Memperjelas 2018

Jakarta, KPonline – Pergantian tahun selalu menandai akhir dan awal. Ia semacam jembatan. Penghubung. Maka yang terpenting bukanlah malam pergantian yang dirayakan dengan terompet dan kembang api yang gegap gempita. Tetapi prestasi apa yang akan kita ukir setelah memasuki tahun berikutnya.

Banyak orang mengatakan, 2018 adalah tahun politik. Pertarungan dalam Pemilu 2019 akan dimulai dari tahun ini.

Aura pertarungan sudah terasa, bahkan sejak akhir tahun. Saya kira, akan terus menguat pada bulan-bulan berikutnya.

Saya mengawali tahun 2018 dari Purwakarta. Setelah menghadiri konsolidasi dan berdiskusi dengan teman-teman di Purwakarta, pada Jumat (29/12/2017), saya memperpanjang kunjungan di kota yang pemimpin buruhnya diharapkan bisa ikut dalam Pilkada, tahun ini.

Di sini, saya menyerap energi baik dari masyarakat Purwakarta. Menghirup udaranya lebih lama dan membuat pemetaan sederhana.

Tentu saja, saya senang bisa menyaksikan berbagai elemen mulai percaya, bahwa di tangan pekerja keras dan cerdas ini, Purwakarta akan makin istimewa.

Bukan hanya sekarang. Sejak bertahun-tahun lalu, Pak Fu sudah berjuang untuk peningkatan kesejahteraan di Purwakarta. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat adalah nafas hidupnya. Sosok seperti ini, apabila diberi kesempatan, pasti akan membuktikan semua janji.

Bagi saya, pergantian tahun selalu menandai akhir dan awal. Ia semacam jembatan. Penghubung. Maka yang terpenting bukanlah malam pergantian tahun yang dirayakan dengan terompet dan kembang api dengan gegap gempita. Tetapi prestasi apa yang akan kita ukir setelah memasuki tahun berikutnya.

Seperti yang saya sampaikan di awal tulisan ini, 2018 adalah tahun konsolidasi politik. Tahun ini akan lebih menguras tenaga dan pikiran. Terlebih lagi, FSPMI – KSPI sudah menegaskan komitment-nya untuk melanjutkan go politic.

Selain dalam Pilkada di Purwakarta, di beberapa daerah lain kaum buruh juga akan mendukung para calon yang akan berlaga. Sebut saja di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, dan lain sebagainya.

Lebih dari itu, kader-kader organisasi juga didukung untuk maju dalam Pemilihan Legislatif dalam Pemilu 2019. Tentu saja, sejak tahun ini, persiapan akan dimulai.

Selain terkait politik, perjuangan untuk menolak PP 78/2015 juga masih akan berlanjut. Apalagi, saat ini kaum buruh tengah bersiap mengajukan gugatan terhadap upah minimum 2018.

Upah akan selalu menjadi urat nadi perjuangan kaum buruh. Sebab kenaikan upah berkaitan erat dengan daya beli. Jika daya beli rendah, imbasnya perekonomian masyarakat akan terganggu. Rakyat tidak memiliki cukup uang untuk membeli kebutuhan.

Jika hal ini terjadi pada buruh, cukuplah itu disebut tragedi. Bekerja kok tetap nggak punya apa-apa. Apa kata dunia?

PHK dan kriminalisasi juga terus mengintai kaum buruh. Ada pergeseran. Jika dulu PHK dilakukan untuk mengurangi beban perusahaan, saat ini ada trend, dimana PHK dilakukan untuk membungkam aktivis (buruh) yang kritis.

PHK untuk menghentikan aktivitas serikat adalah kejahatan. Karena itu, bagi kaum buruh, alih-alih ketakutan — fenomena ini justru menjadi tantangan. Melawan penjahat adalah kehormatan.

Di tahun-tahun politik, suara-suara kritis akan banyak diredam. Gerakan buruh dan rakyat tidak akan dibiarkan membesar. Tujuannya, apalagi kalau bukan untuk mengamankan kekuasaan?

Lertarungan politik seringkali berubah menjadi pertarungan gagasan. Wacana. Klaim tentang siapa yang berbuat terbaik untuk rakyat.

Oleh karena itu, serikat buruh harus memperkuat tim kampanye atau tim media. Tujuannya adalah untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat luas tentang gagasan perubahan yang ditawarkan oleh gerakan serikat buruh. Kegagalan memberikan penjelasan, akan membuat serikat buruh semakin menjauh dari hati rakyat.

Kerja media bukanlah kerja pencitraan. Tetapi justru untuk memperkuat kerja-kerja faktual di lapangan. Memberikan penjelasan yang lebih masuk akal terhadap apa yang sudah, sedang, dan akan dikerjakan.