Seorang Buruh Yang Menjadi Presiden Dan Mampu Mengangkat Puluhan Juta Warganya Dari Lubang Kemiskinan

Purwakarta, KPonline – Sebagai negara demokrasi, kekuasaan di Brazil terdiri atas 3 lembaga, yaitu; Eksekutif (Presiden), Legislatif (Kongres) dan Judikatif (Mahkamah Agung). Sehingga, Mirip di Indonesia, berdasarkan Konstitusi, negara Brazil berbentuk Republik Federasi dengan sistim pemerintahan presidensial dengan pemimpin tertinggi seorang Presiden.

Berbicara Presiden, Lula da Silva dianggap Presiden paling sukses dalam sejarah Brazil.

Bacaan Lainnya

Dia pun merupakan seorang penggagas program anti-kemiskinan bernama Bolsa Familia, yang berhasil membawa puluhan juta kaum miskin Brazil keluar dari kemiskinan. Program ini dipuji-puji oleh Bank Dunia, dan mulai diterapkan di banyak Negara, seperti Chile, Meksiko, Afrika Selatan, dan lain-lain.

Lula menjabat Presiden dari 2003 hingga 2006. Lalu, di pemilu tahun 2006, ia menang lagi. Dia kemudian menjabat periode ke-2 dari 2006 hingga 2010.

Pemilik nama lengkap Luiz Inacio Lula da Silva ini lahir pada 27 Oktober 1945 di Caetes, sebuah kota kecil di negara bagian Pernambuco.

Lula lahir dari keluarga sangat miskin. Ayahnya bernama Aristides Inacio da Silva, seorang penganggur. Keluarganya hanya ditopang sendirian oleh ibunya, Dona Lindu, seorang pekerja keras dan kaya ajaran moral.

Dari tekanan kemiskinan itulah yang memaksa keluarga Lula pindah ke Guaruja, sebuah kota kecil di negara bagian Sao Paulo. Perjalanan mereka yang memakan waktu 13 hari, dengan menumpang mobil bak terbuka, disebut “jalan menuju kebahagiaan”.

Namun, Sao Paulo, kota terbesar di Brazil, tidak menyambut Lula dan keluarga dengan kebahagiaan. Ibunya menghidupi anak-anaknya dengan memunguti beras yang jatuh di gudang penggilingan.

Lula kecil sempat mengenyam pendidikan dasar. Dia anak yang cerdas. Akan tetapi, baru menginjak kelas empat, kemiskinan memaksanya meninggalkan bangku sekolah.

Lula pun sempat menjadi anak jalanan. Mulai dari tukang semir sepatu hingga pedagang asongan. Beranjak remaja, dia sempat bekerja di usaha laundry pakaian. Tetapi pekerjaan itu hanya cukup untuk membuatnya bisa bertahan hidup, tidak cukup untuk mengubah hidupnya menjadi lebih baik.

Tetapi Lula kecil, seperti anak-anak Brazil pada umumnya, sangat menyukai sepak bola. Dia selalu menempati posisi sebagai striker dengan nomor punggung 9. Hingga jadi Presiden, Lula tetap menyelipkan waktu untuk menikmati pertandingan sepak bola.

Di usia 14 tahun, Lula mencoba peruntungan nasib dengan mengikuti kursus Kerja di pelatihan kerja di National Industrial Learning Service (SENAI), semacam Balai Latihan Kerja (BLK) di Indonesia.

Kemudian, pada tahun 1961, Ia lulus dan mendapat sertifikat sebagai operator bubut dan selanjutnya bekerja di sebuah pabrik suku cadang mobil. Sayang, di usia 19 tahun, akibat kecelakaan kerja di pabrik itu, Lula kehilangan jari kelingkingnya.

Begitu bergaji, Lula menikahi Maria de Lurdes. Keluarga mereka sangat bahagia. Namun, kebahagiaan itu tidak panjang. Ketika melahirkan anak pertamanya, Lurdes meninggal dunia. Lula sangat terpukul oleh kejadian itu.

Berbicara tentang pergerakan, Lula mengenal gerakan buruh dari kakaknya, Frei Chico, seorang aktivis serikat buruh kiri. Lula pun bergabung dengan serikat buruh metal Sao Bernardo.

Tahun 1964, Brazil jatuh ke tangan diktator militer. Demokrasi ditebas. Kebebasan berserikat, termasuk serikat buruh, dibatasi dan dikontrol ketat.

Mulai dimasa itulah pelan-pelan Lula merangkak naik sebagai tokoh gerakan buruh. Di tahun 1969, ia pun sudah masuk kedalam jajaran pengurus Serikat Buruh Metal Sao Bernardo de Campo. Tahun 1975, Lula terpilih sebagai Presidennya. Dan Serikat buruh yang dipimpinnya itu punya anggota ratusan ribu.

Lama-kelamaan di akhir 1970-an, akibat resesi ekonomi, ekonomi Brazil memburuk. Sehingga, pemogokan buruh pun meletus di mana-mana. Termasuk di kawasan industri yang disebut “Kawasan ABC”, yang meliputi Sao Bernardo, Santo Andre, dan Sao Caetano do Sul.

Tahun 1979, Lula hadir menyaksikan pertandingan sepak bola antara Corinthians versus Guarani di stadion Morumbi. Dia terpukau dengan jumlah penonton yang membludak. Dalam imajinasi Lula, bagaimana kalau penonton itu adalah buruh yang sedang mogok.

Rupanya, Lula ingin meluapkan imajinasinya itu. Di tahun itu juga Lula mengorganisir pemogokan buruh metalurgi. Aksinya dilakukan di stadion Vila Euclides di Sao Bernardo. Karena ketakutan, rezim militer menindas pemogokan itu.

Di situlah ketokohan Lula Da Silva makin menjulang. Dia berorasi tanpa pengeras suara, tetapi orang terpukau mendengarnya. Suaranya menggelegar sekalipun tanpa pelantang. Gaya dan isi orasinya pun memiliki daya pikat.

Pada Hari Buruh Sedunia 1979, Lula kembali mengerakkan ratusan ribu buruh ke stadion.

Bahkan, tahun 1980-an, Lula memimpin langsung pemogokan buruh yang berlangsung selama 81 hari. Dimana, aksi yang melibatkan 140.000 buruh ini mengguncang kekuasaan rezim militer saat itu.

Nama Lula sebagai tokoh gerakan buruh mulai menjulang tinggi. Lula mulai mengisi daftar orang paling berbahaya di mata rezim militer. Akhirnya, 19 April 1980, Lula ditangkap paksa di rumahnya.

Lula dipenjara. Solidaritas internasional yang mengalir, termasuk Amnesti Internasional, tidak berhasil membebaskannya dari penjara.

Saat meringkuk di balik jeruji besi, kabar buruk datang menyapa yang mana Ibunya meninggal dunia. Lula pun mendapatkan ijin untuk mendatangi prosesi pemakaman ibunya dengan kawalan polisi.

Setelah bebas dari penjara, di tahun 1980, bersama dengan sejumlah akademisi kiri, seniman, aktivis mahasiswa, dan Katolik penganut teologi pembebasan, Lula mendirikan Partai Buruh (PT).

Akhir 1980, Partai Buruh berhasil menang di sejumlah pemilu lokal, terutama di Porto Allegre dan Sao Paulo. Ketika berkuasa, Partai Buruh menerapkan konsep penganggaran progressif yang disebut “Anggaran Partisipatif”.

Berikutnya, di tahun 1983, Lula berhasil memprakarsai berdirinya serikat buruh kiri terbesar di Brazil, Central Unica dos Trabalhadores (CUT).

Di pemilu 2002, seiring dengan “pasang merah” yang tengah melanda benua Amerika latin. Lula maju sebagai capres dan berhasil menang. Sekaligus mencatat sejarah baru dalam politik Brazil sebagai seorang aktivis buruh, yang tidak tamat SD, berhasil jadi Presiden.

Saat menjabat Presiden, Lula melahirkan banyak program progresif dan populer. Dia menciptakan program Bolsa Familia guna menolong keluarga miskin dan kelompok rentan. Dia juga menyalurkan kredit lunak bagi petani dan produsen berskala kecil.

Tidak mengherankan, seperti diakui Bank Dunia, angka kemiskinan di Brazil turun drastis dari 27 persen di tahun 2003 menjadi 7 persen di tahun 2009. Dia juga berhasil memangkas kesenjangan sosial yang sempat melebar di negeri itu, dimana dalam era kepemimpinannya mampu mengeluarkan puluhan juta warganya dari lubang kemiskinan.

Masa Lula, ekonomi Brazil tumbuh perkasa. Bahkan, ketika dunia dihantam krisis ekonomi tahun 2009, ekonomi Brazil tetap tumbuh 7,5 persen. Dan dari itulah yang menyebabkan Brazil muncul sebagai kekuatan ekonomi baru di dunia dan memprakarsai lahirnya BRICS (Brazil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan).

Setelah lengser dari singgasana pada 2010, Pria berusia 77 tahun itu berhasil meraih masa jabatan ketiganya setelah mengalahkan petahana sayap kanan Jair Bolsonaro pada Oktober 2022 dalam sebuah pemilihan presiden paling ketat dalam beberapa dekade.

Saat mengambil sumpah jabatan, Lula bersumpah untuk “mempertahankan dan mematuhi konstitusi” dan berjanji untuk “menyelamatkan” 33 juta orang dari kelaparan dan 100 juta orang dari kemiskinan hampir setengah dari total 215 juta penduduk di negara itu.

Lula mengatakan akan membangun kembali Brasil dari “reruntuhan” yang ditinggalkan oleh pemerintah sebelumnya, tanpa menyebut nama Bolsonaro.

Begitulah kisah Lula da Silva, si aktivis buruh, menapak jalan sebagai tokoh politik penting dalam sejarah Brazil.

Pos terkait