Purwakarta, KPonline – Bersamaan dengan sidang perdana gugatan uji formil Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Ketua PC SPAMK-FSPMI Kabupaten Purwakarta dan jajarannya melakukan safari aksi di setiap PUK yang dihampiri.
“Optimalisasi aksi yang membuat kami lakukan safari. Disamping karena mobil komando yang diperbantukan ke MK,” kata Wahyu Hidayat.
Kemudian, menurut ketua PC SPAMK-FSPMI tersebut kepada Media Perdjoeangan bahwa ada beberapa hal lain yang menyebabkan ketiadaan aksi di Kantor Bupati Purwakarta, termasuk upaya menjaga komitmen bersama, selama keran komunikasi dan suara buruh masih diakomodir dengan relatif baik oleh Bupati.
Dalam orasi-orasi singkatnya, Wahyu kembali mempertanyakan esensi aksi kepada anggota. Mengapa uji formil dilakukan dan mengapa aksi tolak Omnibuslaw terus diserukan. Rata-rata menjawab karena UU Cipta Kerja merugikan dan mengurangi kesejahteraan kaum buruh.
“20 Maret 1602” korporasi besar telah bersatu dan membentuk VOC yang mampu membuat pemerintah Belanda kala itu memberikan banyak hak khusus bahkan ijin untuk memiliki Angkatan Perang tersendiri.
VOC menjelma menjadi kongsi dagang tertajir sepanjang masa, mensejahterakan Belanda bahkan menjajah dan menguras Indonesia jauh lebih lama dari pemerintah Belanda itu sendiri.
Kini, VOC gaya baru terindikasi lahir di Bumi Pertiwi, kekuatan korporasi terbukti dengan lahirnya Omnibuslaw yang terkesan dipaksakan dan kembali menjajah dan menguras negeri ini khususnya kaum buruh. Bukan sekedar neo imperialis tapi menjajah anak negeri sendiri!.
Kita tidak saja sedang dirugikan. Kita hendak dimatikan!. Demi mempertahankan hidup, kita seolah dipaksa untuk melanggar UU.
Tugas Serikat Pekerja adalah memperjuangkan kesejahteraan anggota dan keluarganya sementara Perusahaan demi mampu bersaing terpaksa terus menggerus kesejahteraan bahkan hingga turut bersifat menindas.
Setidaknya ada 3 strategi kunci dari “Arts of War” yang tampak begitu mereka kuasai.
Memenangkan hati dan pikiran rakyat’, ‘Mengendalikan lumbung musuh’, dan ‘Mengendalikan senjata musuh’.
Image negatif terus dibangun sehingga kita yang berlawan menjadi bulan-bulanan opini.
Segelintir Buzzer bayaran membuat citra kita justeru kian terperosok. “Lumbung dan senjata” kita seolah tak berfungsi. Aksi besar menjadi mustahil dan berkerumun diancam pasal berlapis protokol kesehatan Covid 19.
Menghindari kekuatan musuh dan menyerang kelemahannya. Ongkos lebih murah mereka dapatkan dengan menggunakan pena penguasa dan tangan aparat untuk menghadapi kita yang berlawan daripada bergejolak di pabrik-pabrik mesin uang mereka.
Lalu Omnibus Law dan turunannya khususnya PHK, OS/Pemagangan dan pensiun mulai gebuk pergerakan secara telak. Yang perlahan namun pasti semakin melemahkan nyali dan ghirah perjuangan sehingga Serikat Pekerja sebagai benteng kaum buruh akan bangkrut dan mati dengan sendirinya.
Kenalilah diri dan musuhmu, kau akan tidak diragukan lagi menang dalam seribu pertempuran.
Jangankan mengenali musuh. Memahami potensi dan kekuatan kaumnya sendiri pun kita kesulitan. Sekedar untuk bisa viral saja demikian kesulitan kita.
Sebaliknya, musuh begitu menguasai kekuatan mereka dan mengetahui kelemahan kita dengan sangat baik. Terombang-ambing kita mengikuti alur permainan yang mereka ciptakan.
Masihkah kita bisa memenangkan pertempuran? Insyaa Alloh bisa. Sejarah terus berulang. Kisah Thalut dan Jalut bisa menjadi contohnya.
Bagaimana?
1. Ora urus maju terus.
2. Berlawan dengan bermartabat dalam barisan yang tersusun.
3. Ikhlas, terarah, terukur dan Tawakkal.
Hari ini, demi kemanusiaan dan keadilan sosial, termasuk demi masa depan anak-anak kita yang kian terancam maka tidak cukup dihadapi dengan biasa-biasa saja. Butuh effort yang lebih besar. Extra ordinary! Semangat juang perlawanan dengan lebih berkobar!!.
Langkah taktis dan strategis sedikit disampaikan yang disambut dengan antusias dan semangat perjuangan untuk bersama digelorakan dan dijalankan.
Semoga Allah senantiasa meridhoi langkah dan perlawanan kita.
Aamiin.
(AaKobar)