Nasi Berkat, Asal usul dan Ulih-ulih Makanan Khas Pracimantoro

Wonogiri, KPonline – Demam nasi berkat Wonogiri tak hanya terjadi di kawasan Solo dan sekitarnya. Pun demikian halnya dengan daerah asalnya di ujung tenggara Jawa Tengah itu. Ini cerita dari sahabat dekatku melalui video call bersama group alumni 96 lainnya.

Fakta ini bisa dibuktikan dengan menjamurnya pedagang nasi berkat di Kabupaten Wonogiri. Seperti di wilayah Kota, Kecamatan Baturetno, Ngadirojo, maupun Pracimantoro. Diantar Sapto teman sekolah waktu itu, Harno dan keluarga berkesempatan menyambangi langsung para penjual nasi berkat di Kecamatan Pracimantoro, Jumat (21/8/2020).

Kebetulan hari itu pasaran Wage, suasana kota kecamatan yang berbatasan dengan Gunungkidul Yogyakarta itu terlihat lebih ramai daripada hari biasa. Tak cuma di seputar pasar, keramaian nampak di pasar hewan hingga sejumlah sudut di seputar bangjo (lampu rambu lalu lintas red.) Pracimantoro.

Nah, para penjual nasi berkat khas Pracimantoro menggelar lapak di pinggir jalan seputar keramaian itu. Ada yang berada di sisi barat bangjo dekat BRI unit, sekitar pasar, maupun Puskesmas hingga dekat Museum Karst Indonesia di Desa Gebangharjo.

Sayang, kami datang sudah hampir siang sekitar pukul 10.00 WIB. Alhasil beberapa pedagang sudah kehabisan nasi berkat. Beruntung masih dapat beberapa bungkus di sisi barat bangjo dan dekat museum.

“Kalau tidak kehabisan, mestinya datang sekitar pukul 06.00 WIB,” ujar Sapto.

Di sekitar jam-jam itu, stok nasi berkat masih cukup banyak. Namun sesaat kemudian sudah diserbu pembeli. Dagangan yang diletakkan di atas meja meliputi sego atau nasi berkat, asul asul atau ulih-ulih, sego bancakan atau sego oseng.

Antara nasi berkat, asul asul maupun ulih-ulih sebenarnya sama. Hanya saja asul asul atau ulih-ulih biasanya menggunakan kombinasi daging sapi terik, sambal goreng kentang, bihun, kecambah. Untuk sego berkat biasanya menggunakan oseng lombok meskipun ada juga yang memilih diganti sambal goreng kentang. Awalnya hanya tersedia saat ada acara hajatan.

Sego bancakan disajikan dengan menu hampir sama. Cuma daging sapi diganti tahu tempe telur bacem. Jika memilih sego oseng maka yang akan disantap adalah nasi dengan sayur oseng lombok dan tempe bacem, belakangan ini banyak dijual bebas, apalagi saat pasaran Wage di Pracimantoro,” beber Sapto

Fenomena itu menurut dia merupakan hal yang menggembirakan. Pasalnya menandakan perekonomian menggeliat. Ada perputaran roda ekonomi cukup lancar dari warga penyedia bahan baku, penyedia bahan pembungkus berupa daun jati, maupun pedagang makanan.

“Harganya sekitar Rp 8.000 komplit itu, sudah kenyang dan bikin nagih,” terang dia.

Salah satu penjual nasi berkat di sekitar Museum Karst Indonesia, Bu Sri menyebutkan, penggemar menu itu sangat beragam. Mulai anak muda hingga orang tua. Satu yang menjadi ciri khasnya, dibungkus daun jati agar citarasa asli nasi hajatan Wonogiri tidak pudar.

Penulis : Yanto
Foto : Harno