Kisah 4 Orang Buruh Kota Serang yang Melawan Gubernur Banten dan Menang

Buruh dari berbagai serikat melakukan unjuk rasa di Kantor Gubernur Banten, tanggal 17 November 2016, untuk menuntut upah layak. (Foto: Rey)

Serang, KPonline – Adalah Adi Satria Lia, Hidayat Saefullah, Ivan Taufan, dan Zamroni. Keempat orang buruh kota Serang ini berhasil memenangkan gugatan melawan Gubernur Banten terkait penetapan Upah Minimum Kota (UMK) Serang Tahun 2017. Saat ini, putusan atas gugatan itu sudah berkekuatan hukum tetap. Bahkan sudah mendapat penetakan eksekusi dari Pengadilan Tata Usaha Negara Serang.

Adi dan Hidayat adalah aktivis Serikat Pekerja Hero Supermarket (SPHS) yang berafiliasi ke ASPEK Indonesia. ASPEK Indonesia merupakan salah satu federasi yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). Sedangkan Ivan dan Zamroni adalah anggota KSPSI.

Bacaan Lainnya

Ditemui Koran Perdjoeangan di sebuah kantin tempat Adi dan dan Hidayat bekerja, keduanya bercerita jika awalnya banyak orang menganggap upaya yang dilakukannya gila. Berempat, dia maju ke pengadilan tanpa bantuan dari pengacara.

“Gugatan kami dikembalikan hingga 6 (enam) kali untuk dilakukan revisi,” ujar Hidayat. Selama ini, dia memiliki sedikit pengalaman membuat gugatan untuk beracara di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Berdasarkan pengalaman itulah, dia memberanikan diri membuat gugatan untuk Pengadilan Tata Usaha Negara. Akibatnya, gugatan TUN model PHI itu harus direvisi kembali. Bahkan sebanyak 6 kali.

“Saat itu KSPI mengumpulkan Dewan Pengupahan di Training Center FSPMI, dan disepakati setiap daerah akan melakukan gugatan terhadap semua keputusan Gubernur yang menetapkan UMK berdasarkan PP 78/2015,” Adi bercerita.

Berdasarkan hasil rapat itulah, dia memberanikan diri untuk mengajukan gugatan atas keputusan upah minimum di kotanya di PTUN Serang.

Saat itu, Gubernur Banten menerbitkan Keputusan Gubernur Banten Nomor 561/Kep.553-Huk/2016 tentang Penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota Tahun 2017 tertanggal 23 November 2016. Dimana Upah Minimum Kota Serang ditetapkan sebesar Rp 2.866.595,31 atau naik 8.25% sesuai dengan PP 78/2015.

Padahal Walikota Serang melalui surat Nomor: 561/1086/DTKT/2016 tanggal 4 November 2016 perihal Rekomendasi Upah Minimum Kota
Serang Tahun 2017 mengusulkan untuk UMK Tahun 2017 sebesar Rp. 3.108.470,31 atau naik sekitar 17,38%.

Karena perbedaan rekomendasi ini, Adi Satria Lia, Hidayat Saefullah, Ivan Taufan, dan Zamroni mengajukan gugatan ke PTUN Serang. Hal ini, karena, kenaikan sebesar 17,38% didasarkan pada hasil survey pasar mengenai Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan disepakati dalam Dewan Pengupahan Kota Serang.

Sayangnya, Gubernur dengan semena-mena memangkas rekomendasi sebedar 17,38% tersebut menjadi hanya 8,25%. Dengan kata lain, upah yang diterima buruh Kota Serang Rp 241.875 lebih kecil dari yang seharusnya diterima. Dalam setahun, selisihnya mencapai Rp 2.902.500. Jumlah yang sangat berarti bagi pekerja.

Putusan Mahkamah Agung

Gugatan itu akhirnya dikabulkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara Serang dengan Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN-SRG, tanggal 21 Juni 2017. Kemudian pada tingkat banding putusan tersebut dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta dengan Putusan Nomor 261/B/2017/PT.TUN.JKT, tanggal 15 November 2017.

Gubernur Banten melakukan kasasi ke Mahkamah Agung. Hasilnya sama. Dalam Putusan Nomor 146 K/TUN/2018, Mahkamah Agung menolak kasasi yang diajukan Gubernur Banten.

Adapun isi dari putusan tersebut adalah sebagai berikut:

I. DALAM EKSEPSI;
– Menyatakan eksepsi-eksepsi yang diajukan Tergugat tidak diterima ;—

II. DALAM POKOK SENGKETA ;

1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat seluruhnya ;

2. Menyatakan batal Surat Keputusan Gubernur Banten Nomor: 561/Kep.553-Huk/2016 Tentang Penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota Di Provinsi Banten Tahun 2017 yang diterbitkan oleh Plt. Gubernur Banten, tertanggal 23 November 2016 mengenai Upah Minimum Kota Serang sebesar Rp. 2.866.595,31,- (dua juta delapan ratus enam puluh enam ribu lima ratus sembilan puluh lima koma tiga puluh satu rupiah);

3. Mewajibkan kepada Tergugat untuk mencabut Surat Keputusan Gubernur Banten Nomor: 561/Kep.553-Huk/2016 Tentang Penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota Di Provinsi Banten Tahun 2017 yang diterbitkan oleh Plt. Gubernur Banten, tertanggal 23 November 2016 mengenai Upah Minimum Kota Serang sebesar Rp. 2.866.595,31,- (dua juta delapan ratus enam puluh enam ribu lima ratus sembilan puluh lima koma tiga puluh satu rupiah);

4. Mewajibkan kepada Tergugat untuk menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara Serang yang baru berupa Surat Keputusan Tentang Penetapan Upah Minimum Kota Serang dengan besaran nilainya sejumlah Rp.3.108.470,31 (tiga juta seratus delapan ribu empat ratus tujuh puluh koma tiga satu rupiah);

5. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 404.000,- (Empat Ratus Empat Ribu Rupiah)

Sudah Mendapat Penetapan Eksekusi

Karena putusan Mahkamah Agung tidak diindahkan oleh Gubernur Banten, Adi Satria Lia dkk mengajukan permohonan eksekusi pada tanggal 22 Oktober 2018.

Tanggal 6 November 2018, Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Serang sudah mengabulkan permohonan eksekusi tersebut. Pengadilan memerintahkan termohon eksekusi yaitu Gubernur Banten untuk melaksanakan putusan Nomor 11/G/2017/PTUN-SRG.

Sayangnya, hingga saat ini, belum ada tanda-tanda Gubernur bakal menjalankan putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap tersebut.

Hingga saat ini, keempatnya masih melakukan perlawanan. Dia berharap ASPEK Indonesia selaku federasi dan KSPI selaku konfederasi tempatnya tergabung dalam serikat mendukung penuh perjuangan mereka. Apalagi, kata Hidayat,  Taufan dan Zamroni di PHK dari tempatnya bekerja.

Hidayat menduga kuat, PHK kepada kedua rekannya tersebut akibat adanya intervensi terkait gugatan yang mereka ajukan terhadap Gubernur. “Kalau kami berdua, beruntung Ketua Umum kami di SPHS memberikan dukungan terhadap apa yang kami lakukan,” tegasnya.

Pos terkait