Terkait Larangan Transportasi Online, FSPMI: Pemerintah Jangan Semena-mena.

Jakarta, KPonline – Ribuan pengemudi online, baik pengemudi sepeda motor maupun pengemudi mobil melakukan unjuk rasa di Gedung Sate, Bandung, pada Senin (16/10/2017). Aksi ini menuntut kejelasan aturan dari pemerintah terkait regulasi transportasi online di Provinsi Jawa Barat.

Seperti diketahui, Dinas Perhubungan Jawa Barat melarang layanan transportasi online beroperasi di Bandung sejak tanggal 6 Oktober 2017.

Bacaan Lainnya

Kebijakan inilah yang kemudian di protes para pengemudi online. Larangan itu berdasarkan Surat Pernyataan Bersama antara Pemerintah Daerah Provinsi Jabar dan Wadah Aliansi Aspirasi Transportasi (WAAT), pada 6 Oktober 2017. Dalam surat itu, Pemprov Jabar menyatakan dukungan terhadap aspirasi WAAT agar angkutan sewa khusus atau online seperti Grab, Uber, GoCar, dan GoJek tidak beroperasi selama peraturan baru mengenai transportasi online belum diterbitkan. Ada pun teknis pengawasan dan pengendalian akan dikoordinasikan terlebih dahulu dengan kepolisian.

Tidak hanya di Bandung, sebelumnya larangan terhadap transportasi online juga terjadi di Batam, Padang, Banyumas, Cilacap, Magelang, dan Makassar.

Suasana demonstrasi pengemudi transportasi online di Gedung Sate, Senin (16/10/2017). Foto: liputan6.com

Itulah sebabnya, para pengemudi transportasi online ini mendesak agar pemerintah segera menerbitkan aturan atau regulasi untuk mereka.

Menanggapi aksi yang dilakukan para pengemudi transportasi online, Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Said Iqbal memberikan dukungan terhadap aksi para pengemudi transportasi online ini. Menurut Said Iqbal, sebagian pengemudi transportasi online seperti Gojek, Uber, dan Grab adalah anggota dari Serikat Pekerja Dirgantara dan Transportasi (SPDT) yang merupakan serikat pekerja anggota FSPMI.

“Oleh karena itu, FSPMI berkomitment akan memperjuangkan hak dan kepentingan para pengemudi transportasi online,” tegasnya.

Menurut Said Iqbal, Pemerintah harus bertanggungjawab untuk menyelesaikan masalah ini. Pelarangan transportasi online bukan solusi. Karena hal itu justru akan menyebabkan ribuan orang kehilangan pekerjaan. Hal ini akan memperburuk perekonomian Indonesia, karena saat ini sedang terjadi penurunan daya beli yang berimbas pada PHK besar-besaran terhadap pekerja di berbagai sektor industri.

“Pemerintah seharusnya menaikkan daya beli dengan menaikkan upah ke tingkat yang layak dan secara bersamaan memastikan setiap pekerja tidak kehilangan pekerjaan. Bukannya malah membuat kebijakan yang merugikan seperti ini,” lanjutnya.

Pengemudi transportasi ojek online menuntut diterbitkan regulasi yang mengakui dan melindungi keberadaan mereka.

Perlu diketahui, pada tanggal 15 Mei 2017 yang lalu, FSPMI juga pernah melakukan demonstrasi ke di Kementerian Perhubungan untuk mendesak agar Pemerintah segera merevisi Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk mengakomodir keberadaan transportasi ojek online.

“Kami meminta pemerintah untuk segera merevisi undang-undang tentang lalu lintas dan angkutan jalan agar mengakomodir keberadaan ojek online yang saat ini sudah jadi kebutuhan masyarakat dikota-kota besar,” ujar salah satu massa aksi dalam orasinya. Tetapi sayang, kebijakan itu hingga kini tak kunjung dibuat. Akibatnya terjadi pelarangan demi pelarangan di berbagai kota terhadap transportasi online.

Selain tuntutan agar UU No. 22 Tahun 2009 direvisi, buruh juga menuntut pemberlakukan tarif dasar lama, berlakukan sistem aplikasi online yang tidak merugikan driver, tolak pemutusan mitra/suspend yang semena-mena, dan jaminan perlindungan kerja pada driver.

Pos terkait