Yogyakarta, KPonline – Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X menanggapi santai gugatan buruh atas terbitnya Surat Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor: 235/KEP/2016 tentang Penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota tahun 2017.
Gugatan itu telah didaftarkan buruh ke Pengadilan Tata Usaha Negara Yogyakarta pada Kamis, 19 Januari 2017. “Seharusnya yang digugat (buruh) ya gubernur di seluruh Indonesia, bukan hanya Gubernur Yogya,” ujar Sultan di komplek Kepatihan, Kamis 19 Januari 2017.
Selaku gubernur, kata Sultan, dia mengeluarkan surat keputusan pengupahan seperti dilakukan gubernur di seluruh Indonesia. “Acuannya semua gubernur sama soal upah, Peraturan Pemerintah (Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan),” kata dia.
Sultan menuturkan telah mempelajari materi gugatan tersebut serta menyerahkan penanganannya ke Biro Hukum Pemerintah Yogyakarta. “(Gugatan) ini kami anggap seperti pilotproject, kalau berhasil mungkin baru akan diterapkan (gugatan serupa) secara nasional,” kata Sultan terkekeh.
Sultan enggan menanggapi jauh soal anggapan buruh yang menilai pihaknya mengabaikan kewenangan lebih yang dimiliki dalam merumuskan upah minimum, seperti mempertimbangkan survei kebutuhan hidup layak. “Meskipun gubernur dan bupati punya kewenangan lebih, tapi dasarnya ya tetap PP (78 tahun 2015).”
Sementara itu, Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja Yogyakarta Andung Prihadi menuturkan, pihak pemerintah sebenarnya berharap kasus ini tak berlanjut sampai ke pengadilan. Namun pemerintah dalam posisi siap jika mau tak mau harus bertarung di pengadilan.
“Sebelum ada keputusan tetap dari pengadilan, surat keputusan itu tetap berlaku,” ujar Andung.
Tentu saja, sikap Andung membuat miris kalangan buruh. Bukannya memenuhi aspirasi kaum buruh, Pemerintah justru memilih untuk bertarung dengan buruh di pengadilan. (*)
Sumber: tempo.com