Menggugat Keterwakilan Perempuan Dalam Pengambilan Kebijakan

Bogor, KPonline -Peran kaum perempuan dalam pergerakan dan perjuangan kaum buruh sudah sejak lama mempunyai pengaruh yang cukup kuat dan besar. Pasang surut peranan kaum buruh perempuan adalah sesuatu hal yang wajar dan menjadi maklum adanya. Peran kaum buruh perempuan selain sebagai motor penggerak pergerakan dan perjuangan kaum buruh, kaum perempuan pun harus tetap bisa menjadi sosok ibu dalam rumah tangga.

Berat beban yang ditanggung oleh kaum buruh perempuan, menjadikan hal tersebut adalah sesuatu hal besar yang perlu kita hormati. Tidak jarang, ada banyak kaum buruh perempuan yang juga sekaligus menjadi tulang punggung bagi sebuah keluarga. Atas hal tersebut, beban berat yang dipikul oleh seorang buruh perempuan menjadi semakin tumpuan derita yang tiada akhir. Apakah kaum buruh perempuan akan menyerah dalam menghadapi situasi dan kondisi yang menggelayuti tulang punggung dan pikiran serta jiwa mereka?

Bacaan Lainnya

Sebagian kaum buruh perempuan mungkin akan menyerah, mengangkat kedua belah tangan, atau bahkan menangis dipojokan dapur. Tapi tidak sedikit yang tetap kuat dan menghadapi itu semua dengan tekad yang membaja. Banyak diantara kaum buruh perempuan yang terus bergerak, melangkahkan derap langkah kaki, menerjang badai lemahnya kekuatan ekonomi keluarga. Menjadi penopang tulang punggung keluarga bahkan tidak jarang yang berperan ganda, sebagai ibu sekaligus sebagai sosok ayah dalam keluarga.

Dalam menentukan sebuah kebijakan pun, keterlibatan kaum perempuan seringkali diabaikan. Kita tidak perlu malu untuk mengakui bahwa, perbedaan gender masih menjadi momok bagi pemangku kebijakan. Lihat saja didalam diskusi-diskusi dan organisasi-organisasi.

Prosentase keterlibatan kaum perempuan masih dibawah 30 persen dari jumlah total rata-rata sebuah diskusi ataupum organisasi. Apakah kaum perempuan begitu lemah, sehingga enggan terlibat dalam sebuah diskusi ataupun organisasi? Ataukah memang kaum perempuan sengaja dilemahkan?

Pertanyaan yang susah-susah mudah untuk dijawab ini, sudah seharusnya dihilangkan dari muka bumi ini. Kenapa? Karena perbedaan gender bukanlah sebuah halangan dalam menentukan sebuah kebijakan. Karena kaum perempuan adalah mahluk yang sama dengan kaum laki-laki, sehingga memberikan kesempatan yang sama bagi kaum perempuan dalam menentukan sebuah kebijakan adalah sebuah keharusan.

Jadi bagaimana, apakah kaum perempuan masih berani menjadi penentu sebuah kebijakan? Terlebih-lebih kaum buruh perempuan yang seringkali menjadi obyek dari sebuah kebijakan. Beranikah kaum buruh perempuan saat ini ?

Pos terkait