Menyoal Kontrak Kerja Dalam Aturan Baru

Jakarta, KPonline – Ini pertanyaan yang menarik untuk kita diskusikan. Aturan baru mengenai karyawan kontrak di dalam UU Cipta Kerja atau yang kita kenal dengan omnibus law menguntungkan atau merugikan?

Ada yang berpendapat, aturan baru mengenai buruh kontrak lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan aturan sebelumnya.

Bacaan Lainnya

Mereka mengatakan, dengan aturan yang baru ini, karyawan bisa dikontrak lebih lama. “Dengan waktu kontrak yang lama ini, buruh kontrak bisa kredit rumah,” katanya.

Nanti dulu. Untuk bisa menjawab aturan itu lebih baik atau lebih buruk, kita harus memahami aturan sebelumnya. Sehingga ada acuan atau titik pijak, dari posisi mana kita menilai aturan itu lebih baik atau lebih buruk.

Perlu kita ketahui, di dalam UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 kali untuk jangka waktu paling lama 1 tahun.

Kemudian, pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama, pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan 1 kali dan paling lama 2 tahun.

Itu artinya, di dalam aturan yang lama, kontrak bisa dilakukan selama 5 tahun. Dengan 1 kali perpanjangan dan 1 kali pembaharuan. Jika ketentuan ini dilanggar, maka demi hukum menjadi karyawan tetap.

Tetapi di dalam UU Cipta Kerja, ketentuan ini diubah. Tidak lagi secara tegas diatur mengenai batasan waktu dan periode kontrak.

Dengan dihapusnya batasan waktu dan periode kontrak di dalam UU Cipta Kerja, maka pasal yang mengatur bahwa buruh kontrak yang dikontrak berulang-ulang batal demi hukum juga ikut terhapus.

Memang, di dalam PP 35/2021 diatur mengenai waktu kontrak, yakni paling lama 5 (lima) tahun. Jika pekerjaan yang dilaksanakan belum selesai maka dapat dilakukan perpanjangan kontrak dengan jangka waktu sesuai kesepakatan antara Pengusaha dengan Buruh, dengan ketentuan jangka waktu keseluruhan PKWT beserta perpanjangannya tidak lebih dari 5 (lima) tahun.

Dari sini saja sudah ketahuan, ketentuan ini mereduksi aturan sebelumnya. Dari batasan waktu kontrak yang tadinya diatur dalam UU kini diatur di dalam PP. Di mana dalam hirarki peraturan perundang-undangan, PP di bawah UU.

Kedua, dalam aturan yang baru ini, tidak ada batasan periode kontrak. Hanya disebutkan jangka waktu PKWT maksimal 5 tahun dan bisa diperpajang.

Itu artinya, buruh bisa dikontrak berulangkali. Misalnya, kontrak kerja dilakukan setiap satu atau tiga bulan sekali. Tidak ada batasan berapa kali PKWT bisa diperpanjang.

Bandingkan dengan UU sebelumnya, yang membatasi perpanjangan kontrak hanya 1 kali.

Jadi kalau ada yang mengatakan waktu kontrak yang sekarang lebih lama, itu anggapan yang salah. Karena dulu pun, PKWT juga bisa dilakukan hingga maksimal 5 tahun. Bedanya, dulu dengan 1 kali perpanjangan dan 1 kali pembaharuan. Jika melanggar menjadi karyawan tetap.

Sekarang, tetap 5 tahun. Tanpa ada keterangan berapa kali boleh diperpanjang. Dalam praktinya nanti, bisa saja buruh dikontrak berulang-ulang hingga puluhan kali.

Apalagi tidak ada lagi ketentuan, jika waktu kontrak ini dilanggar, demi hukum menjadi karyawan tetap.

Saya berkesimpulan, ketentuan yang baru ini justru semakin tidak memberikan kepastian terhadap karyawan kontrak.

Pos terkait