Bagian 3 dari 5 Tulisan)

Fakta tentang Said Iqbal (Bagian 4 dari 5 tulisan)

Fakta Tentang Said Iqbal (Bagian 5, Habis)

Pos terkait