Perjuangan Tolak PP 78 Tahun 2015 Masih Berlanjut

Buruh melakukan aksi di Mahkamah Agung. | Foto: Kascey
Buruh melakukan aksi di Mahkamah Agung. | Foto: Kascey

Jakarta, KPonline – Rabu (30/3/2016), ratusan orang buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (FSPMI – KSPI) melakukan aksi unjuk rasa di Mahkamah Agung (MA), Jakarta Pusat. Aksi di MA ini akan dilakukan secara terus menerus setiap hari Rabu, hingga puncaknya pada saat peringatan May Day, 1 Mei 2016. Tidak hanya di MA, setiap hari Senin, buruh dan element gerakan sosial yang lain juga akan melakukan aksi di PN Jakarta Pusat untuk mengawal persidangan 26 Terdakwa, yang dimeja hijaukan terkait aksi menolak PP 78/2015 di Istana Negara.

“Tujuan kami melakukan aksi hari ini hanya satu, yakni mendesak agar PP No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan segera dicabut,” kata Presiden KSPI Said Iqbal.

Bacaan Lainnya

Selanjutnya Iqbal menjelaskan tentang urgensinya mencabut PP 78/2015. Pertama, PP tersebut menghilangkan hak berunding serikat buruh sehingga melanggar konstitusi, UU No. 13 Tahun 2003, Konvensi ILO No. 87 tentang kebebasan berserikat, Konvensi ILO No. 89 tentang Hak Berunding, termasuk melanggar Konvensi ILO No. 131 yang mengatur kewajiban melakukan konsultasi dengan buruh untuk menentukan upah minimum.

Kedua, seiring dengan diberlakukannya PP 78/2015, pemerintah juga melakukan kriminalisasi. Kondisi ini seperti yang dilakukan rezim Soeharto. Jika untuk mengejar pertumbuhan ekonomi Soeharto menerapkan stabilitas keamanan, maka yang dilakukan rezim Jokowi – JK adalah dengan melakukan kriminalisasi terhadap buruh dan gerakan rakyat. Tujuannya sama, untuk membungkam gerakan rakyat yang kritis terhadap pemerintah.

“Seperti yang terjadi pada 26 aktivis buruh, yang kini menjadi terdakwa karena menolak PP 78/2015. Tidak hanya itu, bahkan aparat kepolisian juga melalukan tindakan represif dan mengancam buruh, seperti yang terjadi di Kawasan Industri Bekasi,” kata Iqbal.

Di akhir kalimat, Iqbal mengatakan, PP 78/2015 dan rezim upah murah bukan hanya menjadj paket kebijakan ekonomi, tetapi juga kebijakan represif. Buktinya, buruh dan element sosial yang mencabut PP tersebut dikriminalisasi. (*)

Presiden KSPI, Said Iqbal

Pos terkait