Sekjen ASPEK Indonesia: Pemagangan Diprediksi Makin “Menggila”, Serikat Pekerja Siapkan Perlawanan.

KSPI menolak pemagangan yang menjadi kedok perekrutan tenaga kerja murah.

Jakarta, KPonline – Sekretaris Jenderal Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) Sabda Pranawa Djati mengajak seluruh elemen masyarakat dan pekerja di Indonesia untuk mewaspadai peraturan pemagangan yang akan semakin eksploitatif. Hal ini disampaikan Sabda usai menghadiri rapat pembahasan revisi Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 36 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pemagangan di Dalam Negeri (Permenaker 36/2016), di kantor Kementerian Ketenagakerjaan di Jakarta, Rabu (14/11/2018).

Kementerian Ketenagakerjaan telah melakukan dua kali rapat konsultasi publik dengan serikat pekerja terkait dengan rencana revisi Permenaker 36/2016 dimaksud. Rapat pertama dilakukan pada 23 Oktober 2018 dan rapat kedua pada 14 November 2018.

Bacaan Lainnya

Dalam pertimbangannya, Kementerian Ketenagakerjaan menilai bahwa ketentuan dalam Permenaker 36/2016 yang diterbitkan oleh Pemerintahan Jokowi – JK ini sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan penyelenggaraan pemagangan dalam negeri sehingga perlu disempurnakan.

Sabda menegaskan, sesungguhnya Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bersama serikat pekerja lainnya telah melakukan kritik dan penolakan atas pemberlakuan Permenaker 36/2016 yang dinilai sebagai eksploitasi tenaga kerja berkedok pemagangan, yang hanya menguntungkan pihak pengusaha.

Dalam Permenaker 36/2016 pengusaha dapat mempekerjakan peserta magang hingga 30% dari jumlah karyawan dengan jangka waktu 1 tahun yang dapat diperpanjang, tanpa kewajiban membayar upah dengan alasan pemagangan sebagai bagian dari sistem pelatihan kerja untuk menguasai ketrampilan atau keahlian tertentu. Peserta magang hanya berhak atas uang saku yang meliputi biaya transport, uang makan dan insentif yang besarannya ditentukan sepihak oleh perusahaan.

Masih menurut Sabda, dalam rapat konsultasi publik Kementerian Ketenagakerjaan dengan serikat pekerja, disampaikan draft revisi yang isinya justru lebih eksploitatif, yaitu pengusaha yang dalam Permenaker 36/2016 tidak diperbolehkan menyelenggarakan pemagangan pada jam kerja lembur, hari libur resmi dan malam hari. Justru dalam usulan revisi diberikan kebebasan bahkan diperbolehkan menggunakan sistem shift hingga shift malam. Ketentuan soal tidak adanya upah juga masih tetap ingin dipertahankan oleh Pemerintah.

Sabda menyampaikan beberapa perwakilan KSPI yang hadir dalam rapat mengusulkan pembatasan jam pemagangan yang tidak boleh disamakan dengan jam kerja pekerja pada umumnya serta memberikan hak atas upah kepada peserta pemagangan. Hal ini karena fakta di lapangan, banyak pengusaha yang justru mempekerjakan peserta pemagangan dan memberikan target pekerjaan yang harus dicapai kepada peserta pemagangan, serta memberlakukan lembur, padahal seharusnya peserta pemagangan tujuannya adalah untuk pelatihan kerja.

Lemahnya pengawasan dari Kementerian Ketenagakerjaan, baik tingkat pusat sampai daerah, terhadap pelanggaran di lapangan juga disoroti oleh serikat pekerja.

Sabda juga sempat melakukan protes keras ketika pihak Kementerian Ketenagakerjaan ingin memaksakan draft revisi Permenaker tersebut untuk dapat disetujui oleh serikat pekerja tanpa memasukkan usulan perubahan yang diajukan oleh serikat pekerja.

Sabda menyampaikan bahwa salah satu pejabat Kementerian Ketenagakerjaan yang hadir dalam rapat, sempat mengatakan bahwa ada permintaan dari pihak pengusaha untuk melakukan revisi Permenaker 36/2016 khususnya terkait dua hal yaitu agar pemagangan bisa dilakukan pada jam kerja lembur dan dengan sistem shift hingga shift malam.

“Permintaan ini yang kami tolak dan serikat pekerja harus melakukan penolakan agar pekerja mendapatkan keadilan dan kesejahteraan, bukan malah pasrah dieksploitasi,” pungkas Sabda.

Pos terkait