Kedudukan Imbang Sementara

Bekasi, KPonline – Bidang Infokom Pimpinan Cabang Serikat Pekerja Logam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (PC SPL FSPMI) Bekasi, Nurul yang juga mantan Dewan Pengupahan Provinsi menyampaikan pendapatnya pendapat nya kepada Media Perdjoeangan di sela-sela rapat koordinasi Dewan Pengupahan Kab/Kota Se-Jawa Barat di Purwakarta, Selasa (6/11/2018).

Pasca dicabutnya PERGUB JABAR No. 54 tahun 2018 tentang Upah Minimum, tidak serta merta secara otomatis menjadikan jalan menuju perundingan upah sektoral di Jawa Barat, khususnya di Bekasi menjadi lenggang dan mudah diakses.

Bacaan Lainnya

Tentu saja demikian, karena sebelum ada Pergub itupun kondisi hak berunding Serikat Pekerja/buruh (SP/SB) masih kesulitan untuk keluar dari himpitan PP 78 tahun 2015.

Setelah selesainya tahapan pengajuan rekomendasi Dewan Pengupahan kabupaten Bekasi yang berakhir tidak mengenakan untuk buruh (baca : SP Didesak masuk perangkap voting ) dan dengan direkomendasikannya angka UMK tahun 2019 oleh bupati PLT kepada Guberrnur Jawa Barat beberapa waktu lalu, menunjukan tidak ada pengaruh besar bahwa dicabutnya Pergub no. 54 tahun 2018 menjadikan mudah SP/SB untuk beristirahat dalam memperjuangkan hak berunding upahnya.

Dengan telah masuk ke bulan Nopember tahun ini, maka semakin sempit saja waktu yang diberikan oleh pemerintah sebagai pihak yang memfasilitasi dua pihak lainnya yang berkepentingan yaitu SP/SB dan Pengusaha yang mana APINDO masih enggan mengakui keberadaannya sebagai wakil dari pengusaha apapun sektornya.

Lalu apa peran serta pekerja buruh secara individual yang secara fakta akan menikmati hasilnya? Belum banyak buruh/pekerja yang berfikir sampai sejauh itu.

Bagi sebagian buruh, mereka hanya berfikir bahwa hari menanam sesuatu untuk tumbuh dihari esok tidak perlu dipikirkan, cukup memnuhi siklus kerja, kewajiban di jalankan maka hak-haknya akan didapat secara otomatis karena ketentuannya memang demikian.

Bagi sebagian buruh lainnya yang biasanya telah menyadari pentingnya berserikat dan menjadi anggota serikat pekerja, cenderung mempunyai cara berfikir yang berbeda dan lebih panjang jangkauan pola pikirnya.

Apa yang akan diterima oleh generasi nanti selanjutnya tergantung dari apa yang diberikan mereka sebagai kaum buruh saat ini.

Lalu pertanyaan menjadi tumbuh dan berkembang seperti sampai kapan kaum buruh harus berjuang? Kapan meraih kemerdekaan berserikat (hak berunding)? nanti sore, besok, dua minggu lagi, sepuluh tahun atau kapan?

Ada jawaban yang singkat dan memotifasi secara efektif yaitu kaum buruh tidak akan pernah sampai pada jawaban yang bermakna mengakhiri perjuangan.

Kepentingan selalu berubah dan cenderung melebar atau memperbanyak sub-sub kepentingan menyesuaikan keadaan dan keinginan biasanya.

Saat ini pengusaha yang menitipkan pasal-pasal dalam Pergub Jabar mungkin saja sedang mencari jalan keluar agar dapat kembali “nakal” membayar upah murah seperti dua tahun lalu tahun 2017 (upah sektor garment).

Bagaimana dengan UMSK tahun ini di Bekasi? Pada akhirnya semua dikembalikan kepada kaum buruh di Bekasi sebagai pihak yang mempunyai hak UMSK dan hak menikmati UMSK.

Buruh sudah harus berhenti mengandalkan atau mensangkut pautkan dengan pihak lain yang sama sekali tidak berkaitan dengan kepentingan UMSK.

Penulis: Infokom PC SPL FSPMI KAB/KOTA BKS

Pos terkait

1 Komentar

Komentar ditutup.