Omnibus Law Cipta Kerja, Bagaikan Tsunami Yang Merusak Tatanan Ekonomi Dan Sosial

Purwakarta, KPonline – Menyambut hari Perempuan Internasional yang jatuh tepat pada hari ini, pekerja perempuan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) menyelenggarakan Konsolidasi Akbar di Kantor Konsulat Cabang Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (KC FSPMI) Purwakarta. Minggu, (8/3).

Perlu kita ketahui bersama bahwa pekerja perempuan saat ini masih rentan diskriminasi dan itu hampir terjadi diseluruh sektor industri. Mulai dari upah murah yang dialami oleh buruh-buruh garmen, belum lagi masih banyak perusahaan yang tidak merealisasikan hak kesehatan reproduksi perempuan, misalnya hak cuti haid dan melahirkan serta laktasi sehingga pemiskinan masih menjadi potret nyata bagi buruh atau pekerja perempuan saat ini.

Bacaan Lainnya

Kemudian, menghadapi reformasi undang-undang ketenagakerjaan lewat Omnibus Law melalui Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta kerja yang sekarang ini menjadi perbincangan hangat dikalangan kelas pekerja atau buruh, dalam draf RUU tersebut ternyata hak-hak pekerja perempuan yang sudah diatur dalam undang-undang sebelumnya, yaitu pasal 81 dan 82 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ada indikasi akan dihapus atau dihilangkan.


Oleh sebab itu, dalam agenda tersebut Didin Hendrawan selaku anggota Komisi I DPRD Purwakarta menyampaikan tentang dampak buruk Omnibus Law itu kepada pekerja atau buruh perempuan di Purwakarta.

“Omnibus Law Cipta Kerja, bahayakan masa depan buruh perempuan,” kata Didin Hendrawan.

Menurutnya, Omnibus Law Rancangan Undang-undang Cipta Kerja bisa bikin masa depan buruh suram. Karena kepastian kerja bagi pekerja atau buruh dengan hanya berstatus kontrak akan hilang.

“Omnibus Law Cipta Kerja, akan membuat praktek kerja outsourcing semakin merajalela,” ujar Didin Hendrawan.

Sehingga, Omnibus Law Cipta Kerja bagaikan tsunami yang bisa merusak tatanan ekonomi dan sosial kelas pekerja atau kaum buruh di Indonesia. Tambahnya.

Pos terkait