Jakarta, KPonline – Gelombang PHK massal di penghujung tahun 2015 dan awal tahun 2016 karena memburuknya kondisi perekonomian nasional tidak pernah diumumkan oleh pemerintah. Pemerintah terkesan menutupi angka tersebut, karena takut dianggap gagal dalam menjalankan paket kebijakan ekonominya. Hal ini diungkap oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), dalam kongresnya yang ke-4 di Jakarta, tanggal 7 – 9 Februari 2017.
KSPI menilai, salah satu faktor pemicu PHK massal adalah rendahnya daya beli yang dikarenakan kebijakan upah murah lalu dihadapkan dengan membumbungnya harga-harga barang kebutuhan hidup.
Mengkritisi hal ini, KSPI menyatakan bahwa menteri kementrian tenaga kerja berbohong soal angka PHK yang hanya 1.347 orang, padahal diperkirakan sudah puluhan ribu yang ter-PHK karena menurunnya daya beli masyarakat akibat politik upah murah.
KSPI menduga selama ini pemerintah tidak memiliki data PHK yang jelas, selain karena para pegawainya yang malas turun mencari data juga belum adanya system yang akurat yang mengupdate kondisin ketenagakerjaan di Indonesia.
Dalam hal ini, KSPI mendesak Pemerintah untuk bertanggung jawab terhadap nasib para pekerja yang ter PHK. Bagaimapaun juga, harus ada proteksi terhadap buruh yang kehilangan pekerjaan.
Baca artikel lain terkait PHK:
Pekerja Media Berjuang Tolak PHK
Tolak PHK, Buruh PT Papa Jaya Agung Gelar Unjuk Rasa
Prihatin PHK Freeport, IndustrialALL Kirim Surat Ke Jokowi
FSPMI Desak Pengusaha PT Alpachon Velfindo Pekerjakan Kembali Buruh yang di PHK
Disnaker Gresik : PHK PT Smelting Tidak Bisa Dilanjutkan