May Day, Buruh Freeport di Papua Jangan Biarkan Sendiri

Jakarta, KPonline – Mengingat hari buruh, seharusnya kita juga mengingat para buruh yang menjadi martir bagi kerakusan kapitalis. Mereka adalah korban PHK, korban upah murah, bekerja tanpa jaminan sosial, bahkan yang kehilangan nyawa saat bertugas di tempat kerja.

Salah satu korban PHK yang hingga saat ini belum usai adalah buruh PT Freeport Indonesia, di Papua. Jumlah totalnya fantastis. Mencapai 8.300 orang. Jika ditambahkan dengan keluarga yang terdampak akibat kebijakan yang sewenang-wenang itu, jumlahnya bisa jadi mencapai 3-5 kali lipat dari angka di atas.

Bacaan Lainnya

Ini sebuah tragedi. Faktanya, ribuan pekerja kini hidup menderita. Beberapa bahkan memilih bunuh diri karena tak sanggup lagi menahan pedihnya penderitaan. Sebagian besar hidup tanpa jaminan sosial, yang ketika sakit tidak ada biaya untuk berobat.

May Day 2018 ini, sekaligus menjadi peringatan 1 tahun buruh Freeport menuntut keadilan. Tanggal 1 Mei 2017 lalu, mereka mulai melakukan mogok kerja. Gerakan aksi mogok kerja dilakukan ribuan pekerja PT Freeport Indonesia, kontraktor, dan privatisasi menyusul kebijakan manajemen perusahaan itu merumahkan (furlough) para pekerjanya. Aksi spontanitas tersebut berujung pada PHK sekitar 8.300 karyawan yang dianggap mangkir dari tempat kerja selama lima hari berturut-turut.

Dalam buku berjudul ‘Pemerintah Gagal Menyejahterakan Buruh?’ yang ditulis oleh Said Iqbal (Presiden FSPMI dan KSPI) dan Kahar S. Cahyono (Vice Presiden FSPMI dan Kepala Departemen Komunikasi dan Media KSPI), juga disinggung mengenai perjuangan buruh PT Freeport Indonesia. Kasus PHK buruh Freeport menjadi PR bagi pemerintah yang harus diselesaikan.

Jika permasalahan investasi Freeport sudah ada deal-deal tertentu dan tidak lagi mewarnai pemberitaan media, tidak demikian dengan nasib buruh-buruhnya. Hingga saat ini, kasus mereka masih belum ada kejelasan.

Kendati demikian, perjuangan ribuan pekerja rupanya tidak pernah surut. Mereka berencana akan memanfaatkan momentum hari buruh sedunia 2018 untuk kembali membangkitkan semangat perjuangan dalam menuntut keadilan kepada perusahaan dan pemerintah.

“Kita sepakat ramaikan May Day nanti, kita tuntut hak-hak, kita tuntut jaminan undang-undang yang melindungi pekerja, kita tanyakan kenapa mereka (pemerintah) diam semua atas masalah ini,” kata Nurkholis Hidayat dari Lokataru Law and Human Right Office di hadapan puluhan pekerja mogok di Timika, Kamis (26/4/20180, sebagaimana diberitakan seputarpapua.com.

Nurkholis Hidayat selaku kuasa humum 8.300 pekerja mogok Freeport menilai, pemerintah Indonesia telah melakukan pembiaran terhadap perusahaan yang memperlakukan pekerja secara sewenang-wenang. Pemerintah dianggap mengabaikan persoalan yang menimpa ribuan pekerja di Mimika, daerah penghasil tambang emas terbesar dunia.

“Pemerintah sama sekali tidak memberikan perlindungan terhadap pekerja. Menteri Tenaga Kerja tidak melaksanakan kewenangannya untuk memerintahkan kepada pengawas ketenagakerjaan untuk melakukan penyelidikan terhadap PT Freeport Indonesia yang telah melakukan perbuatan pidana pemogokan,” tutur Nurkholis.

Karena itu, jangan biarkan pekerja Freeport berjuang sendiri. Mereka adalah saudara kita, yang harus kita bantu untuk memperjuangkan hak-haknya.

Oleh karena itu, dalam kesempatan May Day kali ini, yuk kita angkat nasib mereka. Nasib para buruh yang menjadi korban kerakusan korporasi. Mereka yang di PHK, di Freeport, Smelting, dan berbagai perusahaan lain.

Pos terkait