Jakarta, KPonline-Septia Dwi Pertiwi, seorang pekerja, menjadi sorotan publik setelah dirinya dilaporkan oleh majikannya, Jhon LBF, atas dugaan tindak pidana pencemaran nama baik. Laporan ini muncul setelah Septia menuntut keadilan atas hak-hak pekerja yang menurutnya telah dilanggar selama bekerja di bawah Jhon LBF.
Kasus ini telah mengguncang dunia pekerja dan serikat buruh di Indonesia. Serikat Pekerja dan Serikat Buruh (SP/SB), diantaranya Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) menyatakan sikap tegas dengan menggelar aksi solidaritas untuk mendukung Septia di persidangan yang berlangsung di Kantor Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (22/1).
Para buruh menuntut agar pengadilan membebaskan Septia dan menghentikan kriminalisasi terhadap ekspresi pekerja yang sah.
“UU ITE telah menjadi mata pisau yang tajam bagi masyarakat kecil seperti Septia. Negara seharusnya hadir untuk melindungi mereka yang termarjinalkan, bukan membiarkan kekuasaan majikan digunakan untuk membungkam suara keadilan,” ujar Wahyu Hidayat selaku Ketua Pimpinan Cabang Serikat Pekerja Automotif Mesin dan Komponen Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (PC SPAMK-FSPMI) Purwakarta.
Menurutnya, kasus ini dinilai sebagai ujian besar terhadap sistem hukum Indonesia. Tuduhan pencemaran nama baik terhadap Septia dianggap tidak relevan, terutama jika dilihat dari tindakan majikan yang dituding melanggar hak-hak pekerja. Aktivis buruh menyoroti bahwa penggunaan UU ITE dalam kasus ini hanya menjadi alat pembungkam terhadap daya kritis pekerja.
“Bagaimana mungkin seseorang dituduh mencemarkan nama baik, sementara nama yang dimaksud sendiri sudah dipandang buruk oleh banyak pihak karena tindakannya yang tak manusiawi? Ini adalah bentuk kriminalisasi terhadap pekerja yang berani bersuara,” kata Wahyu Hidayat.
Tuntutan Pembebasan Septia pun bergemuruh di depan Kantor Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dukungan dari berbagai pihak mengalir deras, dengan satu suara: “Bebaskan Septia!”
“Pengadilan hari ini akan menjadi momen penting yang menentukan, apakah hukum berpihak kepada keadilan dan melindungi kaum lemah, atau justru terus menjadi alat bagi pihak yang berkuasa untuk menekan yang tak berdaya,” pungkas Wahyu Hidayat.
Serikat pekerja menyerukan kepada hakim untuk membebaskan Septia dari segala tuntutan dan menjunjung tinggi keadilan. “Pengadilan ini semestinya tak perlu terjadi. Sudah waktunya kita mengakhiri praktik arogansi majikan yang menggunakan hukum untuk menekan pekerja,” tegasnya.
“Saya yakin masih ada ribuan Septia-septia lain yang sudah sangat tertekan baik secara ekonomi dan mungkin secara psikologis namun tak berani bersuara. Sekalipun LBF dan JPU berniat jebloskan ke penjara namun mari semua kita berdoa semoga Allah SWT jernihkan hati para hakim sehingga dapat memutus bebas untuk septia,” tutupnya.
#BebaskanSeptia
Foto: Budi Omp