Fakta Tentang Said Iqbal (Bagian 4 dari 5 Tulisan)

Jakarta, KPonline – Faktanya, Said Iqbal menolak tax amnesty. Penolakan ini dilakukan jauh hari. Tidak seperti yang dikatakan Qisha Fadira, penolakan terhadap tax amensty dilakukan tiba-tiba. Hanya karena sentimen dengan Jokowi, kebijakan yang dianggap berhasil ini lantas ditolak.

Tax Amnesty diangkat dalam May Day 2016. Saat itu, buruh menyerukan tiga tolak: Tolak Reklamasi – Tolak Penggusuran – Tolak Tax Amnesty.

Bacaan Lainnya

Bagaimana dengan anggapan tax amnesty berhasil, karena ada deklarasi dan sebesar lebih dari 3000 trilyun? Bagi Said Iqbal, semakin banyak dana deklarasi, berarti semakin banyak pengemplang pajak. Bayangkan jika dana sebesar itu tidak sekedar ditarik tebusan 2%, tetapi sesuai dengan tarif pajak normal? Tentu akan semakin banyak lagi yang didapat oleh pemerintah. Dengan demikian, akan semakin besar yang bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat.

Itulah sebabnya, KSPI menghendaki penegakan hukum di bidang perpajakan, bukan pengampunan pajak. Karena, lazimnya pengampunan adalah untuk orang bersalah. Orang bersalah harus dihukum. Apalagi selama ini mereka merugikan negara dengan tidak menyetorkan pajaknya.

Mengutip pernyataan Said Iqbal, berikut adalah alasan KSPI mengajukan uji materi terhadap UU Pengampunan Pajak.

Pertama, tax amnesty mencederai rasa keadilan kaum buruh sebagai pembayar pajak PPh 21 yang taat. Di sisi lain, ketika buruh terlambat membayar, akan dikenakan denda. Tetapi giliran pengusaha yang maling pajak, justru diampuni. Ketidakadilan yang dirasakan kaum buruh semakin memuncak, ketika Pemerintah menerbitkan PP No 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

Kedua, tax Amnesty telah menggadaikan hukum dengan uang demi mengejar pertumbuhan ekonomi. Ini sama saja dengan menghukum mereka yang aktif membayar pajak dengan memberikan keringanan melalui pengampunan para maling pajak. Padahal, UUD 1945 menyatakan setiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum. Dengan demikian, adanya tax amnesty berarti antara buruh dan pengusaha tidak sama kedudukannya dalam hukum.

Ketiga, dana denda dari hasil pengampunan pajak sebesar Rp 165 triliun yang dimasukkan dalam APBN-P 2016 adalah dana ilegal-haram karena sumber dananya berasal dari pengampunan pajak yang jelas-jelas melanggar UUD 45.

Keempat, dalam UU Pengampunan Pajak dikatakan bagi pegawai pajak atau siapa pun yang membuka data para pengemplang pajak dari dana yang ada di luar negeri/repatriasi maupun dari dalam negeri/deklarasi maka akan dihukum penjara lima tahun. Hal ini bertentangan dengan UUD 1945, karena mana mungkin orang yang mengungkapkan kebenaran malah di hukum penjara,” kata Said Iqbal. Ini juga bertentangan dengan asas keterbukaan informasi.

Kelima. Dalam UU Pengampunan Pajak disebutkan bahwa tidak peduli asal usul dana repatriasi dan deklarasi tersebut. Ada kesan, yang penting ada dana masuk tanpa mempedulikan dari mana sumbernya. Jelas hal ini berbahaya karena bisa saja terjadi pencucian uang dari dana korupsi, perdagangan manusia, hingga hasil kejahatan narkoba. Hal ini pun melanggar UUD 1945 yang berarti negara melindungi kejahatan luar biasa terhadap manusia. (*)

Catatan: Tulisan ini untuk menanggapi Qisha Fadira yang menulis di bacakabar.com dengan judul, ‘Membongkar Kedok Said Iqbal, Presiden KSPI Mantan Caleg PKS, yang Ajak Buruh Demo Tuntut Cabut UU Tax Amnesty dan Tolak Ahok’. Tulisan tersebut mengungkapkan persepsi yang salah atas sikap Presiden KSPI. Kesalahan ini perlu diluruskan, agar publik dan khususnya kaum buruh bisa memahami apa yang sesungguhnya sedang diperjuangkan oleh KSPI.

Tulisan terkait:

Fakta tentang Said Iqbal (Bagian 1 dari 5 tulisan)

Fakta tentang Said Iqbal (Bagian 2 dari 5 tulisan)

Fakta tentang Said Iqbal (Bagian 3 dari 5 Tulisan)

Fakta tentang Said Iqbal (Bagian 4 dari 5 tulisan)

Fakta Tentang Said Iqbal (Bagian 5, Habis)

Pos terkait