Tolak Kenaikan Harga BBM, Ribuan Buruh FSPMI Siap ‘Ngaspal’ Lagi

Purwakarta, KPonline – Pasca kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang dilakukan pemerintahan Jokowi pada 3 September 2022 lalu, memicu gelombang aksi penolakan dari berbagai elemen masyarakat di berbagai daerah di seluruh Indonesia.

Mengenai hal ini, Partai Buruh dan buruh Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) di Kabupaten Purwakarta berencana akan melakukan aksi unjuk rasa damai ke Kantor Pemerintahan Daerah (Pemda) Purwakarta pada Kamis, (15/9/2022).

Bacaan Lainnya

Dalam aksi nanti, mereka (Partai Buruh dan FSPMI) mengusung empat (4) tuntutan, yaitu:

1. Tolak Kenaikan harga BBM;

2. Berlakukan Upah Minimum Sektor Kabupaten/ Kota (UMSK) 2023;

3. Naikan Upah Minimum Kabupaten atau Kota (UMK) minimal 13%;

4. Turunkan harga kebutuhan sembilan bahan pokok (Sembako);

Untuk itu, dalam memuluskan agenda yang akan dilakukan oleh Partai Buruh dan buruh FSPMI tersebut melakukan rapat Koordinasi di kantor Konsulat Cabang FSPMI Purwakarta. Selasa, (13/9/2022).

Fuad BM Ketua Konsulat Cabang FSPMI Purwakarta mengatakan kepada anggota rapat yang hadir bahwa kita harus mulai berpikir kritis terhadap diri kita beserta keluarga. Terlebih, untuk memenuhi kebutuhan (Biaya) hidup kita kedepan.

“Kebijakan pemerintah ini (Kenaikan harga BBM) bisa menyusahkan. Ribuan massa aksi (FSPMI) akan turun ke jalan,” ungkap Fuad BM.

Fuad BM saat memimpin rapat koordinasi persiapan aksi unjuk rasa FSPMI tolak kenaikan harga BBM

Berbagai mekanisme serta teknis lapangan untuk aksi nanti dibahas dalam rapat tersebut.

Hal yang biasa terjadi, kenaikan harga BBM bisa menurunkan daya beli, karena rentetan kenaikan harga barang.

Di samping itu, kenaikan harga BBM bisa memicu terjadinya ledakan pemutusan hubungan (PHK). Kenapa? Pengusaha dapat saja beranggapan atas naiknya harga BBM, cost biaya produksi pasti ‘membengkak’ dan bukan tidak mungkin pengusaha melakukan efesiensi melalui PHK.

Kebijakan pemerintah Indonesia menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan alasan karena sekitar 70% subsidi BBM dinikmati kelompok masyarakat mampu bisa dikatakan sebagai upaya “yang tidak tepat dan salah sasaran”.

Kalau lah alasan pemerintah menaikkan harga BBM subsidi karena banyak dipakai orang mampu, kenapa malah menaikkan harganya? Seharusnya pengawasan yang lebih diperketat. Bukan malah harganya yang dinaikkan.

Pos terkait